Jika perlu, bakal calon itu meminta partai-partai lain untuk bergabung sehingga syarat pencalonan kepala daerah terpenuhi. Maka ia juga harus menyerahkan sejumlah uang kepada partai-partai yang mengusungnya.
“Uang perahu” ini adalah salah satu sumber pendanaan partai yang tidak legal, namun terjadi, walau mungkin tidak semua partai melakukannya.
Partai politik umumnya memerlukan dana untuk tiga kegiatan utama, yaitu pertama, membiayai organisasi partai seperti menyewa kantor, membayar staf sekretariat, mengelola keanggotaan partai, dsb.
Kedua untuk melakukan kaderisasi anggota sehingga menghasilkan kader-kader partai yang berwawasan nasional, memahami fungsi lembaga-lembaga negara, piawai menyusun draf undang-undang, dsb.
Kegiatan ketiga adalah melakukan kampanye untuk memperkenalkan anggota partai kepada calon pemilih dalam setiap kegiatan pemilu, termasuk pilpres dan pilkada.
Biaya kampanye pemilu ini memang sebagian besar ditanggung sendiri oleh para calon peserta yang diajukan partai, karena setiap calon juga bersaing dengan calon separtainya disamping dengan calon dari partai-partai lain. Ini adalah konsekuensi dari dipilihnya sistem proporsional terbuka dalam pemilu Indonesia saat ini.
Undang-Undang Partai Politik (Nomor 2/2008 yang diubah dengan UU 2/2011) menyebutkan ada beberapa sumber keuangan partai politik, yaitu iuran anggota, sumbangan dari perorangan dan badan usaha, serta bantuan dari negara (APBN/APBD).
Ada batas maksimal untuk dana sumbangan, yaitu Rp 1 juta (perorangan) dan Rp 7,5 juta (badan usaha) dalam setahun. Sedang bantuan dari APBN ditetapkan sebesar Rp 1.000 per suara sah yang dimenangkan partai.
Karena melibatkan anggaran negara, setiap partai wajib melaporkan pertanggungjawaban penerimaan dan pengeluaran yang bersumber dari dana bantuan APBN/APBD kepada Badan Pemeriksa Keuangan secara berkala.
UU Parpol juga mewajibkan pengelolaan keuangan partai dilakukan secara transparan dan akuntabel, diaudit oleh akuntan publik, serta diumumkan secara periodik.
Dengan transparansi pengelolaan keuangan partai in, maka penerimaan dana ilegal seperti "uang perahu" dapat dicegah.
Masyarakat tentu tidak ingin suatu partai memiliki usaha yang terlarang untuk mengumpulkan dana, atau mendapat donasi dari seorang pemodal atau beberapa pengusaha.
Dana sumbangan itu bisa dipastikan akan harus dikembalikan oleh calon manakala menang dalam pilkada, yang bisa jadi berupa ijin-ijin usaha, proyek/kegiatan pembangunan, atau berbagai sumber daya negara lain.
Menjadi harapan kita semua agar partai-partai politik mematuhi sepenuhnya ketentuan undang-undang tentang transparansi keuangan partai.
Walau belum ada peraturan pelaksanaan sebagai panduan untuk melaksanakan peraturan itu, partai-partai politik tetap wajib mengerjakannya.
Rakyat tidak ingin partai politik bermain "petak umpet" tentang keuangannya. Jika ingin membenahi negara, seperti memberantas korupsi, maka partai politik harus mempublikasikan laporan keuangan partai secara jujur dan bertanggung jawab.
Rakyat akan menilai positif partai yang patuh pada peraturan, dan kepatuhan partai itu akan menjadi pendorong warga untuk juga mematuhi peraturan.
Pada awal 2024 nanti, bertepatan dengan tahun pemilu serentak, laporan keuangan partai hendaknya sudah dapat dicermati segenap rakyat. Dari sini kita berharap agar pemilu yang bersih, jujur, dan berkualitas dapat terwujud.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.