"Peristiwa di Basarnas perlu menjadi evaluasi kita. Kita harus mawas diri dengan hal seperti itu. Jangan dilihat negatifnya berita itu," ujar Yudo dalam siaran pers.
"Mari kita evaluasi bersama sehingga ke depan tidak terjadi lagi di tubuh TNI ataupun para prajurit TNI yang bertugas di luar struktur TNI. Sehingga kita tetap solid untuk melaksanakan tugas pokok atau fungsi TNI," tuturnya.
Baca juga: DPR Diminta Panggil KPK dan TNI soal Kisruh Penanganan Kasus Suap Kabasarnas
Yudo juga memberikan pesan kepada Marsekal Madya Kusworo yang akan menggantikan Henri Alfiadi sebagai kepala Basarnas untuk tidak melupakan dirinya adalah TNI.
Dia juga meminta prajurit TNI yang berdinas di sipil agar terus menjalin komunikasi dengan induknya, yaitu TNI.
Selain itu, Yudo berpesan agar prajurit TNI yang berdinas di luar struktur TNI memakai baju seragamnya saat bertugas.
"Biar mereka sadar bahwa mereka masih TNI, masih punya naluri TNI, masih punya disiplin, masih punya hierarki, masih punya kehormatan militer," tegasnya.
"Semua TNI yang bertugas di manapun harus membawa nama baik TNI dan itu juga adalah tugas negara," tambahnya.
Penanganan kasus Henri dan Afri dinilai menjadi momentum TNI untuk menepis stiga publik.
Co-Founder Institute for Security and Strategic Studies (ISESS), Khairul Fahmi, menilai bahwa Puspom TNI harus membuktikan bahwa mereka dapat memproses kasus ini dengan akuntabel.
Di luar perdebatan soal yurisdiksi hukum, Fahmi memahami adanya anggapan buruk masyarakat luas terhadap penegakan hukum di internal TNI.
"Ini adalah residu karena belum tuntasnya agenda reformasi hukum maupun sektor keamanan. Selama ini ada persepsi dan stigma yang terbentuk, yang saya kira berdasarkan pengalaman masa lalu, bahwa mekanisme peradilan militer punya kecenderungan protektif, melindungi kalau yang melakukan perbuatan melawan hukum adalah prajurit TNI atau internal mereka," jelas Fahmi, Minggu (30/7/2023).
Baca juga: Polemik Kasus Kabasarnas, Permintaan Maaf KPK Dianggap Merusak Sistem
Fahmi menganggap, momentum ini seharusnya menjadi ajang bagi TNI menepis stigma buruk itu dengan penanganan kasus yang adil, imparsial, transparan, dan akuntabel.
Dengan segala proses penyidikan yang telah ditempuh KPK, lanjut dia, seharusnya tak ada alasan bagi Puspom TNI untuk tidak menetapkan Henri sebagai tersangka pula.
Malah, ujar Fahmi, Puspom TNI seharusnya dapat bekerja dengan lebih ringan karena bisa mengacu pada alat bukti yang sudah dihimpun KPK.
"Saya yakin tidak akan terlalu lama akan ada penetapan tersangka juga," ucapnya.
Ia menambahkan, Puspom TNI harus mengusut kasus tak kalah gesit dibandingkan KPK. Hal ini untuk menepis stigma negatif yang selama ini dilekatkan pada mereka.
Puspom TNI juga dinilai perlu memberikan informasi secara berkala terkait progres penanganan kasus untuk menjawab kekhawatiran publik soal isu transparansi peradilan militer.
"Kalau progres di KPK (untuk para tersangka berlatar belakang sipil) lebih cepat atau lebih baik, maka tentu kita bisa melakukan kritik atau memberikan semacam atensi kepada Puspom TNI untuk juga mengakselerasi penanganan kasusnya supaya tidak ketinggalan," ujar Fahmi.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.