Salin Artikel

Periksa Hakim Enny Nurbaningsih, MKMK Usut "Dissenting Opinion" Berubah Jadi "Concurring"

Dalam pemeriksaan itu, isu mengenai bergesernya pendapat berbeda atau dissenting opinion Enny dan hakim konstitusi Daniel Yusmic Pancastaki Foekh menjadi alasan berbeda (concurring opinion) dalam putusan itu menjadi bahasan.

"Pasti kita tanyain dan sudah dijawab," kata Ketua MKMK Jimly Asshiddiqie kepada wartawan pada Selasa (31/10/2023) malam selepas pemeriksa Enny selama sejam lebih.

"Nanti, jadi itu substansi pemeriksaan hakimnya, nanti biar terlihat di pertimbangan putusan MKMK. Yang jelas di samping kita mengecek itu, bagaimana itu mengenai tuduhan pelanggaran kode etik, hakim-hakim ini kita bebasin untuk curhat. Wah curhatnya banyak sekali," ungkap Jimly.

Menurut Jimly, isu soal bergesernya dissenting opinion Enny dan Daniel menjadi concurring opinion ini sangat krusial.

Dalam argumentasi mereka, keduanya tidak setuju semua pejabat negara hasil pemilu, termasuk kepala daerah di segala level, dapat menjadi capres-cawapres sebelum 40 tahun.

Enny dan Daniel menganggap hanya jabatan gubernur yang memenuhi syarat untuk mendaftarkan diri sebagai capres-cawapres pada usia di bawah 40 tahun.

Sejumlah pakar hukum tata negara menganggap, pendapat yang disampaikan Enny dan dalam putusan itu seharusnya dianggap sebagai dissenting opinion.

Jika dianggap sebagai dissenting opinion, posisi Enny dan Daniel akan dianggap berada dalam komposisi mayoritas hakim yang menolak mengubah syarat usia minimum capres-cawapres bersama Saldi Isra, Arief Hidayat, Suhartoyo, dan Wahiduddin Adams.

Masalahnya, karena dianggap concurring opinion, posisi Enny dan Daniel dianggap masuk dalam komposisi hakim mayoritas yang sepakat mengubah syarat usia minimum capres-cawapres bersama Anwar Usman, Guntur Hamzah, dan Manahan Sitompul.

"Sudah habis kami nangisnya tadi," kata Enny kepada wartawan.

Sebagai informasi, dugaan pelanggaran kode etik ini mengemuka setelah MK yang diketuai ipar Presiden Joko Widodo, Anwar Usman, mengabulkan gugatan terkait syarat usia calon presiden dan wakil presiden (capres-cawapres) pada Senin (16/10/2023) lewat putusan yang kontroversial.

Dalam putusan nomor 90/PUU-XXI/2023, MK merumuskan sendiri norma bahwa seorang pejabat yang terpilih melalui pemilu dapat mendaftarkan diri sebagai capres-cawapres walaupun tak memenuhi kriteria usia minimum 40 tahun.

Gibran pun secara aklamasi disepakati Koalisi Indonesia Maju (KIM) sebagai bakal cawapres pendamping Prabowo Subianto sejak Minggu (22/10/2023) dan telah didaftarkan sebagai bakal capres-cawapres ke KPU RI, Rabu (25/10/2023).

Anwar membantah dirinya terlibat konflik kepentingan dalam memutus perkara ini, meski pendapat berbeda (dissenting opinion) hakim konstitusi yang tak setuju Putusan 90 itu mengungkap bagaimana keterlibatan Anwar mengubah sikap MK dalam waktu pendek.

Hingga kini, MK telah menerima secara resmi 18 aduan terkait dugaan pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku hakim dari putusan perkara nomor 90/PUU-XXI/2023 tersebut.

Aduan tersebut bervariasi, mulai dari melaporkan Ketua MK Anwar Usman selaku paman Gibran, ada yang memintanya mengundurkan diri, ada yang melaporkan seluruh hakim konstitusi, ada yang melaporkan hakim yang menyampaikan pendapat berbeda (dissenting opinion), dan aduan yang mendesak agar segera dibentuk MKMK.

MKMK menyatakan bakal membacakan putusan paling lambat pada 7 November 2023, sehari sebelum tenggat pengusulan bakal pasangan capres-cawapres pengganti ke KPU RI.

https://nasional.kompas.com/read/2023/10/31/22101041/periksa-hakim-enny-nurbaningsih-mkmk-usut-dissenting-opinion-berubah-jadi

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke