Yasonna mengatakan, seiring perubahan zaman dan kemajuan di dunia suatu saat mungkin pemerintah Indonesia mengizinkan warganya memiliki kewarganegaraan ganda.
Baca juga: Korban Eksil 1965 Diberi Kemudahan Pemerintah untuk Masuk Indonesia
Namun, saat ini persoalan itu masih terbentur di parlemen karena anggota dewan belum juga bisa bersepakat.
“Ke depan dengan semakin majunya dunia ke depan mungkin bisa saja terjadi. Tapi mungkin tidak zaman kita,” tuturnya.
Adapun kebijakan ini merupakan bagian dari upaya negara memenuhi hak para korban pelanggaran HAM berat masa lalu oleh pemerintahan Presiden Joko Widodo melalui skema non yudisial.
Sementara itu, Mahfud MD mengatakan, upaya penyelesaian non yudisial ini tidak berarti lantas menghentikan proses hukum atau yudisial terhadap pelanggaran HAM tersebut.
“Ini hanya mendahului agar tidak lama-lama, ini korbannya habis-habis, itu kita belum memutuskan apa-apa negara ini, karena macet di DPR, macet di pengadilan, dan seterusnya,” kata Mahfud.
Mahfud menegaskan, pemerintah mencoba memenuhi hak korban pelanggaran HAM berat masa lalu di luar negeri.
Menurutnya, mereka merupakan orang-orang yang dicap melawan pemerintah oleh Orde Baru karena menolak menandatangani formulir pernyataan sikap terhadap rezim Soeharto. Tanpa alasan yang jelas, paspor mereka lalu dicabut.
Baca juga: Mahfud: Ada Sekitar 130 Eksil Korban 1965 di Berbagai Negara, Mau Saya Datangi
Adapun persoalan ini berkaitan dengan gejolak 1965 di Tanah Air yang berujung pada “penggulingan” Soekarno.
“Itu kita anggap salah kebijakan itu, meskipun pada waktu itu dianggap benar,” ujar Mahfud.
“Tapi sesudah kita melakukan reformasi kita koreksi secara total,” tambahnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.