Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Ikrama Masloman
Strategic Manager KCI LSI

Peneliti Senior Lingkaran Survei Indonesia

KPU dan Ketertutupan Pemilu

Kompas.com - 22/08/2023, 14:25 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

TULISAN ini Saya tujukan untuk memprovokasi publik bahwa hak warga negara dalam memilih adalah hak asasi manusia (HAM).

Membela HAM dalam berpartisipasi pada Pemilu, tidak lebih rendah dengan bentuk HAM yang lain (kebebasan beragama, berekspresi dan lainnya).

Sejatinya hak warga negara dalam pemilu tidak sekadar sarana suksesi yang di aktualisasi di balik bilik suara. Lebih dari itu, Pemilu adalah ruang partisipasi warga sehingga sebelum memilih, mereka lebih dahulu memilah dan membedah calonnya.

Di sinilah penyelenggara pemilu dituntut perannya. Ibarat sajian, para kandidat dibeberkan layaknya menu yang lengkap dengan kandungannya.

DCS tanpa biodata, kampanye tanpa laporan dana

Daftar calon sementara (DCS) pemilu legislatif yang diumumkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI, hanya sekadar informasi daftar nama caleg tanpa manfaat apapun.

Publikasi DCS oleh KPU menyiratkan lembaga penyelenggara pemilu gagal mendorong partisipasi.

DCS tanpa biodata jadi faktor penghalang membangun kedekatan warga dengan calon. Mustahil membentuk candidacy engagement tanpa candidacy knowledge yang lengkap.

Alih-alih mengakomodasi desakan publik, KPU bergeming dengan dalih perlindungan data pribadi dan keterbukaan informasi publik. Alasan itu tidak sedikit dibalas sanggahan dari banyak pakar hukum.

Terlepas dari alasan yang didalilkan KPU, kesimpulan penulis bahwa KPU tidak menerapkan hukum progresif. Sebagai produk hukum, kebijakan DCS bertentangan dengan prinsip hukum yang harusnya berkeadilan, berkepastian, dan berkemanfaatan.

Tidak ada manfaat menyembunyikan biodata riwayat hidup calon legislatif selain melemahkan partisipasi pemilih.

Sedangkan partisipasi dalam pemilu adalah roh demokrasi. Partisipasi yang besar dapat memberi legitimasi kuat pada calon terpilih.

Saya beranggapan pemilih juga tidak muluk-muluk, mengorek-orek informasi pribadi calon legislatif yang tidak berhubungan dengan preferensi memilih, seperti informasi kesehatan atau keluarga.

Publik hanya membutuhkan informasi publik terkait visi misi kandidat, motivasi, usia, riwayat pendidikan, pengalaman organisasi, pekerjaan, dan mungkin status khusus, apakah pernah tersandung pidana atau tidak, atau identitas lain yang perlu diketahui publik sebelum memilih.

Data itu akan memudahkan pemilih melacak track record calon untuk pemilih rasional, atau menyamakan pandangan moral dan identitas bagi pemilih ideologis maupun emosional.

KPU dituntut ketegasan untuk memaksa peserta pemilu terbuka menyodorkan biodata atau riwayat hidupnya untuk kepentingan pemilu berkualitas dalam rangka melayani hak konstitusional pemilih.

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 27 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 27 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Tanggal 26 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 26 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Sudirman Said Siap Bersaing dengan Anies Rebutkan Kursi Jakarta 1

Sudirman Said Siap Bersaing dengan Anies Rebutkan Kursi Jakarta 1

Nasional
Sudirman Said: Jakarta Masuk Masa Transisi, Tak Elok Pilih Gubernur yang Bersebrangan dengan Pemerintah Pusat

Sudirman Said: Jakarta Masuk Masa Transisi, Tak Elok Pilih Gubernur yang Bersebrangan dengan Pemerintah Pusat

Nasional
Siap Maju Pilkada, Sudirman Said: Pemimpin Jakarta Sebaiknya Bukan yang Cari Tangga untuk Karier Politik

Siap Maju Pilkada, Sudirman Said: Pemimpin Jakarta Sebaiknya Bukan yang Cari Tangga untuk Karier Politik

Nasional
Kenaikan UKT Dinilai Bisa Buat Visi Indonesia Emas 2045 Gagal Terwujud

Kenaikan UKT Dinilai Bisa Buat Visi Indonesia Emas 2045 Gagal Terwujud

Nasional
Komnas HAM Minta Polda Jabar Lindungi Hak Keluarga Vina Cirebon

Komnas HAM Minta Polda Jabar Lindungi Hak Keluarga Vina Cirebon

Nasional
Komunikasi Intens dengan Nasdem, Sudirman Said Nyatakan Siap Jadi Cagub DKI

Komunikasi Intens dengan Nasdem, Sudirman Said Nyatakan Siap Jadi Cagub DKI

Nasional
Megawati Minta Api Abadi Mrapen Ditaruh di Sekolah Partai, Sekjen PDI-P Ungkap Alasannya

Megawati Minta Api Abadi Mrapen Ditaruh di Sekolah Partai, Sekjen PDI-P Ungkap Alasannya

Nasional
Pembayaran Dana Kompensasi 2023 Tuntas, Pertamina Apresiasi Dukungan Pemerintah

Pembayaran Dana Kompensasi 2023 Tuntas, Pertamina Apresiasi Dukungan Pemerintah

Nasional
Hari Ke-12 Penerbangan Haji Indonesia, 72.481 Jemaah Tiba di Arab Saudi, 8 Wafat

Hari Ke-12 Penerbangan Haji Indonesia, 72.481 Jemaah Tiba di Arab Saudi, 8 Wafat

Nasional
Sahroni Ungkap Anak SYL Indira Chunda Tak Pernah Aktif di DPR

Sahroni Ungkap Anak SYL Indira Chunda Tak Pernah Aktif di DPR

Nasional
Kemenag Imbau Jemaah Haji Indonesia Pakai Jasa Pendorong Kursi Roda Resmi di Masjidil Haram

Kemenag Imbau Jemaah Haji Indonesia Pakai Jasa Pendorong Kursi Roda Resmi di Masjidil Haram

Nasional
Mahasiswa Kritik Kenaikan UKT: Persempit Kesempatan Rakyat Bersekolah hingga Perguruan Tinggi

Mahasiswa Kritik Kenaikan UKT: Persempit Kesempatan Rakyat Bersekolah hingga Perguruan Tinggi

Nasional
Tak Ada Jalan Pintas, Hasto: Politik Harus Belajar dari Olahraga

Tak Ada Jalan Pintas, Hasto: Politik Harus Belajar dari Olahraga

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com