JAKARTA, KOMPAS.com - Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyampaikan keterangannya terkait putusan Mahkamah Konstitusi (MK) soal gugatan uji materi batas minimum usia calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres).
Keterangan tersebut disampaikan Presiden secara daring di sela-sela kunjungan kerjanya ke China pada Senin (16/10/2023) malam.
Dalam penjelasannya, Presiden Jokowi menekankan sikapnya yang enggan mengomentari putusan MK.
Kepala Negara pun menyarankan masyarakat menanyakan langsung ke MK soal hasil putusan yang dibacakan sejak Senin pagi hingga sore hari tersebut.
"Ya mengenai putusan MK silahkan ditanyakan ke Mahkamah Konstitusi. Jangan saya yang berkomentar, silahkan juga pakar hukum yang menilainya," ujar Jokowi.
Baca juga: Jokowi Tolak Komentari Putusan MK tentang Usia Capres-Cawapres
Presiden kemudian menjelaskan alasan mengapa dirinya enggan mengomentari putusan-putusan yang ada.
Menurut Jokowi, ia tidak ingin komentar yang disampaikannya nanti disalahpahami oleh publik.
"Saya tidak ingin memberikan pendapat atas keputusan MK. Nanti bisa disalah-mengerti seolah-olah saya mencampuri kewenangan yudikatif," katanya.
Dalam keterangannya tersebut, Presiden juga merespons pertanyaan soal dampak putusan MK yang membuka peluang bagi putra sulungnya, Gibran Rakabuming Raka, bisa maju sebagai bakal calon wakil presiden (cawapres) di pemilihan presiden (Pilpres) 2024.
Jokowi menegaskan bahwa persoalan pencalonan presiden dan wakil presiden adalah urusan partai politik (parpol) maupun gabungan parpol. Sehingga, ia meminta agar ditanyakan langsung kepada parpol.
Baca juga: Jokowi Enggan Tanggapi Putusan MK soal Usia Minimal Cawapres: Nanti Seolah Mencampuri Yudikatif
Di akhir penjelasannya, Presiden kembali memberikan pernyataan penegasan bahwa dirinya tidak mencampuri urusan penentuan capres atau cawapres.
"Pasangan capres dan cawapres itu ditentukan oleh partai politik atau gabungan partai politik. Jadi, silahkan tanyakan saja kepada partai politik. Itu wilayah parpol," ujarnya.
"Dan saya tegaskan bahwa saya tidak mencampuri urusan penentuan capres atau cawapres," kata Jokowi lagi menegaskan.
Sebagaimana diketahui, sorotan publik kepada MK dan keluarga Presiden Jokowi kian tajam menjelang putusan MK pada Senin kemarin.
Pasalnya, putra sulung Presiden Jokowi, Gibran Rakabuming Raka, sebelumnya telah digadang-gadang akan maju sebagai bakal cawapres untuk Pemilihan Umum (Pemilu) 2024.
Namun, Wali Kota Solo itu terhalang batas usia syarat pencalonan wakil presiden. Sebab, Gibran masih berusia 36 tahun.
Baca juga: Jokowi: Saya Tidak Mencampuri Urusan Capres dan Cawapres
Dengan adanya sejumlah gugatan uji materi soal batas usia capres ke MK, sejumlah pihak khawatir lembaga itu dimanfaatkan untuk kepentingan dinasti politik keluarga Jokowi.
Terlebih, Ketua MK Anwar Usman adalah adik ipar Presiden Jokowi.
Dalam pembacaan putusan pada Senin sore, MK menyatakan mengabulkan gugatan perkara nomor 90/PUU-XXI/2023 terkait usia minimal capres dan cawapres dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.
"Mengabulkan permohonan pemohon untuk sebagian," kata Ketua MK Anwar Usman dalam sidang pembacaan putusan.
Gugatan tersebut dimohonkan oleh mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Surakarta (Unsa) bernama Almas Tsaqibbirru.
Gugatan itu mempersoalkan syarat pencalonan presiden dan wakil presiden pada pasal 169 huruf q UU Nomor 7 Tahun 2017.
Pasal tersebut sedianya berbunyi “Persyaratan menjadi calon presiden dan calon wakil presiden adalah: berusia paling rendah 40 (empat puluh) tahun".
Anwar Usman dalam pembacaan putusan juga menyatakan, bahwa Pasal 169 huruf q Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu yang menyatakan, “berusia paling rendah 40 tahun” bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai "berusia paling rendah 40 tahun atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum, termasuk pemilihan kepala daerah".
Dengan demikian, Pasal 169 huruf q UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu selengkapnya berbunyi, “Berusia paling rendah 40 tahun atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum termasuk pemilihan kepala daerah".
Mahkamah juga menyatakan bahwa putusan ini berlaku mulai Pemilu Presiden 2024.
Baca juga: Anwar Usman Tak Ikut Putus 3 Gugatan Usia Capres-Cawapres yang Ditolak MK
Dengan adanya putusan MK itu, maka seseorang yang pernah menjabat sebagai kepala daerah atau pejabat negara lainnya yang dipilih melalui pemilu bisa mencalonkan diri sebagai presiden atau wakil presiden meski berusia di bawah 40 tahun.
Sebelumnya, pada Senin siang, MK telah membacakan tiga putusan soal permohonan uji materi aturan yang sama.
Ketiga perkara itu diajukan Partai Solidaritas Indonesia (PSI), Partai Garuda, dan sejumlah kepala daerah. Dengan perkara nomor 29/PUU-XXI/2023, 51/PUU-XXI/2023, dan 55/PUU-XXI/2023.
Pada pembacaan putusan tiga perkara tersebut, Ketua MK Anwar Usman menyatakan menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya.
Mahkamah berpandangan, perihal aturan batas usia capres-cawapres merupakan kewenangan pembentuk undang-undang, dalam hal ini presiden dan DPR.
Baca juga: MK Dinilai Lampaui Kewenangan, Menyimpang dari Konstitusi sebab Ubah Syarat Capres-Cawapres
Hakim konstitusi, Saldi Isra mengatakan, dalam hal tersebut Mahkamah tidak dapat menentukan batas usia minimal bagi capres dan cawapres.
"Dalam hal ini, Mahkamah tidak dapat menentukan batas usia minimal bagi calon presiden dan calon wakil presiden karena dimungkinkan adanya dinamika di kemudian hari," ujar hakim Saldi Isra pada Senin.
Namun, dengan adanya putusan MK yang dibacakan pada Senin sore, Gibran Rakabuming Raka, dapat maju sebagai cawapres pada Pilpres 2024 meski belum berusia 40 tahun.
Kendati masih berusia 36 tahun, Gibran berpengalaman lantaran menjabat sebagai Wali Kota Solo.
Dengan begitu, Gibran memenuhi syarat menjadi capres atau cawapres sebagaimana ketentuan terbaru berdasarkan putusan MK.
Baca juga: Rangkuman Dissenting Opinion Para Hakim MK di Putusan Usia Capres-Cawapres
Gugatan uji materi soal batas usia capres dan cawapres sudah mendapat sorotan sejak awal.
Dalam proses sebelum putusan, banyak pihak yang sudah memberi kritik dan masukan kepada MK.
Anggota DPR sekaligus Wakil Ketua MPR dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera Hidayat Nur Wahid (HNW) mengatakan, meski permohonan uji materi tersebut diajukan beberapa pihak, masyarakat sudah paham siapa-siapa saja yang akan diuntungkan jika permohonan ini dikabulkan.
Ia bahkan menyebut bahwa gugatan batas usia cawapres demi memuluskan langkah Gibran Rakabuming Raka maju pada Pemilu 2024.
“Diakui atau tidak, permohonan ini tentu ada hubungannya dengan wacana putra Presiden Joko Widodo, Mas Gibran Rakabuming Raka, yang digadang menjadi cawapres, tapi usianya belum mencapai 40 tahun sebagaimana persyaratan dalam UU Pemilu,” ujar HNW dalam keterangannya, Jumat (13/10/2023).
Baca juga: Ingatkan Amar Putusan Sebelumnya, PKS Minta MK Tolak Uji Materi Usia Cawapres
Kemudian, HNW menegaskan bahwa MK seharusnya tidak terpengaruh terhadap siapa pun dalam pengujian UU.
Ia lantas membandingkan permohonan ini dengan uji materi terkait batas usia calon kepala daerah beberapa tahun lalu.
Saat itu, MK tegas menolak permohonan dengan menyatakan urusan persyaratan usia bukan urusan MK, melainkan pembentuk undang-undang.
Ketua Dewan Nasional SETARA Institute Hendardi juga pernah menyinggung soal MK yang menjadi penopang dinasti Jokowi.
Baca juga: Tanggapan Megawati Usai MK Putuskan soal Syarat Usia Capres-Cawapres
Dalam keterangan tertulisnya pada 9 Oktober 2023, Hendardi menyatakan jika putusan MK membuka jalan bagi Gibran maju dalam pemilu maka akan menjadi praktik politik yang buruk.
“MK akan menjadi penopang dinasti Jokowi, jika karena putusannya, Gibran bisa berlaga dan memenangi pilpres. Ini adalah cara politik terburuk yang dijalankan oleh penguasa dari semua Presiden yang pernah menjabat,” katanya.
Hendardi juga menilai sulit bagi publik tidak mengaitkan hubungan kekerabatan Anwar Usman dengan keluarga Jokowi dalam perkara ini.
Apalagi, ketika putusan MK dianggap menguntungkan Jokowi dan dinasti politiknya.
Dengan situasi demikian, menurut Hendardi, tak heran jika kini MK dilabeli sebagai “Mahkamah Keluarga”.
“Itu semakin menguatkan tudingan orang tentang ‘Mahkamah Keluarga’,” ujarnya.
Baca juga: Rangkuman Dissenting Opinion Para Hakim MK di Putusan Usia Capres-Cawapres
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.