Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Karpet Merah" dari Sang Paman untuk Putra Mahkota Presiden

Kompas.com - 17/10/2023, 07:05 WIB
Vitorio Mantalean,
Icha Rastika

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Drama tersaji di sebuah ruang sidang di Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Senin (16/10/2023).

Tanpa disangka, Mahkamah Konstitusi melepas kejutan yang sudah diprediksi sejumlah, yakni mengabulkan gugatan yang memberi "karpet merah" untuk Wali Kota Surakarta Gibran Rakabuming melaju pada Pilpres 2024.

Tak sekadar mengabulkan gugatan, MK merumuskan sendiri norma yang akan membuka lebar gerbang untuk putra sulung Presiden Joko Widodo itu melanjutkan takhta sang ayah. 

Siasat tak sedap

Pasal yang menjadi pusaran gugatan yakni Pasal 169 huruf q UU Pemilu, yang mengatur syarat usia minimum capres-cawapres 40 tahun.

Publik mengaitkannya dengan hasrat trah Joko Widodo untuk terus berkuasa lewat tangan "putra mahkota".

Baca juga: Welcome to the Club, Gibran!

Ada tujuh gugatan terkait pasal itu yang diputus MK kemarin. Mulanya, satu gugatan gugur terlebih dulu karena pemohonnya menarik berkas permohonan.

Sisa enam gugatan. Majelis hakim membacakan tiga putusan yang selama ini perkaranya diperiksa berangkai dan intens sejak Mei 2023, yaitu perkara nomor 29-51-55/PUU-XXI/2023.

Selama sidang pemeriksaan, aroma Gerindra sangat kentara.

Perkara 29 diajukan PSI, partai yang belakangan semakin hangat dengan Koalisi Indonesia Maju (KIM).

Koalisi yang digawangi Gerindra, Golkar, PAN, Demokrat, PBB, Gelora, dan Prima itu tak malu mengakui bahwa nama Gibran dinominasikan secara serius sebagai kandidat pendamping Prabowo Subianto pada Pilpres 2024.

Perkara 51 diajukan Partai Garuda yang ketua umumnya, Ahmad Ridha Sabana, merupakan adik politikus Gerindra, Ahmad Riza Patria.

Baca juga: Pembacaan Putuskan MK soal Gugatan Usia Capres-Cawapres dan Kentalnya Aroma Gerindra

Perkara 55 dilayangkan sejumlah kepala daerah, di antaranya duo kader Gerindra, Wali Kota Bukittinggi Erman Safar dan Wakil Bupati Lampung Selatan Pandu Kesuma Dewangsa.

DPR juga diwakili politikus Gerindra, Habiburokhman, dalam menyampaikan pandangannya yang setuju agar batas usia capres-cawapres dilonggarkan.

Gerindra juga jadi satu-satunya partai politik yang menjadi pihak terkait pada perkara ini.

Dalam sidang pemeriksaan, Gerindra setuju bahwa usia 40 tahun seharusnya tidak menjadi syarat pokok, selama yang bersangkutan pernah menjadi penyelenggara negara.

Tak sedikit yang mengira, MK yang diketuai oleh adik ipar Jokowi, Anwar Usman, akan mengabulkan syahwat politik keluarga.

Namun, dalam sidang pembacaan putusan yang digelar untuk 3 perkara itu secara berturut, MK di luar dugaan menolak seluruh gugatan itu.


Pada perkara yang diajukan PSI, MK menilai, keinginan partai politik litu menurunkan syarat usia minimum capres-cawapres dari 40 ke 35 tahun tidak beralasan.

Pada perkara yang diajukan Garuda dan sejumlah kepala daerah, MK mempertanyakan batasan definisi "penyelenggara negara" yang bisa dipersamakan untuk menjadi capres-cawapres.

Pada intinya, MK menolak semua gugatan itu dengan sikap tegas, bahwa ihwal usia capres-cawapres adalah ranah pembentuk undang-undang yang tak memuat isu konstitusionalitas, sehingga bukan wewenang MK untuk mengadilinya.

Baca juga: PSI Kecewa MK Tolak Uji Materi Batas Usia Capres-Cawapres 35 Tahun

Tiga gugatan di atas rupanya telah diputus secara internal melalui Rapat Permusyawaratan Hakim (RPH) pada 19 September 2023. Anwar Usman tak ikut memutus perkara itu.

Uniknya, pada tiga perkara ini, hakim konstitusi terbaru yang dipromosikan DPR RI, Guntur Hamzah, selalu berada dalam pendapat berbeda (dissenting).

Seolah menunda kejutan

Anwar menyatakan, sidang pembacaan putusan diskors hingga 14.00 WIB untuk jeda istirahat dan makan siang. Masih ada tiga putusan tersisa untuk dibacakan.

Sebagian awak media beringsut meninggalkan Gedung MK pada siang hari, setelah tiga perkara itu diadili secara antiklimaks.

Sebagian mengira, sisa tiga perkara lain akan diberlakukan prinsip mutatis mutandis, menyesuaikan dengan putusan tiga perkara sebelumnya, yang artinya sama-sama ditolak MK.

