Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Hamid Awaludin

Mantan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia dan Duta Besar Indonesia untuk Rusia dan Belarusia.

Ketika Dinasti Jokowi Meninggalkan Megawati

Kompas.com - 23/10/2023, 05:30 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Abraham Lincoln, idola saya, sangat benar ketika ia mengatakan: Semua orang bisa mengatasi persoalan yang dihadapinya. Namun, jika hendak mengukur kualitas seseorang, berilah ia kekuasaan.

Bagaimana ke depan? Is the game over bagi Megawati? Sama sekali tidak.

Masa pemerintahan Jokowi masih tersisa setahun. Banyak ikhwal yang bisa terjadi selama setahun ke depan.

Pemerintahan Jokowi tidak bakal berjalan efektif tanpa partai jangkar yang menahan ombak agar perahu tak oleng, atau karang dan tenggelam. Partai jangkar Jokowi adalah PDI-P.

Bagaimana partai politik yang mendukung pencalonan Gibran sebagai Wapres RI? Agak pelik untuk mengatakan mereka adalah partai politik yang setia ke Jokowi.

Kesetiaan mereka hanya bersifat temporer belaka, sesuai kepentingan sesaat yang memberi kenikmatan seketika.

Kalau toh mereka setia, hitungan matematika masih berada di bawah jumlah partai yang mendukung Ganjar-Mahfud dan Anies-Muhaimin.

Saya membayangkan bahwa setahun ke depan, bisa jadi para parpol pendukung Ganjar dan Anies menyatu padu dalam hal menyiasati sisa masa pemerintahan Jokowi tersebut. Ini yang perlu dihitung matang oleh pemerintahan Jokowi. Jangan dianggap remeh.

Perlu kita hitung-hitungan dengan asumsi yang kuat: Sebagian partai pendukung yang berada di barisan pencalonan Gibran, adalah juga partai politik yang terluka.

Dari awal mereka memiliki calon yang lain, bukan Gibran. Mereka hanya memaksakan diri untuk ikut irama gendang politik yang ditabuh oleh tahta dan titah kekuasaan. Bukan karena kemauan politik mereka dan kader-kader mereka. Wallahu alami bissawab.

Dan akhirnya memang, Mas Gibran benar: mari kita serahkan kepada warga. Putusan terhadap akhlak atau tabiat politik, ditentukan di tempat pemugutan suara, oleh rakyat yang berdaulat.

Kedaulatan itu harus dijaga bersama, bukan kedaulatan yang digiring dengan intimidasi kuasa.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com