JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI menyoroti keabsahan Putusan Mahkamah Agung (MA) nomor 28/P/HUM/2023.
Putusan itu memerintahkan KPU membatalkan Pasal 11 Ayat (2) Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 10 Tahun 2023 dan Pasal 18 Ayat (2) PKPU Nomor 11 Tahun 2023 yang memudahkan eks terpidana dengan ancaman lebih dari lima tahun penjara, maju sebagai calon anggota legislatif (caleg).
Di dalam putusan tersebut, majelis hakim mengakui bahwa gugatan yang dilayangkan Perludem, ICW, Saut Situmorang, dan Abraham Samad diterima Kepaniteraan MA pada 13 Juni 2023.
Sementara itu, berdasarkan Pasal 76 ayat (3) Undang-undang Nomor 7 Tahun 2023 tentang Pemilu mengatur bahwa jangka waktu maksimal pengujian PKPU ke MA hanya 30 hari kerja.
"Kami tegaskan bahwa Peraturan KPU Nomor 10 Tahun 2023 dan Peraturan KPU Nomor 11 Tahun 2023 ditetapkan pada 17 April 2023 dan diundangkan pada 18 April 2023," kata Koordinator Divisi Teknis Penyelenggaraan Pemilu KPU RI, Idham Holik, kepada Kompas.com, Senin (2/10/2023).
Baca juga: Respons KPU Soal Putusan MA Terkait Syarat Eks Terpidana Korupsi Nyaleg
Dengan fakta itu, maka batas waktu maksimal pengujian PKPU itu seharusnya pada 9 Juni 2023.
Argumen ini sebelumnya sudah disampaikan pula oleh KPU RI dalam eksepsinya atas perkara nomor 28/P/HUM/2023 ini.
Namun, dalam putusan yang diunduh dari laman resmi MA, majelis hakim tidak memberikan putusan apa pun terkait eksepsi tersebut.
Sebagai informasi, kedua pasal di dalam PKPU itu mengatur bahwa masa jeda 5 tahun untuk maju sebagai caleg dikecualikan untuk eks terpidana yang telah menjalani vonis pencabutan hak politik (memilih/dipilih), berapa pun lamanya pencabutan hak politik itu.
Itu artinya, seseorang yang divonis, katakanlah, 10 tahun penjara karena kasus korupsi, bisa maju caleg tanpa menunggu masa jeda 5 tahun, seandainya ia telah menjalani pencabutan hak politik meskipun hanya, misalnya, 2 tahun.
Dalam putusan ini, MA memberi beberapa pertimbangan penting mengapa kedua pasal itu harus dicabut.
Pertama, kedua pasal tersebut dianggap memberi kemudahan bagi eks terpidana kasus korupsi. Majelis hakim menegaskan, para pemilih memiliki hak mendapatkan calon-calon berintegritas yang nantinya akan diusung oleh partai politik sebagai caleg.
Baca juga: KPU: Ada ASN dan Pejabat Belum Mengundurkan Diri Saat Daftar Jadi Caleg
Kedua, dari aspek sosiologis, majelis hakim berpandangan bahwa aturan KPU tersebut tidak mencerminkan sifat korupsi sebagai kejahatan luar biasa (extraordinary crime).
Ketiga, pembatasan ditujukan untuk mencegah terjadinya tindak pidana korupsi oleh anggota legislatif terpilih yang diketahui tidak berintegritas.
Keempat, penambahan syarat berupa pidana tambahan pencabutan hak politik adalah norma baru yang tidak tertuang dalam Pasal 240 ayat (1) huruf g dan Pasal 182 huruf g UU Pemilu.
Sementara itu, dalam perumusan kedua pasal itu, KPU beralasan bahwa pengecualian sebagaimana diterangkan di atas merupakan amanat dari Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 87/PUU-XX/2022, halaman 29.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.