JAKARTA, KOMPAS.com - Koalisi masyarakat sipil yang tergabung dari Imparsial, Kontras, Amnesty International, YLBHI, PBHi, LBH Jakarta, Centra Initiative, Walhi, HRWG, ICW, Forum de Facto, ICJR, Setara Institute dan LBH Masyarakat menyebut pembunuhan yang dilakukan prajurit Pasukan Pengamanan Presiden (Paspampres) inisial Praka RM adalah perbuatan yang tidak berperikemanusiaan.
Anggota Koalisi Masyarakat Sipil dari PBHI Julius Ibrani mengatakan, aksi penculikan tersebut adalah perbuatan keji dan kejahatan yang kejam.
"Kasus kejahatan penculikan dan pembunuhan yang dilakukan oleh oknum anggota Paspampres terhadap warga Aceh bernama Imam Masykur adalah suatu bentuk kejahatan kejam, keji dan tidak berperikemanusiaan," ujar Julius melalui keterangan tertulis, Senin (28/8/2023).
Baca juga: Kronologi Pemuda Aceh Diduga Dianiaya Anggota Paspampres hingga Tewas
Sebab itu, kata Julius, koalisi mendesak agar proses hukum pelaku bisa dilakukan dalam peradilan umum dan tidak dalam peradilan militer.
Diproses di peradilan umum penting dilakukan untuk memastikan peradilan yang berlangsung transparan dan akuntabel.
"Tidak boleh ada yang ditutup-tutupi dalam penyelesaian kasus ini sehingga keadilan bagi korban dan keluarganya dapat terpenuhi," kata dia.
Selain itu, Julius menilai tindakan penculikan dan penyiksaan yang berujung kematian warga sipil oleh oknum anggota Paspampres tidak hanya telah mencoreng nama kesatuan pengamanan Presiden itu sendiri.
"Tetapi juga menjadi bukti bahwa aksi kekerasan dan kejahatan yang melibatkan anggota TNI belumlah berhenti. Sebelumnya terdapat kasus-kasus kekerasan aparat TNI yang terjadi di sejumlah daerah terutama di Papua," imbuh Julius.
Menurut dia, tindakan kekerasan seperti ini akan terus terjadi sepanjang tidak ada penghukuman yang adil dan maksimal terhadap oknum anggota militer yang terlibat kejahatan.
Baca juga: Menanti Sanksi Tegas Oknum Paspampres yang Diduga Aniaya Warga hingga Tewas
Selama ini, lanjut Julius, terdapat kasus-kasus kekerasan dan kejahatan pidana lainnya yang melibatkan anggota TNI tetapi penghukumannya ringan, terkadang dilindungi bahkan ada yang dibebaskan.
"Misalnya adalah kasus penyerangan Lapas Cebongan, kasus pembunuhan terhadap Pendeta Yeremia Zanambani di Papua, Kasus pembunuhan tokoh Papua Theys Eluay, Kasus korupsi pembelian helikopter AW-101, kasus korupsi Basarnas, dan lain-lain," katanya.
Sebab itu urgensi reformasi peradilan militer adalah keharusan. Mengingat agenda tersebut juga sudah dituangkan dalam TAP MPR Nomor VII tahun 2000 dan mandat UU nomor 34 tahun 2004 dalam Pasal 65 Undang-Undang TNI.
"Apalagi kasus kekerasan dan kejahatan seperti penculikan, pembunuhan, korupsi, penyiksaan dan lainnya terus berulang yang melibatkan oknum anggota militer," tutur Julius.
"Dengan demikian, reformasi peradilan militer adalah sebuah keharusan dan kewajiban konstitusional yang harus segera dilakukan Presiden dan DPR," ujar dia.
Sebagai informasi, dalam unggahan yang beredar viral di media sosial Instagram, korban dalam kasus ini bernama Imam Masykur (25) asal Desa Mon Kelayu, Kecamatan Gandapura, Kabupaten Bireuen, Aceh.
Baca juga: Amnesty Internasional Desak Oknum Paspampres yang Bunuh Warga Sipil Diproses di Peradilan Umum
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.