JAKARTA, KOMPAS.com - Pernyataan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dinilai seharusnya menggunakan informasi intelijen buat melindungi kepentingan negara dari musuh, dan bukan buat mengintai pergerakan seluruh partai politik menjelang pemilihan umum (Pemilu) dan pemilihan presiden (Pilpres).
Menurut Ketua Centra Initiative Al Araf, yang menjadi bagian dari Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan, pernyataan Jokowi yang memiliki data lengkap terkait internal partai politik (parpol) merupakan problem serius.
"Intelijen memang merupakan aktor keamanan yang berfungsi memberikan informasi terutama kepada Presiden," kata Al Araf dalam keterangannya seperti dikutip pada Senin (18/9/2023).
"Namun demikian, informasi intelijen itu seharusnya terkait dengan musuh negara (masalah keamanan nasional) dan bukan terkait dengan masyarakat politik (partai politik dan lain-lain) serta juga masyarakat sipil," sambung Al Araf.
Baca juga: Demokrat Sayangkan Jokowi Umbar-umbar Pegang Data Intelijen soal Arah Koalisi
Menurut Al Araf, pernyataan Jokowi dinilai sebagai persoalan dalam kehidupan demokrasi di Indonesia.
Sebab dalam negara yang menerapkan prinsip demokrasi, kata Al Araf, presiden beserta perangkat intelijen tidak bisa menjadikan partai politik sebagai objek dan target pemantauan.
Dia mengatakan, hal itu sejalan dalam Pasal 1 angka 1 dan 2 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2011 tentang Intelijen Negara.
Dalam Pasal 1 angka 1 dan 2 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2011 tentang Intelijen Negara disebutkan, "Intelijen adalah pengetahuan, organisasi, dan kegiatan yang terkait dengan perumusan kebijakan, strategi nasional, dan pengambilan keputusan berdasarkan analisis dari informasi dan fakta yang terkumpul melalui metode kerja untuk pendeteksian dan peringatan dini dalam rangka pencegahan, penangkalan, dan penanggulangan setiap ancaman terhadap keamanan nasional".
Baca juga: Jokowi Pegang Data Intelijen soal Parpol, Gerindra Yakin Tak Disalahgunakan
Kemudian pada Pasal 1 angka 2 UU Intelijen Negara disebutkan, Intelijen Negara merupakan penyelenggara intelijen yang menjadi bagian integral sistem keamanan nasional.
"Partai politik dan masyarakat sipil adalah elemen penting dalam demokrasi sehingga tidak pantas dan tidak boleh Presiden memantau, menyadap, mengawasi kepada mereka dengan menggunakan lembaga intelijen demi kepentingan politik Presiden," ucap Al Araf.
Sebelumnya diberitakan, Presiden Jokowi menyatakan mengetahui arah agenda politik dari setiap parpol menjelang Pemilu dan Pilpres 2024.
Baca juga: Pengamat Sebut Parpol Tak Boleh Jadi Target Pantauan Intelijen dan Presiden
Pernyataan itu disampaikan Jokowi saat membuka Rapat Kerja Nasional Sekretariat Nasional (Seknas) Jokowi di Hotel Salak, Bogor, Sabtu (16/9/2023) pekan lalu.
"Saya tahu dalamnya partai seperti apa saya tahu, partai-partai seperti apa saya tahu. Ingin mereka menuju ke mana juga saya ngerti," kata Jokowi.
Jokowi tidak membeberkan informasi apa yang ia ketahui dari partai-partai politik itu.
Ia hanya menjelaskan informasi itu ia dapat dari aparat intelijen yang berada di bawah kendalinya, baik itu Badan Intelijen Negara (BIN), Polri, maupun Badan Intelijen Strategis (BAIS) Tentara Nasional Indonesia (TNI).