Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Periksa Hakim Enny Nurbaningsih, MKMK Usut "Dissenting Opinion" Berubah Jadi "Concurring"

Kompas.com - 31/10/2023, 22:10 WIB
Vitorio Mantalean,
Krisiandi

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) selesai memeriksa hakim konstitusi Enny Nurbaningsih soal dugaan pelanggaran etik hakim konstitusi berkaitan dengan Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 yang dianggap memuat konflik kepentingan.

Dalam pemeriksaan itu, isu mengenai bergesernya pendapat berbeda atau dissenting opinion Enny dan hakim konstitusi Daniel Yusmic Pancastaki Foekh menjadi alasan berbeda (concurring opinion) dalam putusan itu menjadi bahasan.

"Pasti kita tanyain dan sudah dijawab," kata Ketua MKMK Jimly Asshiddiqie kepada wartawan pada Selasa (31/10/2023) malam selepas pemeriksa Enny selama sejam lebih.

"Nanti, jadi itu substansi pemeriksaan hakimnya, nanti biar terlihat di pertimbangan putusan MKMK. Yang jelas di samping kita mengecek itu, bagaimana itu mengenai tuduhan pelanggaran kode etik, hakim-hakim ini kita bebasin untuk curhat. Wah curhatnya banyak sekali," ungkap Jimly.

Baca juga: Eks Hakim Nilai MK Alami Masalah yang Bisa Berakibat Hilangnya Kepercayaan Publik

Menurut Jimly, isu soal bergesernya dissenting opinion Enny dan Daniel menjadi concurring opinion ini sangat krusial.

Dalam argumentasi mereka, keduanya tidak setuju semua pejabat negara hasil pemilu, termasuk kepala daerah di segala level, dapat menjadi capres-cawapres sebelum 40 tahun.

Enny dan Daniel menganggap hanya jabatan gubernur yang memenuhi syarat untuk mendaftarkan diri sebagai capres-cawapres pada usia di bawah 40 tahun.

Sejumlah pakar hukum tata negara menganggap, pendapat yang disampaikan Enny dan dalam putusan itu seharusnya dianggap sebagai dissenting opinion.

Baca juga: 12 Tahun Jadi Hakim, Arief Hidayat Sedih MK Dipelesetkan Jadi Mahkamah Keluarga

Jika dianggap sebagai dissenting opinion, posisi Enny dan Daniel akan dianggap berada dalam komposisi mayoritas hakim yang menolak mengubah syarat usia minimum capres-cawapres bersama Saldi Isra, Arief Hidayat, Suhartoyo, dan Wahiduddin Adams.

Masalahnya, karena dianggap concurring opinion, posisi Enny dan Daniel dianggap masuk dalam komposisi hakim mayoritas yang sepakat mengubah syarat usia minimum capres-cawapres bersama Anwar Usman, Guntur Hamzah, dan Manahan Sitompul.


Sementara itu, Enny membenarkan bahwa dirinya menceritakan banyak hal di dalam pemeriksaan MKMK itu.

"Sudah habis kami nangisnya tadi," kata Enny kepada wartawan.

Sebagai informasi, dugaan pelanggaran kode etik ini mengemuka setelah MK yang diketuai ipar Presiden Joko Widodo, Anwar Usman, mengabulkan gugatan terkait syarat usia calon presiden dan wakil presiden (capres-cawapres) pada Senin (16/10/2023) lewat putusan yang kontroversial.

Baca juga: Arief Hidayat Tutup Opsi Perkara Usia Capres Disidang Ulang walau Ada Hakim MK Diputus Langgar Etik

Dalam putusan nomor 90/PUU-XXI/2023, MK merumuskan sendiri norma bahwa seorang pejabat yang terpilih melalui pemilu dapat mendaftarkan diri sebagai capres-cawapres walaupun tak memenuhi kriteria usia minimum 40 tahun.

Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman (kiri) bersama tiga anggota MKMK yakni Jimly Asshiddiqie, Wahihuddin Adams, dan Bintan Saragih sebelum pemeriksaan di Gedung II MK, Jakarta, Selasa (31/10/2023). KOMPAS.com/Ardito Ramadhan D Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman (kiri) bersama tiga anggota MKMK yakni Jimly Asshiddiqie, Wahihuddin Adams, dan Bintan Saragih sebelum pemeriksaan di Gedung II MK, Jakarta, Selasa (31/10/2023).
Putusan ini memberi tiket untuk putra sulung Jokowi yang juga keponakan Anwar, Gibran Rakabuming Raka, untuk melaju pada Pilpres 2024 dalam usia 36 tahun berbekal status Wali Kota Solo yang baru disandangnya 3 tahun.

Halaman:


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com