Sidang kembali dibuka. Pembacaan putusan digelar kembali untuk perkara nomor 90/PUU-XXI/2023.

Perkara ini tak pernah intens dibicarakan dan diperiksa secara mendetail, karena memang hanya sekali disidangkan pada 5 September 2023 tanpa menukik ke pokok permohonan.

Almas Tsaqibbirru, seorang pelajar/mahasiswa kelahiran tahun 2000 dari Universitas Negeri Sebelas Maret, Solo, dalam permohonannya itu secara terang-terangan mengakui dirinya "pengagum Wali Kota Solo Gibran Rakabuming".

Baca juga: Sosok Almas, Mahasiswa Solo yang Gugatannya soal Batas Usia Capres-Cawapres Dikabulkan MK

Ia menyinggung sejumlah capaian Pemkot Solo yang ditorehkan kepemimpinan Gibran, seperti pertumbuhan ekonomi yang melebihi Yogyakarta dan Semarang serta peningkatan sektor industri pariwisata, sebagai pembenar bahwa Gibran seharusnya layak maju Pilpres 2024.

Perhatian wartawan mulai terbetot begitu Guntur Hamzah, yang dalam 3 perkara sebelumnya selalu berseberangan dengan putusan yang menolak gugatan pemohon, kini ganti membacakan pertimbangan Mahkamah.

Ia pun melancarkan satu per satu argumentasi yang secara jelas menyiratkan bahwa MK akan mengabulkan gugatan Almas.

Ia, misalnya, menegaskan bahwa presiden dan wakil presiden sama-sama merupakan rumpun jabatan yang dipilih (elected officials) sebagaimana kepala daerah lewat sebuah pemilu, sehingga jabatan keduanya dapat dipersamakan.

"Sehingga, tokoh figur tersebut dapat saja, dikatakan telah memenuhi syarat derajat minimal kematangan dan pengalaman (minimum degree of maturity and experience) karena terbukti pemah mendapat kepercayaan masyarakat, publik atau kepercayaan negara," kata Guntur.

"Kepala daerah (gubernur, bupati, dan walikota) dan jabatan elected officials dalam pemilu legislatif (anggota DPR anggota DPD, dan anggota DPRD) yang pernah/sedang menjabat sudah sepantasnya dipandang memiliki kelayakan dan kapasitas sebagai calon pemimpin nasional," papar dia.


Hakim yang dipromosikan DPR dalam skandal pencopotan hakim Aswanto itu mengatakan, pembatasan usia yang tidak disertai syarat alternatif setara merupakan "wujud ketidakadilan yang intolerable dalam kontestasi pemilihan presiden dan wakil presiden".

Dan demikianlah, akhirnya putusan itu diketuk palu Ketua MK Anwar Usman.

"Menyatakan Pasal 169 huruf q Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu bertentangan dengan Undang-undang Dasar 1945 sepanjang tidak dimaknai 'berusia 40 tahun, atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum termasuk pemilihan kepala daerah'," kata Anwar membacakan amar putusannya.

Baca juga: Profil Ketua MK Anwar Usman, Adik Ipar Jokowi yang Pimpin Sidang Putusan Batas Usia Capres-Cawapres

Dengan ini, maka syarat usia 40 tahun untuk mencalonkan diri sebagai capres-cawapres, yang selama ini menjadi kendala untuk mencalonkan Gibran, bukan syarat mutlak.

Kini, siapa pun orang yang belum 40 tahun, selama pernah/sedang menjadi kepala daerah atau anggota legislatif, ia bisa maju sebagai capres-cawapres.

Di sisi lain, MK menegaskan bahwa aturan baru yang mereka bikin ini dapat berlaku untuk Pilpres 2024, ketika Gibran masih berusia 36 tahun.

Tak seperti pada 3 perkara sebelumnya yang ditolak MK, Anwar Usman tercatat turut mengadili perkara yang diajukan Almas melalui RPH pada 21 September 2023.

Kekacauan internal

Total, 4 hakim konstitusi tidak sejalan dengan Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 yang menambahkan syarat capres-cawapres ini. Mereka adalah Saldi Isra, Wahiduddin Adams, Suhartoyo, dan Arief Hidayat.

Dua hakim konstitusi lainnya menyampaikan concurring opinion (alasan berbeda) walau sepakat pada putusan yang sama, yakni Daniel Foekh dan Enny Nurbaningsih.

Hakim konstitusi Arief Hidayat menyampaikan berbagai kejanggalan dalam proses hukum ini, termasuk inkonsistensi Anwar Usman yang tiba-tiba turut mengadili perkara padahal semula merasa memiliki konflik kepentingan.

Baca juga: Menanti Reaksi PDI-P Jika Gibran Melenggang ke Pilpres Dampak Putusan MK

Arief juga menyinggung perlakuan berbeda pada 3 perkara yang ditolak MK dengan perkara Almas.

Perkara-perkara yang ditolak MK diulur-ulur waktunya, sedangkan perkara Almas diputus jalur kilat.

