Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Satu Hakim MK Anggap PSI Tak Punya "Legal Standing" Minta Batas Usia Capres-Cawapres Turun

Kompas.com - 16/10/2023, 12:30 WIB
Vitorio Mantalean,
Icha Rastika

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Hakim konstitusi Wahiduddin Adams menyampaikan pendapat berbeda (dissenting opinion) terkait gugatan syarat usia minimum capres-cawapres yang diajukan Partai Solidaritas Indonesia (PSI), Senin (16/10/2023).

Wahiduddin menegaskan, gugatan PSI seharusnya tidak diterima sejak awal. Ia menilai, PSI tak memenuhi kedudukan hukum menjadi pemohon.

Menurut dia, Pasal 169 huruf q Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu (UU Pemilu) soal syarat usia minimum capres-cawapres 40 tahun hanya diperuntukkan untuk subyek hukum yang bersifat privat selaku pihak yang dicalonkan sebagai capres-cawapres.

"Oleh karena itu, ketika seseorang yang pada dirinya bukan sebagai subyek hukum yang akan mencalonkan diri sebagai calon presiden dan calon wakil presiden, maka sesungguhnya subjek hukum dimaksud tidak dapat mempersoalkan konstitusionalitas norma Pasal 169 UU 7/2017 a quo," kata Wahiduddin Adams membacakan pendapatnya dalam sidang pembacaan putusan.

Baca juga: MK: Syarat Usia Minimum Capres-Cawapres Tak Bertentangan dengan UUD 1945

Menurut dia, tidak ada hubungan hukum antara PSI dan para kadernya dengan soal capres-cawapres, terkhusus hubungan kausalitas antara hak konstitusional yang dimiliki oleh PSI dan kadernya dengan norma yang diuji.

Wahiduddin menegaskan, mereka tak memenuhi hubungan hukum sebagaimana dipersyaratkan dalam norma Pasal 4 Ayat (2) Peraturan MK Nomor 2 Tahum 2021 dan Putusan MK Nomor 006/PUU-II/2005 tanggal 31 Mei 2005 dan Nomor 11/PUU-V/2007 tanggal 20 September 2007.

"Oleh karena itu terhadap para pemohon tidak relevan untuk diberikan kedudukan hukum atau legal standing dalam permohonan a quo," ujar Wahiduddin.

"Oleh karenanya seharusnya Mahkamah menegaskan permohonan a quo tidak memenuhi syarat formil dan menyatakan permohonan para pemohon tidak dapat diterima," kata dia.

Sebelumnya diberitakan, MK menolak gugatan perkara nomor 29/PUU-XXI/2023 yang diajukan PSI untuk menurunkan usia minimum capres-cawapres dari 40 ke 35 tahun.

"Menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya," ujar Ketua MK Anwar Usman dalam sidang pembacaan putusan, Senin.

Baca juga: Unjuk Rasa di Patung Kuda, Massa Desak MK Tegas Menolak Gugatan Batas Usia Capres-Cawapres

Mahkamah berpendapat, penentuan usia minimum capres-cawapres menjadi ranah pembentuk undang-undang.

"Dalam hal ini, Mahkamah tidak dapat menentukan batas usia minimal bagi calon presiden dan calon wakil presiden karena dimungkinkan adanya dinamika di kemudian hari," ujar hakim Saldi Isra.

Sebagai informasi, perkara nomor 29/PUU-XXI/2023 diajukan pada 16 Maret 2023.

Dalam petitumnya, PSI meminta Pasal 169 huruf q Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu (UU Pemilu) soal syarat usia minimum capres-cawapres 40 tahun dinyatakan inkonstitusional.

Mereka meminta, syarat usia minimum capres-cawapres dikembalikan ke UU Pemilu sebelumnya yaitu 35 tahun.

PSI menganggap, ketentuan saat ini diskriminatif.

“Padahal pada prinsipnya, negara memberikan kesempatan bagi putra putri bangsa untuk memimpin bangsa dan membuka seluas-luasnya agar calon terbaik bangsa dapat mencalonkan diri. Oleh karenanya objek permohonan adalah ketentuan yang diskriminatif karena melanggar moralitas," ujar Direktur LBH PSI, Francine Widjojo, dalam sidang pemeriksaan pendahuluan, Senin (3/4/2023).

Selain PSI, gugatan ini dimohonkan oleh beberapa kader partai berlambang bunga mawar itu, yakni Anthony Winza Probowo (Pemohon II), Danik Eka Rahmaningtyas (Pemohon III), Dedek Prayudi (Pemohon IV), dan Mikhail Gorbachev (Pemohon V).

Mereka menilai, batas usia 40 tahun bertentangan dengan " moralitas dan rasionalitas" karena menimbulkan bibit-bibit diskriminasi sebagaimana termuat dalam Pasal 28D ayat (3) UUD 1945.

Mereka beranggapan, beleid itu berpotensi merugikan 21,2 juta hak konstitusional anak muda Indonesia usia 35-39 tahun yang dapat dipilih pada Pemilu 2024 nanti.

