KOMPAS.com - Badan Restorasi Gambut dan Mangrove (BRGM) adalah lembaga nonstruktural yang bertugas memfasilitasi percepatan restorasi gambut di tujuh provinsi prioritas, yakni Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, dan Papua.
Langkah BRGM tersebut sejalan dengan komitmen pemerintah Indonesia terkait mitigasi perubahan iklim lewat Indonesia’s Forestry and Other Land Use (FOLU) Net Sink 2030.
Mitigasi perubahan iklim bisa dilakukan salah satunya melalui pengelolaan gambut untuk mengurangi emisi dari dekomposisi gambut dan kebakaran lewat perbaikan tata air dan restorasi gambut.
Provinsi Riau memiliki gambut terluas di Indonesia. Sesuai dengan Penetapan Peta Kesatuan Hidrologis Gambut Nasional yang dirilis Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) pada 2017, luas lahan gambut di Riau adalah sebesar 5,3 juta hektar yang berada di 59 Kesatuan Hidrologis Gambut (KHG).
Baca juga: Sekretaris BRGM Temui Pj Gubernur Papua Selatan Bahas Restorasi Gambut dan Mangrove
Selama 2016-2022, BRGM telah melaksanakan restorasi gambut di 209.977 lahan di Riau. Usaha ini dapat dicapai berkat pembangunan 1.618 unit sekat kanal, revegetasi 140 hektar lahan, serta revitalisasi 86 paket mata pencaharian masyarakat.
Salah satu KHG di Riau, yakni KHG Sungai Siak-Kampar, dikelola oleh masyarakat dan sektor swasta. Untuk mengelola KHG ini, diperlukan kolaborasi bersama agar restorasi gambut bisa berjalan secara sistematis dan terpadu.
Selain sektor swasta, restorasi gambut di Riau juga berhasil terwujud berkat kerja sama dengan sejumlah mitra, mulai dari pemerintah daerah (pemda), civil society organization (CSO)/non-governmental organization (NGO), hingga perguruan tinggi.
Sinergi bersama dalam merestorasi gambut diharapkan dapat mengembalikan daya dukung ekosistem gambut, sehingga KHG yang optimal dapat terwujud dan kesejahteraan masyarakat meningkat.
Baca juga: Kisah Petani Talio Hulu Kalteng Diminta Tanam Padi di Lahan Gambut, BRGM: Cegah Karhutla
Pengelolaan ekosistem gambut berperan penting terhadap pencapaian target FOLU Net Sink 2030. Upaya ini masuk sebagai aksi pengurangan emisi lewat pencegahan kebakaran hutan dan lahan (karhutla), peningkatan kapasitas hutan alam dan karbon, perbaikan tata air gambut, serta penjagaan tutupan hutan lahan.
Adapun strategi yang digunakan adalah rewetting, revegetasi, dan revitalisasi (3R). Rewetting artinya menjaga tingkat kebasahan lahan gambut, revegetasi adalah melakukan penanaman kembali untuk memperbaiki tutupan lahan, serta revitalisasi yang berarti membantu mata pencaharian masyarakat sebagai alternatif penghidupan untuk menjaga gambut.
Langkah nyata BRGM lainnya adalah menggelar Focus Group Discussion (FGD) Model Penerapan FOLU Net Sink 2030 Berbasis Pengelolaan KHG Terintegrasi di Universitas Riau (Unri) Senin (8/8/2023).
Baca juga: Bantu Mahasiswa Terapkan Ilmu di Masyarakat, BRGM Raih Penghargaan dari Kemendikbud Ristek
FGD tersebut dihadiri oleh sejumlah pemangku kepentingan yang berperan penting dalam pelaksanaan restorasi gambut, seperti Sekretaris Daerah (Sekda) Provinsi Riau, perwakilan Rektor Unri, dan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Siak.
Kemudian, hadir pula perwakilan dari Bappeda Pelalawan, Kementerian LHK, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional (Bappenas), CSO/NGO, hingga sektor swasta.
Pemerintah Provinsi (Pemprov) Riau berkomitmen menurunkan emisi gas rumah kaca (GRK) lewat Peraturan Gubernur Riau Nomor 9 Tahun 2021 tentang Riau Hijau.
Sekda Provinsi Riau SF Hariyanto mengatakan, pihaknya menerapkan "Riau Hijau" untuk mengoptimalkan pengelolaan sumber daya alam (SDA) yang berguna bagi pembangunan berkelanjutan dan kesejahteraan rakyat Riau.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.