Salin Artikel

Sebut Biaya Pemilu Mahal, Anggota DPR Duga Terjadi sejak Penerapan Sistem Proporsional Terbuka

Menurut Jazilul, hal itu membuatnya berani mengatakan demokrasi Indonesia masih mahal.

"Belum lagi yang dikeluarkan oleh calon, mahal. Jadi demokrasi kita ini kategorinya demokrasi yang masih mahal, high cost," kata Jazilul dalam diskusi bertajuk "DPR Mengawal Demokrasi Menuju Indonesia Maju", di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Jumat (25/8/2023).

Jazilul lantas menduga alasan pemilu berbiaya mahal sudah dimulai sejak sistem diubah menjadi proporsional terbuka pada 2009.

Saat itu, ia baru mencalonkan diri sebagai anggota legislatif (caleg) dan langsung mengalami betapa mahalnya biaya untuk maju Pemilihan Legislatif (Pileg).

"Saya nyalon pertama kali itu 2009. Ketika sistem baru dibuka, sistem Pemilu terbuka dengan nomor urut, suara terbanyak. Kelihatannya, ini kalau dilanjut-lanjutin harus dikoreksi memang, akan makin tambah mahal terus," ujar Wakil Ketua Umum PKB ini.

Menurut Jazilul, sistem proporsional terbuka telah membuka perang antar kontestan untuk saling berebut mendapatkan nomor urut awal.

Bahkan, ia mengatakan, perebutan itu dilakukan antar sesama kader partai yang maju dalam daerah pemilihan (dapil) yang sama.

"Di mana seorang calon anggota legislatif itu dia berperang dengan internalnya, bersaing pula dengan eksternalnya. Jadi, menurut saya, banyak yang harus dikoreksi dalam konteks demokrasi yang tidak high cost, Pemilu yang murah, effisien," kata Jazilul.

Kendati begitu, Jazilul meminta semua pihak tidak memandang apa yang disampaikan itu sebagai bentuk mendukung pemilihan presiden dan wakil presiden dikembalikan kepada MPR RI.

"Maksud saya, sistem yang sudah langsung ini, tetap harus dilaksanakan tapi dengan pola yang lebih effisien," ujarnya.

Ia kemudian menantang untuk bertanya soal mahalnya biaya pemilu pada caleg atau anggota Dewan lainnya.

"Sudah, tanya sama siapa pun, mahal itu biaya Pemilu, biaya demokrasi yang ada di Indonesia. Yang kira-kira itu hanya dimaksud hanya jalan itu, hanya bisa dilalui oleh orang-orang yang punya duit doang. Kalau bahasa dulu kira-kira kasta tertinggi yang bisa masuk," katanya.

Bahkan, Cak Imin mengatakan, biaya untuk menjadi anggota dewan masih cukup besar.

“Politik uang, yang kaya yang berkuasa, yang menang yang punya duit, itu terbukti di lapangan dengan baik,” ujar Muhaimin saat dalam acara Pidato Kebudayaan di Gedung Joang 45, Menteng, Jakarta pada 11 Agustus 2023,

Ia lantas menyinggung biaya politik yang sangat besar untuk caleg yang maju dari DKI Jakarta, yakni mencapai Rp 40 miliar.

“Di Jakarta ini, teman-teman saya yang jadi tiga sampai empat kali (anggota DPR RI), itu kira-kira buat orang NU (Nahdlatul Ulama) akan sangat tidak mungkin jadi DPR dari DKI Jakarta,” kata Muhaimin.

"Cost-nya sekitar Rp 40 miliar. Ada yang (mengeluarkan biaya) Rp 20 miliar, enggak jadi. Ada yang Rp 25 miliar enggak jadi,” ujarnya melanjutkan.

https://nasional.kompas.com/read/2023/08/25/16413391/sebut-biaya-pemilu-mahal-anggota-dpr-duga-terjadi-sejak-penerapan-sistem

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke