Indikator lainnya, pemenang lelang dari tahun ke tahun merupakan orang yang sama namun menggunakan nama perusahaan yang berbeda.
Modus ini juga dilakukan dalam pengadaan alat pendeteksi korban reruntuhan yang menjerat Kepala Basarnas.
Untuk mengetahui indikator ini, sistem E-Audit harus bekerja sama dengan Direktorat Jenderal Administrasi dan Hukum Umum (AHU), Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham).
Meski nama perusahaan berganti-ganti, E Audit yang tersambung ke AHU akan mendapatkan data pemilik perusahaan.
“E Audit ini harus nyambung dengan Dirjen AHU. Karena 3 pemenang ini, 2021, 2022, 2023 beneficial ownership-nya sama orangnya,” kata Pahala.
Namun demikian, para pelaku masih bisa mengakali sistem tersebut dengan cara mencantumkan nama orang lain atau anggota keluarganya sebagai pemilik perusahaan di dokumen yang didaftarkan di Ditjen AHU.
Mengantisipasi hal ini, Pahala menyebut E Audit harus terhubung dengan Direktorat Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kementerian Dalam Negeri.
Baca juga: LKPP Jadikan Pemprov Jateng sebagai Role Model Pengadaan Barang/Jasa untuk Pemda
E Audit meminta “pohon keluarga” untuk mendapatkan nama atau nomor kependudukan anggota sanak keluarga pengusaha.
“Jadi LKPP kalau dapat NIK saya langsung ketahuan tuh, anak, istri, adik, kakak. Jangan-jangan PT-nya atas nama ini (anggota keluarga),” kata Pahala.
Selanjutnya, E Audit juga diharapkan akan bisa menghentikan proses lelang yang terindikasi curang, diinvestigasi, dibatalkan, dan dimulai ulang.
Namun, LKPP mengaku belum mengetahui apakah memiliki kewenangan untuk menyetop proses lelang yang sedang berjalan.
“Jadi dia (LKPP) masih mikir wewenang kita apakah sampai situ, memberhentikan proses [tender]. Kita lagi cari di Perpres ada enggak wewenang itu,” jelas Pahala.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.