Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mahfud Sebut Aparat Penegak Hukum Rusak, Sering Terjadi Mafia dan Kolusi

Kompas.com - 23/10/2023, 23:02 WIB
Ardito Ramadhan,
Dani Prabowo

Tim Redaksi

 

JAKARTA, KOMPAS.com - Bakal calon wakil presiden Mahfud MD mengungkapkan bahwa aparat penegak hukum di Indonesia rusak dan menjadi tempat terjadinya praktik mafia dan kolusi.

Mahfud menyampaikan itu saat menjawab pertanyaan publik dalam sebuah diskusi di kawasan Blok M, Jakarta, Senin (23/10/2023). Adapun pertanyaan yang diajukan seputar upaya reformasi hukum yang akan dilakukan Mahfud bila terpilih kelak.

"Di tempat kita itu aparat penegak hukum yang rusak, aparat penegak hukum itu kan ada jaksa, hakim, polisi, pengacara. Nah di sini sering terjadi mafia, sering terjadi kolusi," kata Mahfud di kawasan Blok M, Jakarta, Senin (23/10/2023).

Baca juga: Mahfud Sebut Banyak Transaksi Gelap di Kementerian

Ia pun menjelaskan bahwa ada tiga aspek yang harus diperhatikan terkait hukum, yakni aturan, aparat dan budaya atau perilaku masyarakat.

Ia meyakini bahwa aturan hukum yang saat ini berlaku di Indonesia sudah cukup baik, meskipun masih ada yang perlu disempurnakan. Namun, penyempurnaan itu dapat dilakukan secara perlahan.

Namun ketika berbicara mengenai aparat, Mahfud turut mempersoalkan praktik jual beli dan konflik kepentingan yang ada di pemerintahan. 

Menurut Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan ini, pelanggaran hukum, korupsi dan kolusi saat ini terjadi hampir di semua lapisan.

Baca juga: Mahfud Tunggu Waktu Bertemu Jokowi Setelah Jadi Cawapres Ganjar

Mahfud kemudian menyebut nama beberapa kementerian sebagai contoh.

"Semua itu ada proses-proses transaski gelap untuk penerbitan izin-izin, penentuan proyek dan sebagainya. Itu semua ada tingkat pelaksana aparat birokrasi," ujar Mahfud.

Mahfud menambahkan, agar hukum tidak tumpul ke atas dan tajam ke bawah, pemerintah harus memberikan kepastian. Salah satunya, bila menyangkut investasi dan perekonomian, maka kepastian yang harus diberikan berkaitan dengan izin.

"Karena ini yang sering terjadi itu, saya memberi izin investasi kepada Cak Lontong, sudah dapat Cak Lontong masih bekerja. Lalu ada yang datang lagi, Denny datang diberikan lagi di tempat yang sama sehingga nanti datang lagi yang lainnya diberikan lagi," kata Mahfud.

"Sehingga tumpang tindih lalu terjadi kisruh di sini, di situ korupsi besar-besaran terjadi," imbuh mantan Ketua Mahkamah Konstitusi itu.

Baca juga: MKMK Dibentuk Usut Pelanggaran Etik Hakim MK, Mahfud: Jangan Terlalu Optimistis

Sementara itu, menurut dia, penegakan hukum tumpul ke atas karena tidak berdaya menghadapi orang-orang kuat, seperti pemilik modal, aparat, dan pejabat pembuat kebijakan.

"Ke bawah, rakyat kecil ini yang hak-haknya sering dirampas secara tidak adil itu harus kita beri perlindungan. Jadi di atas itu harus penegasan dan kepastian, (sedangkan) ke bawah perlindungan," papar Mahfud.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Kejagung Jelaskan soal Lelang Saham PT GBU yang Bikin Jampidsus Dilaporkan ke KPK

Kejagung Jelaskan soal Lelang Saham PT GBU yang Bikin Jampidsus Dilaporkan ke KPK

Nasional
[POPULER NASIONAL] SYL Ajak Makan Biduan Nayunda | Surya Paloh Dilaporkan Kegiatan Organisasi Sayap Nasdem Didanai Kementan

[POPULER NASIONAL] SYL Ajak Makan Biduan Nayunda | Surya Paloh Dilaporkan Kegiatan Organisasi Sayap Nasdem Didanai Kementan

Nasional
Kemenlu RI: 24 WNI yang Ditangkap Palsukan Visa Haji, 22 di Antaranya Akan Dideportasi

Kemenlu RI: 24 WNI yang Ditangkap Palsukan Visa Haji, 22 di Antaranya Akan Dideportasi

Nasional
124.782 Jemaah Calon Haji RI Sudah Tiba di Tanah Suci, 24 Orang Wafat

124.782 Jemaah Calon Haji RI Sudah Tiba di Tanah Suci, 24 Orang Wafat

Nasional
Istana Mulai Bahas Peserta Upacara 17 Agustus di IKN

Istana Mulai Bahas Peserta Upacara 17 Agustus di IKN

Nasional
Kejagung Tetapkan 6 Eks GM PT Antam Jadi Tersangka Korupsi Emas 109 Ton

Kejagung Tetapkan 6 Eks GM PT Antam Jadi Tersangka Korupsi Emas 109 Ton

Nasional
Terima Aduan Keluarga Vina, Komnas HAM Upayakan 'Trauma Healing' dan Restitusi

Terima Aduan Keluarga Vina, Komnas HAM Upayakan "Trauma Healing" dan Restitusi

Nasional
SYL Beri Kado Kalung Emas Buat Penyanyi Dangdut Nayunda Nabila

SYL Beri Kado Kalung Emas Buat Penyanyi Dangdut Nayunda Nabila

Nasional
Febri Diansyah Jadi Saksi di Sidang SYL Senin Pekan Depan

Febri Diansyah Jadi Saksi di Sidang SYL Senin Pekan Depan

Nasional
SYL Pesan 'Wine' saat Makan Siang, Dibayar Pakai Uang Kementan

SYL Pesan "Wine" saat Makan Siang, Dibayar Pakai Uang Kementan

Nasional
Kementan Kerap Tanggung Biaya Makan Bersama SYL dan Eselon I

Kementan Kerap Tanggung Biaya Makan Bersama SYL dan Eselon I

Nasional
Draf Revisi UU Polri: Perpanjangan Usia Pensiun Jenderal Polisi Ditetapkan dengan Keputusan Presiden

Draf Revisi UU Polri: Perpanjangan Usia Pensiun Jenderal Polisi Ditetapkan dengan Keputusan Presiden

Nasional
Bayar Cicilan Apartemen Biduanita Nayunda, SYL: Saya Merasa Berutang Budi

Bayar Cicilan Apartemen Biduanita Nayunda, SYL: Saya Merasa Berutang Budi

Nasional
Kehadirannya Sempat Buat Ricuh di MK, Seorang Saksi Mengaku Tambah Ratusan Suara PAN di Kalsel

Kehadirannya Sempat Buat Ricuh di MK, Seorang Saksi Mengaku Tambah Ratusan Suara PAN di Kalsel

Nasional
Gerindra: Negara Rugi jika TNI-Polri Pensiun di Usia 58 Tahun

Gerindra: Negara Rugi jika TNI-Polri Pensiun di Usia 58 Tahun

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com