Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Korban Eksil 1965 di Luar Negeri Bisa Dapat Izin Tinggal Sementara di Indonesia Gratis, Biaya Ditanggung Negara

Kompas.com - 28/08/2023, 13:10 WIB
Syakirun Ni'am,
Bagus Santosa

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna Yasonna H. Laoly menyatakan, korban pelanggaran HAM berat masa lalu di luar negeri yang ingin pulang ke Indonesia tidak perlu mengeluarkan uang untuk mengurus izin tinggal atau visa.

Adapun korban tersebut merupakan mantan Mahasiswa Ikatan Dinas (Mahid) yang disekolahkan pemerintah era Presiden Soekarno maupun pihak-pihak yang menjadi eksil politik, imbas tragedi 1965.

Pernyataan ini Yasonna sampaikan dalam konferensi pers bersama Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD dan puluhan eks Mahid dan eksil di Belanda Gedung Pertemuan De Schakel, Amsterdam, Belanda Minggu (27/08/2023)

“Kita mau memberikan treatment khusus, saya mengeluarkan keputusan menteri secara khusus untuk ini,” kata Yasonna dikutip dari Kompas TV, Senin (28/8/2023).

Baca juga: Korban Eksil 1965 Diberi Kemudahan Pemerintah untuk Masuk Indonesia

Yasonna mengatakan, jika korban pelanggaran HAM berat masa lalu di luar negeri ingin berkunjung ke Indonesia dan tinggal selama beberapa bulan hingga lima tahun tanpa perlu membayar biaya keimigrasian.

Menurut Yasonna, salah satu visa yang bisa digunakan adalah Multiple Entry yang berlaku satu hingga lima tahun.

“Bisa datang berkali-kali,” ujar Yasonna.

Selain itu, korban pelanggaran HAM berat masa lalu di luar negeri juga bisa mendapatkan kartu izin tinggal sementara (Kitas) jika sudah beberapa waktu tinggal di Indonesia.

Yasonna mengaku pihaknya telah bersurat kepada Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati agar tidak memungut biaya dari Kitas ini.

“Bisa kita berikan Itas, izin tinggal sementara dengan PNBP 0, gratis,” tutur Yasonna.

Namun demikian, kata Yasonna, pemerintah Indonesia sampai saat ini belum bisa memberikan status kewarganegaraan ganda.

Hal ini karena dwi kewarganegaraan belum dibolehkan oleh Undang-Undang Kewarganegaraan. Pemerintah dan DPR belum juga menemukan titik temu terkait persoalan hukum tersebut sampai saat ini.

“Kita enggak tahu berapa tahun kedepan atau puluhan ke depan dengan semakin majunya dunia ke depan mungkin bisa saja terjadi,” kata Yasonna.

Baca juga: Mahfud: Ada Sekitar 130 Eksil Korban 1965 di Berbagai Negara, Mau Saya Datangi

Adapun fasilitas keimigrasian ini merupakan bagian dari pelaksanaan perintah Presiden Joko Widodo terkait penyelesaian bagi korban pelanggaran HAM berat masa lalu non yudisial.

Menko Polhukam Mahfud MD mengatakan, upaya penyelesaian non yudisial ini tidak berarti lantas menghentikan proses hukum atau yudisial terhadap pelanggaran HAM tersebut.

“Ini hanya mendahului agar tidak lama-lama, ini korbannya habis-habis, itu kita belum memutuskan apa-apa negara ini, karena macet di DPR, macet di pengadilan, dan seterusnya,” kata Mahfud.

Mahfud menegaskan, pemerintah mencoba memenuhi hak korban pelanggaran HAM berat masa lalu di luar negeri.

Menurutnya, mereka merupakan orang-orang yang dicap melawan pemerintah oleh Orde Baru karena menolak menandatangani formulir pernyataan sikap terhadap rezim Soeharto. Tanpa alasan yang jelas, paspor mereka lalu dicabut.

Adapun persoalan ini berkaitan dengan gejolak 1965 di tanah air yang berujung pada “penggulingan” Soekarno.

“Itu kita anggap salah kebijakan itu, meskipun pada waktu itu dianggap benar,” ujar Mahfud.

“Tapi sesudah kita melakukan reformasi kita koreksi secara total,” tambahnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 23 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 23 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Tanggal 19 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 19 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Tanggal 18 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 18 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Di Sidang SYL, Saksi Akui Ada Pembelian Keris Emas Rp 105 Juta Pakai Anggaran Kementan

Di Sidang SYL, Saksi Akui Ada Pembelian Keris Emas Rp 105 Juta Pakai Anggaran Kementan

Nasional
Dede Yusuf Minta Pemerintah Perketat Akses Anak terhadap Gim Daring

Dede Yusuf Minta Pemerintah Perketat Akses Anak terhadap Gim Daring

Nasional
Mesin Pesawat Angkut Jemaah Haji Rusak, Kemenag Minta Garuda Profesional

Mesin Pesawat Angkut Jemaah Haji Rusak, Kemenag Minta Garuda Profesional

Nasional
Anggota Fraksi PKS Tolak Presiden Bebas Tentukan Jumlah Menteri: Nanti Semaunya Urus Negara

Anggota Fraksi PKS Tolak Presiden Bebas Tentukan Jumlah Menteri: Nanti Semaunya Urus Negara

Nasional
Usai Operasi di Laut Merah, Kapal Perang Belanda Tromp F-803 Merapat di Jakarta

Usai Operasi di Laut Merah, Kapal Perang Belanda Tromp F-803 Merapat di Jakarta

Nasional
Kriteria KRIS, Kemenkes: Maksimal 4 Bed Per Ruang Rawat Inap

Kriteria KRIS, Kemenkes: Maksimal 4 Bed Per Ruang Rawat Inap

Nasional
Soroti DPT Pilkada 2024, Bawaslu: Pernah Kejadian Orang Meninggal Bisa Memilih

Soroti DPT Pilkada 2024, Bawaslu: Pernah Kejadian Orang Meninggal Bisa Memilih

Nasional
Direktorat Kementan Siapkan Rp 30 Juta Tiap Bulan untuk Keperluan SYL

Direktorat Kementan Siapkan Rp 30 Juta Tiap Bulan untuk Keperluan SYL

Nasional
Setuju Sistem Pemilu Didesain Ulang, Mendagri: Pilpres dan Pileg Dipisah

Setuju Sistem Pemilu Didesain Ulang, Mendagri: Pilpres dan Pileg Dipisah

Nasional
Menko Airlangga: Kewajiban Sertifikasi Halal Usaha Menengah dan Besar Tetap Berlaku 17 Oktober

Menko Airlangga: Kewajiban Sertifikasi Halal Usaha Menengah dan Besar Tetap Berlaku 17 Oktober

Nasional
Serius Transisi Energi, Pertamina Gandeng KNOC dan ExxonMobil Kembangkan CCS

Serius Transisi Energi, Pertamina Gandeng KNOC dan ExxonMobil Kembangkan CCS

Nasional
Bawaslu Akui Kesulitan Awasi 'Serangan Fajar', Ini Sebabnya

Bawaslu Akui Kesulitan Awasi "Serangan Fajar", Ini Sebabnya

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com