JAKARTA, KOMPAS.com - Wacana yang diterima Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk melibatkan TNI dalam upaya pemberantasan dan rehabilitasi narkoba justru dinilai akan membuat persoalan baru.
Selain itu, wacana itu dikhawatirkan kembali menyeret TNI ke dalam dwifungsi yang bisa mengancam supremasi sipil yang diperjuangkan melalui Reformasi 1998.
"Pelibatan TNI dalam kebijakan narkotika hanya akan menambah rentetan permasalahan dwifungsi TNI yang dilakukan oleh pemerintahan Jokowi," kata Wakil Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS), Andi Muhammad Rezaldy, dalam keterangannya seperti dikutip pada Rabu (13/9/2023).
Dia mengatakan, berdasarkan Pasal 7 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (Undang-Undang TNI), TNI memiliki tugas pokok menegakan kedaulatan negara dan mempertahankan keutuhan negara Indonesia.
Selanjutnya, dalam Pasal 7 ayat 2 Undang-Undang TNI juga disebutkan tugas pokok TNI tersebut dilakukan dengan operasi militer untuk perang dan operasi militer selain perang (OMSP).
Baca juga: TNI AD Bakal Siapkan Rindam untuk Tempat Rehabilitasi Narkoba jika Dibutuhkan
"Merujuk ketentuan tersebut, tidak ada satu pun yang menyebutkan bahwa TNI diberikan kewenangan untuk melakukan rehabilitasi masalah narkotika," ucap Andy.
Menurut catatan Andy, ini bukan pertama kalinya Jokowi mewacanakan penggunaan pendekatan atau pelibatan aktor keamanan dalam kebijakan narkotika.
Pada 2016, kata Andy, Jokowi pernah memberikan arahan secara langsung kepada Badan Narkotika Nasional (BNN) dan Polri untuk memberantas narkotika.
Dalam arahan tersebut, Jokowi juga memerintahkan untuk menembak di tempat para pelaku yang diduga terlibat dalam tindak pidana narkotika.
Berdasarkan pemantauan LBH Masyarakat (LBHM), dalam rentang waktu tahun 2017-2018 setidaknya ada 414 orang yang menjadi korban luka, dan 167 orang meninggal tanpa melalui proses peradilan.
Baca juga: Jokowi Terima Usulan soal Rehabilitasi Narkoba di Rindam
"Catatan tersebut menunjukkan watak Jokowi lebih menyukai pendekatan perang dalam mengatasi permasalahan narkotika (war on drugs), ketimbang pendekatan yang berbasis kesehatan dan ilmu pengetahuan atau sains yang sejalan dengan hak asasi manusia (HAM)," ucap Andy.
Andy juga menilai gagasan buat melibatkan TNI dalam upaya pemberantasan dan rehabilitasi narkoba bisa berdampak buruk terhadap iklim demokrasi.
"Jika terus dibiarkan, kebiasan buruk ini akan mengancam iklim demokrasi dan HAM yang susah payah telah diperjuangkan dalam Reformasi 1998," kata Andy.
Sebelumnya diberitakan, usulan itu dibahas Jokowi dalam rapat terbatas membahas soal narkoba di Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (11/9/2023)lalu.
Jokowi memuji usulan mengenai penggunaan Resimen Induk Daerah Militer (Rindam) sebagai salah satu tempat untuk rehabilitasi pengguna narkoba.