JAKARTA, KOMPAS.com - Kapal selam Angkatan Laut Republik Indonesia (ALRI), RI Tjandrasa-408 pernah kucing-kucingan dengan dua kapal perang Belanda dalam Operasi Cakra II sekitar pertengahan Agustus 1962.
Peristiwa ini terjadi ketika RI Tjandrasa tengah mengemban misi operasi pembebasan Irian Barat dari kekuasaan Belanda.
Saat itu, RI Tjandrasa mulai mendekati Kepulauan Mapia yang menjadi daerah kekuasaan Belanda.
Tepat sekitar pukul 22.00, RI Tjandrasa tiba-tiba menangkap sebuah cahaya lampu dari kejauhan. Jarak lampu cahaya tersebut hanya sekitar 4 mil dari posisi mereka.
Para awak RI Tjandrasa semula mengira bahwa lampu cahaya tersebut berasal dari sebuah kapal nelayan. Perkiraan itu tak lepas karena deteksi sonar RI Tjandrasa tidak jelas.
Akan tetapi, setelah diikuti terus-menerus, sonar RI Tjandrasa tiba-tiba menangkap echo yang semakin lama semakin jelas.
Baca juga: Kisah Kapal Selam Tjandrasa Sukses Susupkan Pasukan RPKAD ke Teluk Tanah Merah
Tak tanggung-tanggung, sonar RI Tjandrasa menangkap dua kapal perang yang dating sekaligus.
"Tidak mungkin kapal nelayan bersama-sama mengarah ke suatu tempat," cerita Letnan Subagijo, seorang perwira torpedo RI Tjandrasa, dikutip dari buku berjudul "Mission Accomplished" karya Atmadji Sumarkidjo.
Setelah mengetahui "sosok" di balik lampu cahaya tersebut, sentral perwira jaga yang telah mendapat laporan langsung mengeluarkan perintah agar RI Tjandrasa "menyelam cepat".
Ketika posisi RI Tjandrasa semakin dekat, juru sonar melaporkan bahwa mereka menangkap suara baling-baling dari kapal perang. Hal ini diperkuat dengan momen RI Tjandrasa yang dapat menangkap suara ping sonar mereka.
Selanjutnya, RI Tjandrasa terus menyelam ke kedalaman 100 meter dengan kecepatan setengah dan haluan zig-zag menuju arah utara Kepulauan Mapia.
Namun, usaha ini ternyata belum membuahkan hasil. Posisi RI Tjandrasa masih terdeteksi oleh kapal perang musuh.
RI Tjandrasa pun menambah kecepatan dan kedalaman sampai mencapai 150 meter. Pada kedalaman ini, barulah deteksi sonar kapal perang Belanda sudah tidak terdengar lagi dan berlahan sasaran kian menjauh.
Baca juga: 2 Kapal Pemburu Ranjau Resmi Masuk Jajaran TNI AL, Prabowo dan KSAL Tekankan Pentingnya Harwat
Subagijo memperkirakan bahwa cuaca di atas permukaan cukup membantunya. Apalagi, langit gelap dan kebetulan ombak cukup besar.
"Mungkin operator sonar mereka agak mabuk," katanya.