JAKARTA, KOMPAS.com - Deputi Pencegahan dan Monitoring Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Pahala Nainggolan menyoroti Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Garut, Jawa Barat yang menganggarkan Rp 784.305.000 untuk perjalanan dinas luar negeri pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) 2023.
Pasalnya, anggaran perjalanan dinas ke luar negeri tersebut masuk dalam komponen anggaran belanja untuk mengatasi kemiskinan ekstrem.
Ditambah lagi, anggaran dinas ke luar negeri mencapai Rp 784 juta. Sementara anggaran untuk bantuan sosial (bansos) individu justru tidak ada.
“Kita nemuin daerah. Nih kita sebut lah, Kabupaten Garut, Rp 784 juta untuk perjalanan dinas ke luar negeri,” kata Pahala dalam diskusi Forum Merdeka Barat, Satu Sistem Informasi Tutup Ruang Korupsi yang tayang di YouTube FMB9ID_IKP, Senin (28/8/2023).
Baca juga: KPK Usut Transaksi Pembelian Jet Pribadi oleh Lukas Enembe
Pahala pun mempertanyakan korelasi atau hubungan antara perjalanan dinas di luar negeri dengan pengentasan kemiskinan ekstrem.
Ia pun berkelakar sembari menduga bahwa Pemerintah Kabupaten Garut hendak melihat bentuk kemiskinan ekstrem di luar negeri.
“Kita sampai nanya, ‘urusannya apa ya pak sama (kemiskinan ekstrem)’,” kata Pahala sembari tertawa.
Pada kesempatan tersebut, Pahala menampilkan anggaran Belanja Kemiskinan Ekstem Kabupaten Garut sebesar Rp Rp 799.305.947.474 atau Rp 799,3 miliar.
Baca juga: 33 Daerah Dapat Insentif, Mendagri Minta Dananya untuk Atasi Kemiskinan Ekstrem
Menurut Pahala, prosentase anggaran untuk belanja kemiskinan tersebut masih wajar. Tetapi, ketika dibongkar lebih lanjut muncul keganjilan.
Dari Rp 799,3 miliar itu, sebanyak Rp 8.699.056.750 di antaranya untuk anggaran belanja jasa, honorarium Rp 2.274.230.000, dan belanja alat kantor Rp 1.741.471.533.
Kemudian, perjalanan dinas Rp 7.232.851.600 atau Rp 7,2 miliar, belanja makan dan minum rapat Rp 1.687.879.300, dan dinas luar negeri Rp 784.305.000
“Tapi kita lihat dalamnya, ada honor, belanja alat kantor, bansos individu malah enggak dikasih (pagu),” ujar Pahala.
Pahala mengatakan, dasar pengentasan kemiskinan yang pertama adalah memberikan bantuan sosial. Setelah itu, baru dilakukan program pemberdayaan.
Menurut Pahala, rancangan anggaran yang ganjil semacam ini akan terpantau dengan Sistem Informasi Pembangunan Daerah (SIPD), baik oleh pemerintah pusat maupun masyarakat.
Baca juga: Pemkab Garut Siapkan BLT untuk Angkutan Umum, Ganti Kenaikan Tarif
Untuk diketahui, SIPD merupakan sistem yang mendokumentasikan, mengadministrasikan, dan mengolah data pembangunan daerah.
“Di pusat sibuk berdebat kenapa kemiskinan ekstrim susah turun, berdebat data, ternyata Pemda menganggarkan sedikit. Kalau cukup isi anggaran enggak relevan dengan programnya,” kata Pahala saat dihubungi Kompas.com lebih lanjut.
Berdasarkan catatan Kompas.com, Bupati Garut Rudy Gunawan pada September 2022 menyebut bahwa di daerahnya terdapat 50 ribu warga Garut yang masuk dalam kategori kemiskinan ekstrem.
Menurutnya, data itu bersumber dari pemerintah pusat. Jika mereka tidak dibantu, maka warga miskin ekstrem itu tidak bisa makan.
"Jadi kemiskinan ekstrem itu, kalau tidak dibantu, tidak akan bisa makan. Di Jabar tiga persen, Garut 1,9 persen, sekitar 50 ribu (warga)," kata Rudy saat ditemui usai memimpin rapat membahas kemiskinan ekstrem bersama SKPD di lingkungan Pemkab Garut pada 30 September 2022.
Baca juga: Data Pusat dan Daerah Timpang, Pemkab Garut Klaim Angka Stunting Daerahnya 7 Persen
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.