JAKARTA, KOMPAS.com - Deputi Pencegahan dan Monitoring KPK Pahala Nainggolan menyebut, keluhan Presiden Joko Widodo terkait anggaran penanganan stunting Rp 10 miliar tetapi hanya terealisasi Rp 2 miliar untuk makanan yang diterima masyarakat kini bisa dimonitor.
Pahala mengatakan, perencanaan alokasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) kini bisa dipantau pemerintah pusat dan masyarakat melalui Sistem Informasi Pembangunan Daerah (SIPD).
“Jadi keluhan presiden soal stunting Rp 10 miliar ternyata Rp 2 miliar saja yang buat makanan plus ada 27.000 aplikasi sekarang bisa termonitor,” ujar Pahala saat dihubungi Kompas.com, Senin (28/8/2023).
Baca juga: Megawati Minta Ganjar Perbaiki Masalah Stunting jika Terpilih Jadi Presiden
Adapun SIPD merupakan sistem yang mendokumentasikan, mengadministrasikan, dan mengolah data pembangunan daerah.
SIPD merupakan salah satu kebijakan Strategi Nasional Pencegahan Korupsi (Stranas PK) yang terdiri dari KPK serta kementerian/lembaga lainnya termasuk Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).
Menurut Pahala, keberadaan SIPD bisa untuk memantau perencanaan pembangunan dan penggunaan keuangan pemerintah daerah secara digital.
Sistem digital ini dinilai bisa meminimalisasi korupsi yang menyusup dalam perencanaan keuangan daerah.
“Itu sangat sulit diberantas dengan cara konvensional, oleh karena itu kita bilang, digital saja deh,” ujar Pahala.
Dalam diskusi Forum Merdeka Barat, Satu Sistem Informasi Tutup Ruang Korupsi yang digelar Forum Merdeka Barat misalnya, Pahala mengungkap sejumlah perencanaan anggaran yang ganjil Kabupaten Garut, Jawa Barat.
Baca juga: Sentil Pemerintah, Puan Ungkit Dana Stunting Rp 10 Miliar, Kebanyakan Buat Rapat
Dari anggaran Rp 799.305.947.474 (Rp 799 miliar) untuk mengatasi kemiskinan ekstrem, tidak ada yang dikucurkan untuk bansos individu.
Dalam data yang Pahala paparkan, Rp 8.699.056.750 di antaranya untuk anggaran belanja jasa, honorarium Rp 2.274.230.000, dan belanja alat kantor Rp 1.741.471.533.
Kemudian, perjalanan dinas Rp 7.232.851.600 atau Rp 7,2 miliar, belanja makan dan minum rapat Rp 1.687.879.300, dan dinas luar negeri Rp 784.305.000
Rencana dinas luar negeri itu menjadi sorotan karena relevansinya dengan pengentasan kemiskinan di Jawa Barat menjadi ganjil.
“Kita sampai nanya, ‘Urusannya apa ya, Pak sama (kemiskinan ekstrem)’,” kata Pahala sembari tertawa.
“Kita lihat dalamnya, ada honor, belanja alat kantor, bansos individu malah enggak dikasih (pagu),” ucap dia.