GANJAR Pranowo sebagai bakal calon presiden (bacapres) sedang mencari jodoh. Siapakah orang yang terpilih untuk mendampinginya? Tentu saja tidak mudah.
Pasangan presiden-wakil presiden mestilah dilihat dari banyak segi. Dicari yang paling cocok. Bukan sekadar dari sudut matematika politik, dari aspek rasionalitas, melainkan juga kecocokan lain dari segi kultural.
Saya membaca begitu detail – istilah Jawa “njlimet” – yang dipertimbangkan Megawati Soekarnoputri, “orangtua” Ganjar Pranowo.
Saya maklum. Megawati bukan politikus kemarin sore, yang gampang terombang-ambing angin politik. Megawati tidak mau “grusa-grusu”. Ia menata betul langkah-langkahnya, tak mau menari dengan mengikuti genderang orang luar.
Ia justru mengkritik kedangkalan perpolitikan nasional akhir-akhir ini dengan metafor “dansa”.
”Berdansa itu bisa sendiri, bisa berduaan, bisa ramai-ramai, bisa slow motion, atau gerakannya pelan seperti waltz. Terus ada rumba yang gerakannya cepat. Terus ada rock and roll yang bergonta-ganti pasangan. Yang itu berganti di sana, lalu yang itu berganti di sini,” kata Megawati (Kompas.id, 22/08/2023).
Lalu, siapa yang sedang ditimang-timang berjodoh sebagai bacawapres Ganjar Pranowo oleh sang ibu?
Beberapa hari terakhir, publik membaca nama yang ditimang-timang itu mengerucut pada Ridwan Kamil dan Mahfud MD.
Sejumlah elite PDIP, termasuk Ganjar, tak menolak, bahkan menyampaikan isyarat-isyarat memang sedang ada pendekatan perjodohan antara Ganjar dan satu dari dua nama tersebut.
Bahkan, terbaru Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) membuat simulasi pasangan Ganjar-Ridwan Kamil, Prabowo-Erick Thohir, dan Anies-Muhaimin.
Hasilnya, pasangan Ganjar-Ridwan Kamil unggul dengan raihan 35,4 persen. Disusul pasangan Prabowo-Erick Thohir sebesar 31,7 persen. Sementara, Anies-Muhaimin mengekor di urutan terakhir dengan dukungan 16,5 persen (Kompas.com, 15/0/2023).
Ridwan Kamil juga berafiliasi dengan Partai Golkar, partai politik (parpol) besar dan berpengalaman. Maka, menggaet Ridwan Kamil bisa menguntungkan dari dua sisi.
Pertama, umpan untuk menarik Golkar masuk koalisi PDIP. Bagi PDIP, keberadaan Golkar tentu sangat bernilai, baik secara elektoral maupun koalisi dukungan parlemen terhadap pemerintahan.
Mesin politik Golkar sudah teruji dan unggul di luar Pulau Jawa. Keberadaan PPP, Partai Perindo, dan Partai Hanura sebagai koalisi PDIP belum cukup teruji, mengingat ketiga parpol itu termasuk kategori papan bawah.
Indikator Politik melalui survei yang dipublikasikan pertengahan Agustus 2023, memprediksi tiga parpol koalisi PDIP itu tidak lolos ke Senayan. PDIP tentu saja mempertimbangkan kebutuhan koalisi parlemen pendukung pemerintah.
Maka, dukungan Partai Golkar sangat bernilai dari sudut ini. Partai pemenang pemilu tak akan bisa berbuat banyak tanpa dukungan mayoritas di DPR.
Kedua, Ridwan Kamil potensial secara elektoral di Jawa Barat. Kesuksesannya memimpin Jawa Barat memberikan daya tarik elektoral bagi PDIP, yang kalah di provinsi dengan jumlah penduduk terbesar di Indonesia itu.
Presiden Joko Widodo (Jokowi) pun kalah di provinsi ini dalam dua pilpres. Bila Prabowo Subianto harus merancang strategi jitu mengambil suara di Jawa Tengah dan Jawa Timur, pun Anies-Muhaimin, Ganjar harus berjibaku pula di Jawa Barat. Dan, Ridwan Kamil dinilai punya potensi.