JAKARTA, KOMPAS.com - Anggota Dewan Pakar Partai Golkar Ridwan Hisjam mengatakan Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto kini tidak bisa menjadi Presiden maupun Wakil Presiden (Wapres) usai Golkar resmi mendeklarasikan Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto sebagai capres.
Ridwan mengaku sudah menyarankan Golkar untuk berbenah sejak dulu. Namun, ketika diberitahu, pengurus pusat Golkar tidak berani mengeksekusinya.
"Dari dulu sudah dikasih tahu supaya ubah strategi, enggak berani, enggak mau. Ya akhirnya enggak mau. Karena didukung orang-orang di fungsi DPP yang tidak ngerti strategi, tidak ngerti politik, hanya bisa jilat-jilat. Akhirnya Golkar-nya jadi seperti ini, enggak dapat apa-apa Airlangga. Presiden enggak bisa, Wapres enggak bisa," ujar Ridwan saat dihubungi, Minggu (13/8/2023).
Ridwan turut menyentil kader Golkar di seluruh Indonesia yang selalu meneriakkan "Airlangga Presiden", padahal Menteri Koordinator Bidang Perekonomian tersebut tidak maju sebagai capres maupun cawapres.
Menurutnya, Golkar tidak mendengar nasihat Dewan Pakar Golkar selaku orang tua, sehingga berujung kegagalan seperti ini.
"Ini akibatnya karena tidak mau mendengarkan omongan orangtua. Dewan Pakar itu orang tua semua, bukan orang kaleng-kaleng," ucapnya.
Untuk itu, Ridwan meminta agar Airlangga Hartarto bersikap kesatria dengan mundur dari posisi Ketua Umum Golkar.
Apalagi, kata dia, Airlangga baru-baru ini diperiksa menjadi saksi selama berjam-jam di kasus dugaan korupsi minyak goreng.
Ridwan menilai, tersandungnya Airlangga di kasus korupsi tersebut bisa menimbulkan citra yang tidak baik bagi Partai Golkar.
"Kenapa? Karena pada saat proses kita lagi kampanye, Ketum Golkar bolak-balik ke pengadilan jadi saksi. Jadi ini masalah pencitraan partai. Toh kalau dia kesatria, dia mundur kan juga enggak apa-apa. Toh dia bukan capres. Buktinya kan enggak bisa jadi capres," imbuh Ridwan.
Baca juga: Waketum Sebut Nasdem Tak Terpengaruh Langkah Golkar dan PAN Dukung Prabowo
Sebelumnya, Partai Gerindra dan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) serta Partai Golkar dan Partai Amanat Nasional (PAN) resmi berkoalisi untuk pemilihan presiden (Pilpres) 2024.
Tak hanya berkoalisi, mereka juga menyatakan dukungan pencapresan terhadap Ketua Umum Partai Gerindra, Prabowo Subianto, dalam acara pernyataan dukungan di Museum Perumusan Naskah Proklamasi, Jakarta, Minggu (13/8/2023).
Koalisi ini ditandai dengan penandatanganan kerja sama politik oleh empat ketua umum partai politik masing-masing, yakni Muhaimin Iskandar dari PKB, Zulkifli Hasan dari PAN, dan Airlangga Hartarto dari Golkar, serta Prabowo sendiri.
Prabowo menyampaikan bahwa dipilihnya tanggal ini tak terlepas sebagai momentum peringatan koalisi Gerindra dan PKB yang telah lebih dulu dibangun persis setahun silam.
"Pada tanggal yang baik ini, 13 Agustus 2023, persis satu tahun tanda tangan kerja sama politik Gerindra dan PKB. Dan satu tahun kemudian kerja sama politik ini diperkuat dua partai bersejarah, partai yang besar," kata Prabowo.