"Ketika rakyat Indonesia dipaksa hanya memilih pemimpin yang sudah bisa memenuhi syarat diskriminatif, tentu ini menimbulkan ketidakadilan bagi rakyat Indonesia yang memilih maupun orang yang dipilih,” sebut Francine.

Baca juga: MK Tolak Gugatan PSI soal Usia Capres-Cawapres Diturunkan Jadi 35 Tahun

Lewat keterangan pers, Francine menyinggung bahwa banyak anak muda yang sudah menunjukkan kompetensi dan prestasinya sebagai pemimpin daerah.

Ia menyebut nama Wakil Gubernur Jawa Timur Emil Dardak dan Wali Kota Solo yang juga putra Presiden RI Joko Widodo, Gibran Rakabuming Raka.

PSI juga menyinggung potensi kerancuan yang mungkin timbul akibat pembatasan usia capres-cawapres minimum 40 tahun, sedangkan tidak ada batas usia minimal untuk menteri.

Padahal, Menteri Dalam Negeri, Menteri Luar Negeri, dan Menteri Pertahanan bisa sewaktu-waktu menjalankan tugas kepresidenan.

"Menteri dapat melaksanakan tugas kepresidenan seketika presiden dan wakil presiden Republik Indonesia mangkat, berhenti, diberhentikan, atau tidak dapat melakukan kewajibannya secara bersamaan dalam masa jabatannya, yang diatur dalam Pasal 8 Ayat (3) UUD 1945. Sehingga ada potensi menteri yang belum berusia 40 tahun bisa melaksanakan tugas kepresidenan,” ucap Francine.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Anies dan Sudirman Said sama-sama ingin Maju Pilkada DKI, Siapa yang Mengalah?

Anies dan Sudirman Said sama-sama ingin Maju Pilkada DKI, Siapa yang Mengalah?

Nasional
Bertolak ke Sumbar, Jokowi dan Iriana Akan Tinjau Lokasi Banjir Bandang

Bertolak ke Sumbar, Jokowi dan Iriana Akan Tinjau Lokasi Banjir Bandang

Nasional
Dititip Kerja di Kementan dengan Gaji Rp 4,3 Juta, Nayunda Nabila Cuma Masuk 2 Kali

Dititip Kerja di Kementan dengan Gaji Rp 4,3 Juta, Nayunda Nabila Cuma Masuk 2 Kali

Nasional
Jabat Tangan Puan dan Jokowi di Tengah Isu Tak Solidnya Internal PDI-P

Jabat Tangan Puan dan Jokowi di Tengah Isu Tak Solidnya Internal PDI-P

Nasional
Saat Anak Buah Biayai Keperluan Pribadi SYL, Umrah hingga Servis 'Mercy'

Saat Anak Buah Biayai Keperluan Pribadi SYL, Umrah hingga Servis "Mercy"

Nasional
26 Tahun Reformasi: Robohnya Etika Bernegara

26 Tahun Reformasi: Robohnya Etika Bernegara

Nasional
Soal Perintah 'Tak Sejalan Silakan Mundur', SYL: Bukan Soal Uang, Tapi Program

Soal Perintah "Tak Sejalan Silakan Mundur", SYL: Bukan Soal Uang, Tapi Program

Nasional
Rosan Ikut di Pertemuan Prabowo-Elon Musk, Bahas Apa?

Rosan Ikut di Pertemuan Prabowo-Elon Musk, Bahas Apa?

Nasional
[POPULER NASIONAL] MPR Bakal Temui Amien Rais | Anies Pertimbangkan Maju Pilkada Jakarta

[POPULER NASIONAL] MPR Bakal Temui Amien Rais | Anies Pertimbangkan Maju Pilkada Jakarta

Nasional
MK Putus 207 Sengketa Pileg Hari Ini hingga Besok

MK Putus 207 Sengketa Pileg Hari Ini hingga Besok

Nasional
Tanggal 24 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 24 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Anies Pertimbangkan Maju Pilkada DKI, PKS: Kita Lagi Cari yang Fokus Urus Jakarta

Anies Pertimbangkan Maju Pilkada DKI, PKS: Kita Lagi Cari yang Fokus Urus Jakarta

Nasional
Momen Menarik di WWF Ke-10 di Bali: Jokowi Sambut Puan, Prabowo Dikenalkan sebagai Presiden Terpilih

Momen Menarik di WWF Ke-10 di Bali: Jokowi Sambut Puan, Prabowo Dikenalkan sebagai Presiden Terpilih

Nasional
Perkenalkan Istilah ‘Geo-cybernetics’, Lemhannas: AI Bikin Tantangan Makin Kompleks

Perkenalkan Istilah ‘Geo-cybernetics’, Lemhannas: AI Bikin Tantangan Makin Kompleks

Nasional
Megawati Disebut Lebih Berpeluang Bertemu Prabowo, Pengamat: Jokowi Akan Jadi Masa Lalu

Megawati Disebut Lebih Berpeluang Bertemu Prabowo, Pengamat: Jokowi Akan Jadi Masa Lalu

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com