Menurutnya, semakin Ketua Umum PDI-P Megawati Soekarnoputri ditekan, justru seringkali akan semakin resisten untuk menerima aspirasi politik yang disampaikan.
"Sebab, dalam tradisi politik di PDI-P, cara-cara semacam itu dianggap tidak sopan dan melawan fatsoen politik internal partai," kata Umam saat dihubungi, Senin.
Di sisi lain, budaya PDI-P disebut cenderung menghargai nilai-nilai loyalitas, pengabdian dan komitmen pada ideologi.
Sebaliknya, Umam menyebut PDI-P cenderung resisten pada politisi yang dinilai lebih pragmatis.
"Dalam konteks ini, PDI-P berpeluang melihat Sandiaga dengan kacamata seperti itu," ujar Umam.
Meskipun diusulkan PPP, Umam menambahkan, PDI-P cenderung melihat Sandiaga tidak memiliki akar di PPP dan komunitas Nahdlatul Ulama.
Karena itu, ketika masuk kontestasi, realisasi dukungan dari basis santri Nahdliyyin terhadap Sandiaga yang diharapkan tumbuh lewat mesin politik PPP, dikhawatirkan tidak terjadi.
"Itulah mengapa, belakangan di internal PDI-P mulai membuka peluang rekalkulasi koalisi dengan mengambil tokoh Nahdliyyin yang lebih mengakar, misalnya dengan memanfaatkan ketidakpastian nasib Cak Imin dan PKB di KKIR," terang Umam.
"Atau mulai menggeser strategi pada penguatan capres-cawapres berbasis teritorial Jawa-Sunda, di mana Ridwan Kamil belakangan justru sering disebut-sebut dalam bursa pencawapresan Ganjar," imbuh dia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.