Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

“Dana Komando” Eks Kabasarnas Temuan KPK Rp 88,3 M, Versi TNI Rp 8,23 M, Puspom Jelaskan Alasannya

Kompas.com - 11/10/2023, 13:10 WIB
Nirmala Maulana Achmad,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Pusat Polisi Militer (Puspom) TNI mengungkapkan alasan nilai “dana komando” dari eks Kepala Badan Nasional Pencarian dan Pertolongan (Basarnas) Marsekal Madya (Purn) Henri Alfiandi berbeda dari temuan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

KPK menyebut Henri diduga menerima suap senilai Rp 88,3 miliar. Sementara dari penyidikan Puspom TNI, dana komando itu berjumlah Rp 8,32 miliar.

Ketua Tim Penyidik Puspom TNI Kolonel Laut (PM) Jemry Matialo mengatakan, nilai Rp 88,3 miliar itu merupakan temuan awal KPK.

“Mereka (KPK) melihat dari seluruh kontrak yang ada di Basarnas, mulai dari tahun 2021 sampai dengan 2023. Dari hasil penyidikan kami, kami hanya melaksanakan penyidikan pada saat OTT (operasi tangkap tangan),” kata Jemry saat konferensi pers di Oditurat Militer Tinggi (Otmilti) II, Jakarta Timur, Rabu (11/10/2023).

Baca juga: Berkas Perkara Dugaan Korupsi di Basarnas dengan Tersangka Letkol Afri Diserahkan ke Otmilti

Dari penyidikan Puspom TNI, lanjut Jemry, dugaan suap ini melibatkan dua perusahaan, yakni dari Grup Sejati dan PT Kindah Abadi Utama.

“Jadi di dalamnya ada dua perusahaan yang terlibat,” ujar Jemry.

“Jadi, hasil itu, kedua perusahaan itu setelah kami melaksanakan penyelidikan lebih lanjut dan penyidikan, itu hanya berjumlah Rp 8 miliar sekian,” kata Jemry.

Sebelumnya, Wakil Ketua KPK Alexander Marwata mengatakan, suap itu diterima Marsdya Henri melalui orang kepercayaannya, Koordinator Administrasi (Koorsmin) Kabasarnas Letkol (Adm) Afri Budi Cahyanto.

“Henri bersama dan melalui Afri diduga mendapatkan nilai suap dari beberapa proyek di Basarnas pada 2021 hingga 2023 sejumlah sekitar Rp 88,3 miliar,” kata Alex dalam konferensi pers di Gedung Juang KPK, Jakarta Selatan, 26 Juli 2023.

Baca juga: Kasus Korupsi di Basarnas, Sidang Marsdya Henri dan Letkol Afri Digelar Terpisah

Adapun Puspom TNI telah menyerahkan berkas Afri ke Otmilti II pada hari ini. Sementara berkas dari Henri belum diserahkan.

“Untuk HA (Henri) mohon diberikan waktu, karena HA ini merupakan yang mengambil keputusan dalam semua kebijakan-kebijakan yang ada di Basarnas. Jadi kami lagi memeriksa saksi-saksi yang terlibat di dalamnya,” ujar Jemry.

Baik Henri maupun Afri terlebih dulu ditetapkan tersangka oleh KPK dalam kasus dugaan suap pengadaan barang dan jasa di lingkungan Basarnas RI tahun anggaran 2021-2023.

Perkara atau dugaan suap ini diketahui berawal dari operasi tangkap tangan (OTT) KPK terhadap 11 orang di Jakarta dan Bekasi pada 25 Juli 2023.

Baca juga: KPK Sebut Kabasarnas Akui Terima Suap dari Swasta Terkait Pengadaan Barang

Setelah dilakukan penyidikan, KPK menetapkan lima orang tersangka, di antaranya Henri dan bawahannya, Afri.

Selain itu, KPK menetapkan tiga orang dari pihak swasta atau sipil sebagai tersangka, yakni Mulsunadi Gunawan, Marilya, dan Roni Aidil.

Dalam kasus itu, Afri diduga menerima uang dari pihak swasta yang nilainya mencapai Rp 999,7 juta.

Uang itu diterima Afri dari Direktur Utama PT Intertekno Grafika Sejati bernama Marilya atau Meri terkait pekerjaan pengadaan alat pencarian korban reruntuhan di Basarnas.

Diduga, uang tersebut diterima Afri atas perintah Henri atau disebut dengan kode "dana komando".

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Terkini Lainnya

Jubir Sebut Luhut Hanya Beri Saran ke Prabowo Soal Jangan Bawa Orang 'Toxic'

Jubir Sebut Luhut Hanya Beri Saran ke Prabowo Soal Jangan Bawa Orang "Toxic"

Nasional
Muslimat NU Kirim Bantuan Kemanusiaan Rp 2 Miliar ke Palestina

Muslimat NU Kirim Bantuan Kemanusiaan Rp 2 Miliar ke Palestina

Nasional
Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang 'Toxic', Projo: Nasihat Bagus

Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang "Toxic", Projo: Nasihat Bagus

Nasional
Buktikan Kinerja Unggul, Pertamina Hulu Energi Optimalkan Kapabilitas Perusahaan

Buktikan Kinerja Unggul, Pertamina Hulu Energi Optimalkan Kapabilitas Perusahaan

Nasional
Gerindra Sebut Jokowi Justru Dorong Prabowo untuk Bertemu Megawati

Gerindra Sebut Jokowi Justru Dorong Prabowo untuk Bertemu Megawati

Nasional
Tak Cemas Lawan Kandidat Lain pada Pilkada Jatim, Khofifah: Kenapa Khawatir?

Tak Cemas Lawan Kandidat Lain pada Pilkada Jatim, Khofifah: Kenapa Khawatir?

Nasional
Khofifah Tolak Tawaran Jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran, Pilih Maju Pilkada Jatim

Khofifah Tolak Tawaran Jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran, Pilih Maju Pilkada Jatim

Nasional
Soal Duetnya pada Pilkada Jatim, Khofifah: Saya Nyaman dan Produktif dengan Mas Emil

Soal Duetnya pada Pilkada Jatim, Khofifah: Saya Nyaman dan Produktif dengan Mas Emil

Nasional
Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

Nasional
Respons Luhut Soal Orang 'Toxic', Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Respons Luhut Soal Orang "Toxic", Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Nasional
Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

Nasional
Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Nasional
Mencegah 'Presidential Club' Rasa Koalisi Pemerintah

Mencegah "Presidential Club" Rasa Koalisi Pemerintah

Nasional
Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasional
Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com