Pasangan ini menggandakan program hilirisasi dan industrialisasi berbasiskan sumber daya alam (SDA), termasuk di sekitar maritim untuk membuka lapangan kerja seluas-luasnya.
Tentang isu pelindungan hak warga negara bekerja, pasangan ini menjanjikan akan memperketat masuknya tenaga kerja asing (TKA) melalui pembentukan Satgas Pengawasan TKA untuk melindungi tenaga kerja dalam negeri. Program ini hampir sama dengan program ditawarkan oleh pasangan AMIN.
Selain itu, pasangan Prabowo-Gibran berjanji mendorong perusahaan untuk menempatkan angkatan kerja berusia 18-24 tahun sebagai karyawan tetap melalui subsidi premi asuransi untuk pekerja selama 12 bulan.
Perihal isu pelindungan hak-hak pekerja dan kesejahteraan pekerja tidak disinggung sama sekali dalam dokumen visi-misi Prabowo-Gibran ini. Mereka hanya menyatakan dalam dokumen visi-misi bahwa semua buruh bisa tidur tenang karena menerima penghasilan yang cukup.
Pernyataan itu lebih cenderung jargon atau retorika belaka tanpa ada tawaran program yang konkret untuk mewujudkan hal tersebut. Mereka tidak menetapkan standar dan target UMP agar buruh bisa tidur tenang.
Pasangan ini dalam dokumen visi-misi mencantumkan bahwa pendapatan per kapita setara negara maju. Artinya pendapatan penduduk berkisar Rp 15 juta per bulan.
Namun, pernyataan tersebut tidak bisa dijadikan pegangan buat pekerja, karena tidak ditujukan spesifik kepada buruh/pekerja.
Untuk program peningkatan jaminan sosial ketenagakerjaan, pasangan ini tidak mencatumkan dalam dokumen visi-misinya.
Tentang isu peningkatan kualitas SDM pekerja dan kompetensi, Prabowo-Gibran melakukan langkah meningkatkan kualitas tenaga kerja melalui berbagai pelatihan kerja yang bersertifikasi.
Pasangan ini juga akan melakukan revitalisasi Balai Latihan Kerja (BLK) dengan penerapan berbasis kompetensi kriya dan seni kreatif guna meningkatkan kualitas tenaga kerja agar produktif dan berdaya saing.
Program yang ditawarkan cukup menarik untuk dijadikan pertimbangan bagi pekerja untuk menentukan pilihannya atas tawaran program peningkatan SDM dan kompetensi pekerja.
Tentang isu sistem tata kelola ketenagakerjaan dalam pelayanan proses orang bekerja secara mudah, cepat dan praktis bagi pekerja, tidak disinggung pasangan Prabowo-Gibran.
Pasangan ini juga tidak memiliki strategi dan program merebut pasar kerja global pada Pekerja Migran Indonesia (PMI).
Hasil analisis visi-misi dari ketiga pasangan capres-cawapres yang telah dikupas di atas dapat disimpulkan bahwa tidak ada terobosan signifikan dalam mengubah masa depan pekerja.
Tawaran visi-misi ketiga pasangan masih normatif dalam memperjuangkan nasib pekerja kedepan, malah bisa menimbulkan masalah baru.
Tentang pembukaan lapangan pekerjaan baru, ketiga pasangan capres-cawapres tidak bisa memproyeksikan dengan tepat. Validasi data angka pengangguran dan pertumbuhan angkatan kerja baru per tahun tidak digali dengan akurat.
Komitmen ketiga pasangan capres-cawapres tentang pelarangan hak orang bekerja ke luar negeri sebagai bentuk pelindungan atas hak orang bekerja dijamin oleh konstitusi dan konvensi internasional tidak muncul dari ketiga pasangan capres-cawapres.
Komitmen ini sangat penting karena kasus ini pernah terjadi pada zaman kepemimpinan SBY dan Jokowi. Mereka melakukan pelarangan warga bekerja ke Arab Saudi pada 2012 - 2023.
Puncaknya pada 2015, Jokowi menutup penempatan PMI ke semua negara kawasan Timur Tengah. Kebijakan tersebut membunuh hak orang bekerja dan terjadi penempatan PMI ilegal sangat tinggi.
Karena ada aksi protes dari aktivis pekerja dan mahasiswa, akhirnya pada Oktober 2023 dibuka dengan masih memberlakukan persyaratan yang ketat.
Tentang isu perjuangan hak-hak pekerja, ketiga pasangan minus pengetahuan dan rasa (empati). Maka konsep dan terobosan bidang ketenagakerjaan yang muncul terkesan asbun (asal bunyi) untuk membawa pekerja Indonesia kedepan jika mereka terpilih.
Ketiga pasangan capres-cawapres tidak berani menawarkan Upah Minimun Provinsi (UMP) sebagai tolok ukur pelindungan hak-hak pekerja mendapatkan gaji yang layak dan mensejahterakan.
Ketiga pasangan capres-cawapres ini berpotensi tetap melestarikan pekerja Indonesia sebagai pekerja upah murah. Sedangkan pekerja di dunia sekarang sedang bergerak menuntut "Fight for $15", yaitu upah minimun 15 dollar AS setara Rp 238.000 per jam.
Sementara, rata-rata upah minimun di Indonesia adalah sebesar Rp 2,9 juta atau hanya Rp 18.125 per jam. Upah ini masih jauh dari kelayakan.
Tak aneh, ada video viral bahwa ada orang luar kaget mendengar upah di Indonesia cuma 300 dollar AS per bulan. Orang luar mengira upah di Indonesia Rp 75 juta atau paling minim Rp 30 juta per bulan.
Bagi mereka gaji segitu tidak masuk akal. Apakah mereka baik-baik saja? Tanya orang luar tersebut.
Tentang jaminan sosial pekerja Indonesia masih belum komprehensif dibandingkan dengan negara lain, khususnya di ASEAN. Seperti cakupan, manfaat, pembiayaan, dan kinerja masih lemah.
Cakupan jaminan sosial pekerja hanya sekitar 41,45 persen. Sedangkan di negara-negara seperti Thailand, Vietnam, dan Filipina cakupannya lebih dari 60 persen.
Jenis dan besaran manfaat yang diberikan kepada pekerja dan keluarganya hanya tujuh program jaminan sosial pekerja, yaitu JKN, JKK, JHT, JP, JKM, JKP, dan PKH.
Namun, manfaat yang diberikan masih terbatas dan tidak merata. Di negara-negara lain, terdapat program-program tambahan seperti jaminan kelahiran, jaminan penyakit kronis, jaminan cacat, dan jaminan tunjangan keluarga.
Pada sumber dan mekanisme pembiayaan jaminan sosial pekerja di Indonesia berasal dari iuran pekerja, pemberi kerja, dan pemerintah. Namun, iuran pekerja dan pemberi kerja masih rendah dan tidak sesuai dengan kemampuan ekonomi.
Di negara-negara lain, pembiayaan jaminan sosial pekerja berasal dari kombinasi antara iuran, pajak, dan dana umum.
Persoalan Efektivitas dan efisiensi pengelolaan jaminan sosial pekerja di Indonesia yang dikelola oleh BPJS Ketenagakerjaan kurang pengawasan, pelayanan, transparansi, koordinasi, dan inovasi.
Di negara-negara lain, pengelolaan jaminan sosial pekerja dilakukan oleh lembaga-lembaga yang berbeda-beda sesuai dengan programnya.
Namun ketiga pasangan capres-cawapres tidak menyentuh sama sekali isu tersebut. Mereka tidak memiliki visi-misi tentang jaminan sosial pekerja Indonesia agar terlindungi lebih komprehensif dan sejalan dengan standar internasional.
Yang dinilai cukup bagus dari ketiga pasangan capres-cawapres ini adalah tentang program-program peningkatan SDM dan kompetensi pekerja. Program-program yang ditawarkan sangat bervariatif.
Ketiga pasangan memiliki pendekatan berbeda-beda dalam meningkatkan SDM dan kompetensi pekerja. Ini membuat pemilih bisa memilih sesuai seleranya dari tawaran ketiga pasangan capres-cawapres tersebut.
Tentang isu sistem tata kelola ketenagakerjaan tidak disinggung ketiga pasangan. Sedangkan, permasalahan sistem tata kelola yang ada saat sekarang ini sangat dibutuhkan terobosannya untuk menciptakan sistem yang praktis, mudah, cepat dan berbiaya murah.
Selain itu, ketiga pasangan capres-cawapres tidak menyentuh sama sekali dalam visi-misi mereka untuk memperjuangkan nasib PMI. Tidak ada satu kalimat pun tertulis dalam dokumen visi-misi ketiga pasangan capres-cawapres.
Sedangkan, PMI adalah pahlawan devisa yang menghasilkan devisa buat negara sebesar Rp 159,6 triliun per tahun. Mereka adalah penyumbang devisa terbesar nomor dua setelah migas.
Kehadiran PMI juga berperan besar dalam mengatasi kekurangan lapangan pekerjaan di Indonesia dan rendahnya kesejahteraan pekerja.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.