Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Eks Kabasarnas Henri Alfiandi Jadi Saksi di Sidang Kasus Suap Senin Ini

Kompas.com - 06/11/2023, 08:54 WIB
Irfan Kamil,
Krisiandi

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengadirkan tiga orang saksi dalam sidang kasus dugaan suap terkait beberapa proyek di lingkungan Badan Nasional Pencarian dan Pertolongan (Basarnas).

Tiga saksi yang dihadirkan Jaksa adalah mantan Kepala Basarnas Henri Alfiandi; eks Koordinator Staf Administrasi (Koorsmin) Kabasarnas, Afri Budi Nurcahyo; dan eks Sekretaris Kabasarnas, Ika Kusumawati.

Mereka dihadirkan menjadi saksi untuk terdakwa Direktur PT Kindah Abadi Utama dan dan Persero Komanditer Perseroan CV Pandu Aksara, Roni Aidil, Komisaris PT Utama PT Multi Grafika Cipta Sejati, Mulsunadi Gunawan dan Direktur PT Intertekno Grafika Sejati, Marilya.

Baca juga: 2 Petinggi Perusahaan Swasta Didakwa Suap Eks Kabasarnas Rp 2,4 Miliar

"Hari ini, untuk agenda pemeriksaan saksi-saksi dalam perkara terdakwa Mulsunadi Gunawan dkk, tim Jaksa KPK akan menghadirkan saksi Henri Alfiandi, Afri Budi Cahyanto dan Ika Kusumawati," kata Juru Bicara Kelembagaan KPK, Ali Fikri, Senin (6/11/2023).

Dalam kasus ini, Jaksa KPK mendakwa Roni Aidil telah menyuap mantan Kabasarnas, Marsekal Madya Henri Alfiandi senilai Rp 9,9 miliar.

Jaksa KPK mengungkapkan, suap hampir Rp 10 miliar itu diterima Henri melalui Afri Budi agar dua perusahaan milik Roni Aidil memenangkan empat proyek di Basarnas.

Empat proyek itu adalah pengadaan hoist helikopter, pengadaan public safety diving equipment, dan pekerjaan modifikasi kemampuan sistem remote operated vehicle (ROV).

Ketiga proyek itu dilakukan pada tahun anggaran 2021.

Baca juga: Andika Perkasa Minta Publik Awasi Proses Peradilan Kasus Dugaan Suap Kabasarnas

Selain itu, ada juga pengadaan public safety diving equipment yang dilakukan pada tahun anggaran 2023.

"Memberi uang yang keseluruhannya berjumlah Rp 9.916.070.840,00 atau setidak-tidaknya sekitar jumlah tersebut," kata Jaksa KPK dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Senin (16/10/2023).

Jaksa mengungkapkan, nilai pengadaan hoist helikopter adalah Rp 11,8 miliar Sementara, pengadaan public safety diving equipment adalah Rp 14,8 miliar.

Kemudian, pekerjaan modifikasi kemampuan sistem ROV sebesar Rp 9,9 miliar. Terkahir, pengadaan public safety diving equipment senilai Rp 17,4 miliar.

Berdasarkan surat dakwan Jaksa KPK, Roni disebut bertemu dengan Henri pada awal Maret 2021 di Kantor Basarnas, Jakarta Pusat.

Roni Aidil pun memperkenalkan perusahaan miliknya yang menjual produk diver mounted display (DMD) satu-satunya di Indonesia.

Baca juga: “Dana Komando” Eks Kabasarnas Temuan KPK Rp 88,3 M, Versi TNI Rp 8,23 M, Puspom Jelaskan Alasannya

Produk yang dijual perusahaan Roni Aidil diugunakan dalam pekerjaan pengadaan public safety diving equipment.

Setelah itu, Henri pun meminta Roni mempresentasikan produk DMD itu ke tim sarana dan prasarana Basarnas.

Eks Kabasarnas itu pun menyatakan tertarik menggunakan produk DMD dan akan mengatur agar perusahaannya menang proyek di Basarnas.

Namun, Henri meminta adanya fee 10 persen dari proyek yang dilakukan.

"Henri Alfiandi menyampaikan kepada terdakwa agar memberikan uang fee sebesar 10 persen dari nilai proyek yang dilaksanakan oleh terdakwa," papar jaksa KPK.

Sementara itu, Koorsmin Kabasarnas, Afri Budi bertugas sebagai penerima uang fee dari pihak swasta. Afri Budi juga bertugas untuk mengeluarkan uang fee terkait operasional Henri.

Baca juga: Petinggi PT Kindah Abadi Utama Didakwa Suap Eks Kabasarnas Rp 9,9 Miliar

"Dalam pengelolaannya, uang fee berasal dari pemungutan fee 10 persen dari nilai proyek yang ada di Basarnas dengan alokasi pembagiannya sebesar 15 persen untuk Henri Alfiandi, sebesar 77,5 persen untuk operasional yang dikelola berdasar arahan Henri Alfiandi, sedangkan sisanya untuk cadangan ataupun yang lainnya," papar jaksa.

Atas perbuatannya, Roni Aidil didakwa melanggar dengan Pasal 5 Ayat (1) huruf a dan atau Pasal 5 Ayat (1) huruf b dan atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 64 Ayat (1) KUHP.

Sempat polemik

Untuk diketahui, kasus ini sempat menjadi polemik lantaran KPK menetapkan Henri sebagai tersangka.

Henri Alfiandi ditetapkan KPK sebagai tersangka dugaan suap pengadaan sejumlah proyek di Basarnas hingga Rp 88,3 miliar sejak 2021-2023.

Namun, pihak TNI menilai penetapan tersangka oleh KPK tidak sesuai aturan karena Henri adalah perwira TNI aktif.

Oleh karena itu, proses hukumnya harus melalui peradilan militer. KPK akhirnya meminta maaf dan menyerahkan kasus yang diduga melibatkan Henri Alfiandi ke Pusat Polisi Militer (Puspom) TNI.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com