Dengan menjadikan Kaesang ketua umum, PSI ingin menarik suara pendukung Jokowi. Tidak heran Kaesang tanpa ragu meminta dukungan relawan Jokowi ke PSI.
Namun mengapa Kaesang? Jelas, karena dia anak Presiden Jokowi. Maksudnya, keputusan tersebut tidak lepas dari keberadaan Jokowi yang menjadi magnet politik dan kekuasaan saat ini.
Jokowi, harus diakui, adalah anomali. Jika para politisi lazim merasakan menang dan kalah dalam kontestasi politik, Jokowi tidak pernah kalah.
Dua kali menang dalam Pilkada Solo, menang dalam Pilkada Jakarta, dan dua kali menang dalam pemilu presiden. Padahal, dia bukan elite partai. Juga tidak punya latar belakang militer.
Di tengah sistem demokrasi multi partai, ia berhasil mengonsolidasikan mayoritas kekuatan partai di parlemen sehingga dapat menjalankan roda pemerintahan tanpa gangguan oposisi yang berarti.
Di tengah dunia yang resesi, ekonomi Indonesia tumbuh 5,02 persen. Ia punya executive tool box istimewa, sehingga proyek-proyek strategis yang besar, seperti pemindahan ibu kota ke Kalimatan, hilirisasi nikel, bisa berjalan nyaris tanpa penolakan.
Di tengah teori kutukan periode dua, di mana hampir semua pemimpin politik di periode kedua pemerintahannya mengalami penurunan dukungan publik, survei LSI menunjukkan tingkat dukungan masyarakat mencapai 82 persen, tertinggi sepanjang sejarah.
Daftar kehebatan dan anomali Jokowi bisa ditambah tetapi cukup dikatakan, ia seperti raja midas politik, apa yang disentuhnya berubah menjadi emas.
Karena keistimewaannya, Andy Budiman- salah satu pimpinan PSI- menyebut Jokowi sebagai metafora "Indonesian dream": di negeri ini siapa pun bisa memperoleh kesempatan yang sama untuk menjadi apa pun asal bersedia belajar dan bekerja keras.
Menurut dia, Jokowi berhasil menghidupkan esensi demokrasi: memberi ruang dan kesempatan yang sama kepada semua orang untuk berkembang dan mengembangkan kemampuan terbaik dari diri mereka (Kompas, 21 Juni 2023).
Andy bahkan menyebut kepemimpinan Jokowi ibarat "isme" baru: Jokowisme. Belakangan, para petinggi PSI memakai kaos bertuliskan "Jokowi is me".
Menurut penulis, keputusan menjadikan Kaesang sebagai ketua umum PSI ibarat tusukan belati ke jantung idealisme PSI yang menjunjung tinggi egalitarianisme dan keadilan.
Alasan untuk menjadikan Kaesang sebagai ketua umum PSI karena Kaesang merepresentasikan Jokowi atau menghidupi Jokowisme adalah keliru.
Dalam politik, tidak selalu berlaku “buah jatuh tidak jauh dari pohonnya”. Menganggap Kaesang sebagai representasi Jokowi adalah cara berpikir tidak rasional. Itu cocok dengan semangat zaman feodal.