JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua Komisi II DPR RI dari fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Yanuar Prihatin menilai bahwa tak ada alasan yang memadai di balik wacana percepatan pemilihan kepala daerah (Pilkada) 2024 dari jadwal semula 27 November 2024 ke bulan September 2024.
Menurutnya, ada solusi yang bisa dilakukan jika alasan di balik percepatan Pilkada itu adalah mengurangi potensi meluaskan kerusuhan dan kurangnya personel keamanan.
"Pilkada November 2024 bisa saja dijadikan dua kali pilkada. Ada gelombang pertama sebagai tahap awal. Kemudian, disusul gelombang pilkada tahap kedua yang dilaksanakan pada 27 November 2024," kata Yanuar dalam keterangan tertulis kepada Kompas.com, Rabu (30/8/2023).
"Gelombang pertama bisa saja digelar satu atau dua minggu sebelum 27 November 2024, jangka waktu yang sangat cukup bagi aparat kepolisian dan TNI memobilisasi pasukannya yang terbatas jumlahnya itu," ujarnya melanjutkan.
Dengan dua tahapan pilkada, ia mengatakan, setidaknya aparat keamanan bisa memperoleh perbantuan pasukan dari wilayah lain yang belum menggelar pemungutan suara.
Baca juga: Anggota Komisi II Sebut Ada Wacana Percepat Percepat Pilkada 2024 Lewat Perppu
Lebih lanjut, ia mengatakan, wacana mempercepat justru dipertanyakan karena bisa ditafsirkan politis.
Pasalnya, mempercepat Pilkada 2024 ke bulan September berarti melaksanakan pilkada di bawah rezim pemerintahan yang masih berkuasa.
Sementara itu, jika dilangsungkan sesuai jadwal, Pilkada 2024 akan dilaksanakan dalam naungan pemerintahan yang baru terbentuk hasil Pemilu 14 Februari 2024.
Dari sudut pandang itu, menurutnya, pilkada menguntungkan bagi konsolidasi demokrasi, netralitas pemerintah hingga kebebasan partai politik mengusung calon kepala daerah.
"Namun, bila pilkada serentak dilaksanakan pada September 2024, itu berarti masih dalam rentang kendali pemerintahan yang sekarang. Secara politik tentu saja pemerintahan saat ini sedang dalam puncak konsolidasi yang kokoh. Tidak mungkin bebas kepentingan dalam pilkada serentak yang akan berlangsung itu," kata Yanuar.
Baca juga: Wacana Jadwal Pilkada 2024 Dimajukan Semakin Nyata
Di sisi lain, ia mengklaim, belum ada forum resmi yang digelar antara pemerintah dan DPR terkait rencana penerbitan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) untuk merevisi jadwal Pilkada 2024 sebagaimana diatur di dalam UU Pilkada.
Namun, Yanuar mengakui bahwa sudah ada wacana dan komunikasi-komunikasi informal berkaitan usulan penundaan tersebut.
Untuk diketahui, alasan keamanan sebelumnya disinggung oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).
Kedua lembaga penyelenggara pemilu itu menyoroti bahwa intensitas konflik dalam penyelenggaraan pilkada selalu lebih tinggi ketimbang pemilu berskala nasional.
Apalagi, pada 2024 nanti, total ada 37 provinsi (minus DI Yogyakarta), 415 kabupaten, dan 98 kota yang bakal berpartisipasi dalam pilkada serentak seluruh daerah sepanjang sejarah Indonesia ini.