Politisi harus berteman dengan para intelektual. Intelektual tidak boleh juga antipati dengan politik. Syaratnya harus tidak memihak pada pemuasan pemesan kepentingan saja. Adil sejak dalam pikiran, kata Pramoedya Ananta Toer.
Terceburnya para intelektual dalam kepentingan politik melalui survei dan iming-iming konsultan politik merupakan jebakan. Jebakan untuk politisi pemakai jasa dan juga kaum intelektual yang menjual jasa.
Para politisi sudah terbiasa berbohong dan para intelektual sudah terbiasa untuk berbohong. Retorikanya melampai (berliuk-liuk) sehingga tidak bisa dibedakan apakah itu bualan atau teori ilmu pengetahuan. Berbohong dengan elegan, berbohong secara akademik.
Konstruksi kebenaran akademik digunakan untuk memanipulasi banyak orang. Tujuannya, membangun citra pemakai jasa untuk mewujudkan hasrat berkuasanya.
Angka-angka survei dan bualan para konsultan yang berkamuflase menjadi pengamat berseliweran untuk membentuk opini publik.
Opini publik dikendalikan oleh para intelektual yang mampu mengotak-atik teori-teori akademik.
Sihir akademik yang memukau menyebabkan masyarakat menjadi seolah-olah rasional dalam mengambil pilihan politik. Rasionalitas masyarakat yang dikonstruksi oleh media merupakan rasionalitas palsu.
Rasionalisasi harus didasarkan pada refleksi mendalam. Politik memang kubangan yang sulit bersih, tetapi dari kubangan itu hajat hidup orang banyak dipertaruhkan. Termasuk hajat hidup para intelektual.
Berbohong secara akademis pun dihalalkan untuk perwujudan kesejahteraan. Bukankah begitu?
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.