Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sebut Biaya Pemilu Mahal, Anggota DPR Duga Terjadi sejak Penerapan Sistem Proporsional Terbuka

Kompas.com - 25/08/2023, 16:41 WIB
Nicholas Ryan Aditya,
Novianti Setuningsih

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Anggota DPR Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Jazilul Fawaid menyinggung betapa mahalnya biaya dalam Pemilihan Umum (Pemilu).

Menurut Jazilul, hal itu membuatnya berani mengatakan demokrasi Indonesia masih mahal.

"Belum lagi yang dikeluarkan oleh calon, mahal. Jadi demokrasi kita ini kategorinya demokrasi yang masih mahal, high cost," kata Jazilul dalam diskusi bertajuk "DPR Mengawal Demokrasi Menuju Indonesia Maju", di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Jumat (25/8/2023).

Jazilul lantas menduga alasan pemilu berbiaya mahal sudah dimulai sejak sistem diubah menjadi proporsional terbuka pada 2009.

Baca juga: Cak Imin: Jadi Anggota DPR dari Jakarta Butuh Biaya hingga Rp 40 Miliar

Saat itu, ia baru mencalonkan diri sebagai anggota legislatif (caleg) dan langsung mengalami betapa mahalnya biaya untuk maju Pemilihan Legislatif (Pileg).

"Saya nyalon pertama kali itu 2009. Ketika sistem baru dibuka, sistem Pemilu terbuka dengan nomor urut, suara terbanyak. Kelihatannya, ini kalau dilanjut-lanjutin harus dikoreksi memang, akan makin tambah mahal terus," ujar Wakil Ketua Umum PKB ini.

Menurut Jazilul, sistem proporsional terbuka telah membuka perang antar kontestan untuk saling berebut mendapatkan nomor urut awal.

Bahkan, ia mengatakan, perebutan itu dilakukan antar sesama kader partai yang maju dalam daerah pemilihan (dapil) yang sama.

"Di mana seorang calon anggota legislatif itu dia berperang dengan internalnya, bersaing pula dengan eksternalnya. Jadi, menurut saya, banyak yang harus dikoreksi dalam konteks demokrasi yang tidak high cost, Pemilu yang murah, effisien," kata Jazilul.

Baca juga: Muhaimin Bilang Nyaleg dari Jakarta Butuh Rp 40 Miliar, Sahroni: Tidak Bisa karena Uang Semata

Kendati begitu, Jazilul meminta semua pihak tidak memandang apa yang disampaikan itu sebagai bentuk mendukung pemilihan presiden dan wakil presiden dikembalikan kepada MPR RI.

"Maksud saya, sistem yang sudah langsung ini, tetap harus dilaksanakan tapi dengan pola yang lebih effisien," ujarnya.

Ia kemudian menantang untuk bertanya soal mahalnya biaya pemilu pada caleg atau anggota Dewan lainnya.

"Sudah, tanya sama siapa pun, mahal itu biaya Pemilu, biaya demokrasi yang ada di Indonesia. Yang kira-kira itu hanya dimaksud hanya jalan itu, hanya bisa dilalui oleh orang-orang yang punya duit doang. Kalau bahasa dulu kira-kira kasta tertinggi yang bisa masuk," katanya.

Baca juga: Cak Imin Sebut Jadi Anggota DPR dari Jakarta Butuh Rp 40 Miliar, Habiburokhman: Mungkin Benar, tetapi Belum Tentu Semua

Sebelumnya, Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar atau Cak Imin juga menyinggung masih adanya money politics atau politik uang sampai saat ini.

Bahkan, Cak Imin mengatakan, biaya untuk menjadi anggota dewan masih cukup besar.

“Politik uang, yang kaya yang berkuasa, yang menang yang punya duit, itu terbukti di lapangan dengan baik,” ujar Muhaimin saat dalam acara Pidato Kebudayaan di Gedung Joang 45, Menteng, Jakarta pada 11 Agustus 2023,

Ia lantas menyinggung biaya politik yang sangat besar untuk caleg yang maju dari DKI Jakarta, yakni mencapai Rp 40 miliar.

“Di Jakarta ini, teman-teman saya yang jadi tiga sampai empat kali (anggota DPR RI), itu kira-kira buat orang NU (Nahdlatul Ulama) akan sangat tidak mungkin jadi DPR dari DKI Jakarta,” kata Muhaimin.

"Cost-nya sekitar Rp 40 miliar. Ada yang (mengeluarkan biaya) Rp 20 miliar, enggak jadi. Ada yang Rp 25 miliar enggak jadi,” ujarnya melanjutkan.

Baca juga: Respons Politikus soal Pernyataan Cak Imin Nyaleg dari Jakarta Butuh Dana Rp 40 Miliar

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Terkini Lainnya

Fahira Idris: Jika Ingin Indonesia Jadi Negara Maju, Kuatkan Industri Buku

Fahira Idris: Jika Ingin Indonesia Jadi Negara Maju, Kuatkan Industri Buku

Nasional
Waspada MERS-CoV, Jemaah Haji Indonesia Diminta Melapor Jika Alami Demam Tinggi

Waspada MERS-CoV, Jemaah Haji Indonesia Diminta Melapor Jika Alami Demam Tinggi

Nasional
Khofifah-Emil Dardak Datangi Rumah Airlangga, Klaim Sudah Didukung Golkar Maju Pilkada Jatim

Khofifah-Emil Dardak Datangi Rumah Airlangga, Klaim Sudah Didukung Golkar Maju Pilkada Jatim

Nasional
Kemenag Ingatkan Jemaah Haji Dilarang Bentangkan Spanduk dan Bendera di Arab Saudi

Kemenag Ingatkan Jemaah Haji Dilarang Bentangkan Spanduk dan Bendera di Arab Saudi

Nasional
Imigrasi Tangkap DPO Penyelundupan Manusia, Kerjasama dengan Istri Pelaku

Imigrasi Tangkap DPO Penyelundupan Manusia, Kerjasama dengan Istri Pelaku

Nasional
Canangkan Gerakan Literasi Desa, Wapres Ingin SDM Indonesia Unggul

Canangkan Gerakan Literasi Desa, Wapres Ingin SDM Indonesia Unggul

Nasional
DPR Sentil Kemendikbud yang Bilang Pendidikan Tinggi Tidak Wajib: Orang Miskin Dilarang Kuliah? Prihatin

DPR Sentil Kemendikbud yang Bilang Pendidikan Tinggi Tidak Wajib: Orang Miskin Dilarang Kuliah? Prihatin

Nasional
Respons Istana Soal Jokowi Tak Diundang ke Rakernas PDI-P: Presiden Selalu Menghormati

Respons Istana Soal Jokowi Tak Diundang ke Rakernas PDI-P: Presiden Selalu Menghormati

Nasional
GASPOL! Hari Ini: Prabowo Ajak PKS atau PDI-P ke Dalam Koalisi?

GASPOL! Hari Ini: Prabowo Ajak PKS atau PDI-P ke Dalam Koalisi?

Nasional
Ngabalin: Revisi UU Kementerian Negara untuk Kebutuhan Masyarakat, Paten Itu Barang...

Ngabalin: Revisi UU Kementerian Negara untuk Kebutuhan Masyarakat, Paten Itu Barang...

Nasional
Soal Revisi UU Kementerian Negara, Golkar: Baleg Mewakili Partai-partai

Soal Revisi UU Kementerian Negara, Golkar: Baleg Mewakili Partai-partai

Nasional
Soal RUU Penyiaran, KIP: UU Pers Bilang Wartawan Tak Boleh Dihalangi

Soal RUU Penyiaran, KIP: UU Pers Bilang Wartawan Tak Boleh Dihalangi

Nasional
Temui Gubernur Jenderal Australia David Hurley, Prabowo Kenang Masa Jadi Kadet

Temui Gubernur Jenderal Australia David Hurley, Prabowo Kenang Masa Jadi Kadet

Nasional
Jemaah Haji Bersiap Menuju Makkah, Ketua PPIH Arab Saudi Pastikan Hak Jemaah Terpenuhi

Jemaah Haji Bersiap Menuju Makkah, Ketua PPIH Arab Saudi Pastikan Hak Jemaah Terpenuhi

Nasional
Soal RUU Penyiaran, Setara Institute: DPR dan Pemerintah Harus Perluas Partisipasi Publik

Soal RUU Penyiaran, Setara Institute: DPR dan Pemerintah Harus Perluas Partisipasi Publik

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com