Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Soal Putusan MK Beri Karpet Merah Gibran, Mahfud: Tak Boleh Terjadi Lagi

Kompas.com - 23/10/2023, 18:37 WIB
Ardito Ramadhan,
Icha Rastika

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Bakal calon wakil presiden Mahfud MD menyatakan, putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang memberi karpet merah bagi Wali Kota Solo Gibran Rakabuming Raka maju pada pemilihan presiden tidak boleh terjadi lagi.

Mahfud beralasan, putusan MK tersebut menyalahi sejumlah asas yang seharusnya ditaati oleh MK dalam memutus sebuah perkara.

"Bagi yang pernah terjadi, itu tidak boleh terjadi lagi ke depannya karena dalam pengadilan itu ada asas-asas sebenarnya," kata Mahfud dalam acara bincang-bincang di kawasan Blok M, Jakarta, Senin (23/10/2023).

Baca juga: Beda dengan Mahfud dan Cak Imin, Hanya Gibran yang Tak Hadir Saat Diumumkan Jadi Cawapres

Mahfud menilai, setidaknya ada dua asas yang dilanggar. Asas pertama yakni hakim tidak boleh ikut memutus perkara yang terkait dengan kepentingan diri sendiri maupun keluarga.

Adapun Ketua MK Anwar Usman yang merupakan paman Gibran ikut mengambil keputusan dalam perkara yang memuluskan jalan Gibran maju ke pilpres itu.

Selain itu, Mahfud mengingatkan bahwa MK tidak berwenang mengubah isi undang-undang, dalam hal ini Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu).

Dalam putusan ini, MK menambahkan frasa pada ketentuan syarat pencalonan presiden dan wakil presiden yang memberi jalan Gibran maju pada pilpres.

"MK itu tugasnya bukan membuat tapi membatalkan, tugas utamanya, ini batal gitu lho. Tapi ini tidak batal tapi ditambah gitu, itu sebenarnya enggak boleh, kalau aturannya," kata Menko Polhukam itu.

Baca juga: MK Belum Bisa Janji Anwar Usman Tak Adili Sengketa Pilpres yang Mungkin Libatkan Gibran

Mahfud pun menyerahkan kontroversi terkait putusan ini kepasa Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) yang akan dibentuk.

"Tapi ya jangan terlalu optimis juga karena kadang kala siapa yg akan menjadi majelis itu terkadang bisa dibeli juga, bisa direkayasa juga," kata mantan Ketua MK ini.

Lebih lanjut, Mahfud menekankan bahwa putusan MK sudah bersifat final dan mengikat sehingga menurutnya harus diterima dan tidak perlu diperdebatkan lagi.

Mahfud juga memandang perdebatan soal putusan MK tersebut lebih banyak memberikan kerugian bila terus diperdebatkan karena akan berdampak ke pelaksanaan pemilu.


Namun, ia kembali menegaskan bahwa putusan semacam ini tidak boleh terjadi di masa depan.

"Keputusan ini bisa saja terjadi jika situasi pengembangan dan pembangunan hukum masih seperti sekarang, tapi ini jadi pelajaran bagi kita semua agar ke depan itu tidak boleh terjadi lagi," ujar Mahfud.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Nasional
LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir 'Game Online' Bermuatan Kekerasan

LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir "Game Online" Bermuatan Kekerasan

Nasional
MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

Nasional
PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Nasional
Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Nasional
'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

"Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

Nasional
Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Soal 'Presidential Club', Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Soal "Presidential Club", Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Nasional
Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com