JAKARTA, KOMPAS.com - Hakim konstitusi Arief Hidayat mengaku sedih setelah Mahkamah Konstitusi (MK) dipelesetkan jadi "Mahkamah Keluarga" gara-gara Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 yang kontroversial.
Ia menepis anggapan bahwa lembaga yang sudah didiaminya 12 tahun itu telah disusupi konflik kepentingan.
"Kalau sampai ada komentar kayak begitu saya sedih dan saya mengatakan enggak. Enggak. MK ya Mahkamah Konstitusi," kata Arief setelah menjalani pemeriksaan perdana Majelis Kehormatan MK (MKMK), Selasa (31/10/2023).
Baca juga: MKMK Akan Periksa Panitera MK Usut Kejanggalan Pendaftaran Gugatan Usia Capres-cawapres
“Kalau pun ada yang menganggap gitu, saya sedih sekali. Pengalaman saya sebagai hakim Mahkamah Konstitusi sudah 12 tahun. Kalau ada komentar begitu, saya sedih. Ngeri lah kalau bagi saya,” tambah dia.
Arief berharap, narasi "Mahkamah Keluarga"tidak dilanjutkan demi menjaga nama baik MK. Apalagi, MK akan berperan krusial dalam tahun politik selaku pengadil sengketa/perselisihan hasil pemilu.
“Jadi, ada berita-berita negatif atau sampai mengatakan itu Mahkamah Keluarga ya jangan sampai disebarluaskan lah, itu tidak baik," pungkasnya.
Arief dan sejumlah hakim lainnya menjalani pemeriksaan oleh MKMK terkait dugaan pelanggaran etik.
Sebagai informasi, dugaan pelanggaran kode etik ini mengemuka setelah MK yang diketuai ipar Presiden Joko Widodo, Anwar Usman, mengabulkan gugatan terkait syarat usia calon presiden dan wakil presiden (capres-cawapres) pada Senin (16/10/2023) lewat putusan yang kontroversial.
Dalam putusan nomor 90/PUU-XXI/2023, MK merumuskan sendiri norma bahwa seorang pejabat yang terpilih melalui pemilu dapat mendaftarkan diri sebagai capres-cawapres walaupun tak memenuhi kriteria usia minimum 40 tahun.
Putusan ini memberi tiket untuk putra sulung Jokowi yang juga keponakan Anwar, Gibran Rakabuming Raka, untuk melaju pada Pilpres 2024 dalam usia 36 tahun berbekal status Wali Kota Solo yang baru disandangnya 3 tahun.
Gibran pun secara aklamasi disepakati Koalisi Indonesia Maju (KIM) sebagai bakal cawapres pendamping Prabowo Subianto sejak Minggu (22/10/2023) dan telah didaftarkan sebagai bakal capres-cawapres ke KPU RI, Rabu (25/10/2023).
Anwar membantah dirinya terlibat konflik kepentingan dalam memutus perkara ini, meski pendapat berbeda (dissenting opinion) hakim konstitusi yang tak setuju Putusan 90 itu mengungkap bagaimana keterlibatan Anwar mengubah sikap MK dalam waktu pendek.
Baca juga: Setelah Anwar Usman, Giliran Arief Hidayat Diperiksa MKMK
Hingga kini, MK telah menerima secara resmi 18 aduan terkait dugaan pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku hakim dari putusan perkara nomor 90/PUU-XXI/2023 tersebut.
Aduan tersebut bervariasi, mulai dari melaporkan Ketua MK Anwar Usman selaku paman Gibran, ada yang memintanya mengundurkan diri, ada yang melaporkan seluruh hakim konstitusi, ada yang melaporkan hakim yang menyampaikan pendapat berbeda (dissenting opinion), dan aduan yang mendesak agar segera dibentuk MKMK.
MKMK menyatakan bakal membacakan putusan paling lambat pada 7 November 2023, sehari sebelum tenggat pengusulan bakal pasangan capres-cawapres pengganti ke KPU RI.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.