JAKARTA, KOMPAS.com - Mantan Panglima TNI, Jenderal (Purn) Andika Perkasa meminta publik turut mengawasi kasus dugaan suap Kepala Badan Nasional Pencarian dan Pertolongan (Kabasarnas) Marsekal Madya Henri Alfiandi yang saat ini berada di peradilan militer.
Andika mengatakan, kasus apapun yang sudah ditangani oleh peradilan, baik militer maupun sipil, tidak menjamin adil atau tidaknya proses hukum tersebut.
"Di segala sektor tetap harus ada pengawasan. Karena tanpa pengawasan kita akan kehilangan perkembangan. Tidak bisa kita berasumsi atau berharap, oke sudah masuk proses, ya sudah pasti akan berjalan sesuai rencana, enggak juga," kata Andika dalam program GASPOL! kompas.com yang tayang pada Jumat (11/8/2023), malam.
Andika menuturkan, pengawasan ini bukan hanya dari internal TNI, namun juga dari publik.
Ia lantas menyinggung kasus-kasus hukum yang belum lama ini terjadi dan menarik perhatian besar. Adanya pengawasan ketat dari publik membuat hakim, penyidik, maupun penuntut berpikir jika ingin bermain-main.
"Tetap harus ada pengawasan, bisa saja dari internal TNI tapi juga publik, harus. Dalam setiap masalah, menurut saya juga begitu," beber Andika.
Andika menyampaikan, proses hukum terhadap kasus korupsi dan sejenisnya biasanya terbuka untuk umum.
Baca juga: Ribut-ribut KPK-TNI Soal Kabasarnas, Andika Perkasa: Hanya Teknis Saja, Tak Batalkan Proses Hukum
Oleh karena itu, publik bisa mengawasi jalannya kasus. Terlebih, kasus hukum ini melibatkan jabatan sipil sehingga publik berhak tahu.
"Kalau tipikor menurut saya tidak tertutup. Yang tertutup misalnya yang berhubungan dengan tindak pidana asusila. Itu sudah baku, kok. Tapi kalau tipikor tidak (tertutup). Jadi sangat terbuka dan bisa diawasi," ucap Andika.
Terkait sempat adanya ribut-ribut antara KPK dengan TNI usai penetapan tersangka, Andika mengaku itu hanya masalah teknis yang tidak menggugurkan proses hukum.
Baca juga: KPK Sebut Kabasarnas Akui Terima Suap dari Swasta Terkait Pengadaan Barang
Secara prinsip, kasus yang melibatkan anggota TNI aktif memang diproses di bawah peradilan militer. Hal ini sesuai dengan UU Nomor 31 Tahun 1997.
UU ini pun yang diacu oleh para pati saat mendatangi kantor KPK.
Namun, KPK juga merupakan badan yang memiliki kewenangan untuk menindak segala bentuk korupsi, suap, hingga gratifikasi.
"Kalaupun ada teknis yang kebetulan agak miss, itu soal teknis saja. Tapi bagi saya prinsip tipikor harus diproses. Bisa (dikomunikasikan) dan bisa diperbaiki, tapi tidak kemudian membatalkan proses hukum terhadap tipikor," jelasnya.
Baca juga: Belum Sebulan Kabasarnas Jadi Tersangka, KPK Umumkan Kasus Korupsi Lain di Basarnas
Diberitakan sebelumnya, Danpuspom TNI beserta jajarannya sempat mendatangi Gedung KPK untuk berkoordinasi usai lembaga antirasuah itu mengumumkan Henri dan Afri sebagai tersangka kasus dugaan suap.