Wakil Ketua MK Saldi Isra tak bisa menyembunyikan keheranannya. Dalam dissenting opinion-nya, Saldi tak segan menuding putusan ini bermasalah dari berbagai sisi.

"Sejak menapakkan kaki sebagai hakim konstitusi di gedung Mahkamah ini pada 11 April 2017, atau sekitar 6,5 tahun yang lalu, baru kali ini saya mengalami peristiwa aneh yang luar biasa dan dapat dikatakan jauh dari batas penalaran yang wajar Mahkamah berubah pendirian dan sikapnya hanya dalam sekelebat," kata dia.

Saldi juga mengungkap bagaimana para hakim berdebat sengit soal perkara ini dan sempat ada usulan menunda pembacaan putusan perkara Almas karena majelis hakim belum satu suara.

Baca juga: Mahfud MD: Protes pada Putusan MK Tak Akan Mengubah Keadaan

Namun, sentuhan politik menyapu argumentasi-argumentasi itu.

Memang, pendaftaran Pilpres 2024 akan dibuka KPU RI pada 19-25 Oktober 2023. Sudah di depan mata. Ipar dan keponakan sang paman seolah berkejaran dengan waktu.

"Di antara sebagian hakim yang tergabung dalam gerbong mengabulkan sebagian tersebut seperti tengah berpacu dengan tahapan pemilu umum presiden dan wakil presiden, sehingga yang bersangkutan terus mendorong dan terkesan terlalu bernafsu untuk cepat-cepat memutus perkara a quo," kata Saldi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Indonesia Digital Test House Diresmikan, Jokowi: Super Modern dan Sangat Bagus

Indonesia Digital Test House Diresmikan, Jokowi: Super Modern dan Sangat Bagus

Nasional
Menko Polhukam Harap Perpres 'Publisher Rights' Bisa Wujudkan Jurnalisme Berkualitas

Menko Polhukam Harap Perpres "Publisher Rights" Bisa Wujudkan Jurnalisme Berkualitas

Nasional
Saksi Sebut Kementan Beri Rp 5 Miliar ke Auditor BPK untuk Status WTP

Saksi Sebut Kementan Beri Rp 5 Miliar ke Auditor BPK untuk Status WTP

Nasional
Kasus Dugaan Asusila Ketua KPU Jadi Prioritas DKPP, Sidang Digelar Bulan Ini

Kasus Dugaan Asusila Ketua KPU Jadi Prioritas DKPP, Sidang Digelar Bulan Ini

Nasional
Gubernur Maluku Utara Nonaktif Diduga Cuci Uang Sampai Rp 100 Miliar Lebih

Gubernur Maluku Utara Nonaktif Diduga Cuci Uang Sampai Rp 100 Miliar Lebih

Nasional
Cycling de Jabar Segera Digelar di Rute Anyar 213 Km, Total Hadiah Capai Rp 240 Juta

Cycling de Jabar Segera Digelar di Rute Anyar 213 Km, Total Hadiah Capai Rp 240 Juta

Nasional
Hindari Konflik TNI-Polri, Sekjen Kemenhan Sarankan Kegiatan Integratif

Hindari Konflik TNI-Polri, Sekjen Kemenhan Sarankan Kegiatan Integratif

Nasional
KPK Tetapkan Gubernur Nonaktif Maluku Utara Tersangka TPPU

KPK Tetapkan Gubernur Nonaktif Maluku Utara Tersangka TPPU

Nasional
Soal Kemungkinan Duduki Jabatan di DPP PDI-P, Ganjar: Itu Urusan Ketua Umum

Soal Kemungkinan Duduki Jabatan di DPP PDI-P, Ganjar: Itu Urusan Ketua Umum

Nasional
Kapolda Jateng Disebut Maju Pilkada, Jokowi: Dikit-dikit Ditanyakan ke Saya ...

Kapolda Jateng Disebut Maju Pilkada, Jokowi: Dikit-dikit Ditanyakan ke Saya ...

Nasional
Jokowi dan Prabowo Rapat Bareng Bahas Operasi Khusus di Papua

Jokowi dan Prabowo Rapat Bareng Bahas Operasi Khusus di Papua

Nasional
Kemenhan Ungkap Anggaran Tambahan Penanganan Papua Belum Turun

Kemenhan Ungkap Anggaran Tambahan Penanganan Papua Belum Turun

Nasional
PAN Minta Demokrat Bangun Komunikasi jika Ingin Duetkan Lagi Khofifah dan Emil Dardak

PAN Minta Demokrat Bangun Komunikasi jika Ingin Duetkan Lagi Khofifah dan Emil Dardak

Nasional
Tanggapi Ide 'Presidential Club' Prabowo, Ganjar: Bagus-bagus Saja

Tanggapi Ide "Presidential Club" Prabowo, Ganjar: Bagus-bagus Saja

Nasional
6 Pengedar Narkoba Bermodus Paket Suku Cadang Dibekuk, 20.272 Ekstasi Disita

6 Pengedar Narkoba Bermodus Paket Suku Cadang Dibekuk, 20.272 Ekstasi Disita

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com