Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Indonesian Insight Kompas
Kelindan arsip, data, analisis, dan peristiwa

Arsip Kompas berkelindan dengan olah data, analisis, dan atau peristiwa kenyataan hari ini membangun sebuah cerita. Masa lalu dan masa kini tak pernah benar-benar terputus. Ikhtiar Kompas.com menyongsong masa depan berbekal catatan hingga hari ini, termasuk dari kekayaan Arsip Kompas.

Kasus Basarnas: Persekongkolan Lelang dan Gurita Korupsi di Indonesia

Kompas.com - 27/07/2023, 15:07 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

KEJUTAN di pengujung Juli 2023. Sayangnya, ini bukan kejutan menggembirakan. Karena, kejutan itu berupa kasus tangkap tangan yang kemudian membuka kotak pandora kasus dugaan korupsi di Badan SAR Nasional (Basarnas). 

Di negeri rawan bencana karena berada di kawasan yang jamak dinamai sebagai cincin api, Indonesia bukanlah negeri yang sudah mapan dalam mitigasi dan penanganan bencana. Setiap ada peristiwa, terus muncul sejumlah catatan yang cenderung sama dan berulang.

Menjadi miris ketika Basarnas sebagai salah satu garda utama terkait bencana justru terperangkap jeratan kasus dugaan korupsi. Pimpinan tertingginya menjadi salah satu tersangka pula.

Satu hal lagi, kasus ini mencuatkan kembali sebuah istilah, yaitu dugaan persekongkolan lelang. Pertanyaannya, apakah ini modus khas kasus dugaan korupsi di Basarnas saja?

Persekongkolan lelang Basarnas

Kasus dugaan korupsi di Basarnas ini bermodus suap proyek pengadaan barang dan jasa. Sejak awal, lelang pengadaan barang dan jasa dalam kasus ini sudah ada kongkalikong antara personel Basarnas dan perusahaan peserta lelang.

Ada kesepakatan komisi dan janji pemenangan peserta lelang yang memberi komisi.  Persekongkolan tetap terjadi, tak peduli lelang sudah memakai mekanisme pengadaan secara elektronik (e-procurement).

"Sistem apa pun yang dibangun, ketika itu dilakukan persekongkolan, jebol juga," kata Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Alexander Marwata, dalam jumpa pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Rabu (26/7/2023).

Kepala Basarnas Marsdya Henri Alfianto (HA) dan Koordinator Administrasi (Koorsmin) Kabasarnas Letkol Adm Afri Budi Cahyanto (ABC) telah ditetapkan KPK sebagai tersangka. 

Baca juga: 6 Fakta Kepala Basarnas Terjerat Kasus Dugaan Suap dengan Kode Dana Komando

Menurut Alexander, tak hanya satu pengadaan barang dan jasa yang menjadi arena permainan dalam dugaan persekongkolan lelang dengan kesepakatan komisi sebesar 10 persen ini.

Sejauh ini, proyek yang terindikasi terlaksana memakai kongkalikong ini antara lain adalah pengadaan peralatan pendeteksi korban reruntuhan, public safety diving equipment, kendaraan kendali jarak jauh (remotely operated vehicle atau ROV), dan kapal negara (KN) SAR Ganesha.

"Tentu, proses lelangnya pun itu sudah diatur (memastikan siapa pemenang lelang). Dengan kata lain, proses lelang hanya sekadar formalitas," ujar Alexander.

Gurita korupsi di Indonesia

Indonesia hingga hari ini harus diakui masih berjibaku dengan mentalitas korupsi yang menggurita di semua lini. "Penguasa" dalam arti luas yang punya akses ke anggaran dan para pemegang "kunci brankas" anggaran menjadi para pihak yang paling rentan melakukan korupsi.

Baca juga: Kasus Pangeran Banten Tubagus Wawan, Kuasa Oligarki untuk Korupsi

Ade Irawan dari Visi Integritas menyitir riset yang memunculkan teori bahwa di semua organisasi—tidak hanya di instansi pemerintah—cenderung ada proporsi 20-60-20 terkait mentalitas korupsi.

Angka-angka itu, urai Ade, mengindikasikan 20 persen orang yang bekerja di mana pun tidak akan melakukan korupsi, tak peduli ada tekanan atau iming-iming.

Lalu, lanjut Ade, 60 persen dalam deretan angka itu adalah mereka yang disebut sebagai orang-orang di tengah atau di pagar. Sekalipun awalnya tidak berniat korupsi, tutur Ade, mereka akhirnya bisa terjerat korupsi karena ada tekanan, ajakan, dan atau iming-iming. 

Adapun angka 20 yang terakhir menunjukkan 20 persen orang dalam lingkup suatu pekerjaan yang memang dari awal berniat dan atau berusaha melakukan korupsi. 

"Artinya, sebagus-bagusnya sistem, enggak bisa dibiarkan begitu saja. Ada 20 persen yg memang punya niat korupsi dan 60 persen bisa berubah (menjadi korup sekalipun tidak ada niat pada awalnya) ketika punya kesempatan,"ujar Ade, Kamis (27/7/2023).

Dari sini, ungkap Ade, kaitan berikutnya adalah teori fraud triangle. Teori ini mengungkap tiga alasan orang melakukan fraud alias kecurangan, termasuk persengkongkolan lelang dalam perkara-perkara korupsi. 

Ketiga alasan itu adalah tekanan, kesempatan, dan justifikasi atau pembenaran. 

"Nah, 60 persen orang dari teori sebelumnya bisa melakukan korupsi karena tiga kemungkinan alasan ini," kata Ade. 

Bisa jadi, ujar Ade, ada ruang untuk persekongkolan itu. Misal, terbuka ruang memasukkan vendor tertentu atau ada tekanan dari atasan untuk memberi setoran. 

Secara umum, ungkap Ade, e-procurement yang kini dipakai pemerintah sebagai mekanisme pengadaan barang dan jasa sudah bagus. Namun, sistem yang bagus pun ketika tidak diawasi, dievaluasi, dan diperbaiki, tetap selalu ada kemungkinan disiasati.

"Sistem jangan sekali jadi (lalu tidak ada pengawasan, evaluasi, dan atau perbaikan)," tegas Ade. 

Direktur Eksekutif Nara Integrita Indonesia, Ibrahim Fahmy Badoh, membenarkan pula bahwa persekongkolan lelang merupakan modus dominan dalam praktik korupsi di Indonesia, terutama terkait penggunaan anggaran negara.

Fahmy pun menyebut skandal e-KTP sebagai salah satu contoh lain yang kasat mata soal persekongkolan lelang ini.

Baca juga: E-KTP... Deja Vu Tudingan Nazaruddin yang Beneran Jadi Perkara

"Kasus e-KTP sangat jelas jika lelangnya berbasis persekongkolan dari mulai pembentukan program, memastikan anggaran, hingga penentuan pemenang," ujar Fahmy, Kamis. 

Lolosnya persengkongkolan lelang sebagai modus korupsi di Indonesia sekalipun sudah memakai mekanisme digital bukan tidak terendus oleh sejumlah lembaga pemantau dan pegiat anti-korupsi. Indeks global pun bicara hal yang sama.

Baca juga: Menyusuri Jejak Lama Bau Busuk Proyek E-KTP...

Setidaknya, indeks persepsi korupsi (IPK) Indonesia untuk 2022 menjadi kabar buram soal ini. Dirilis oleh Tranparency International Indonesia (TII) pada 31 Januari 2023, IPK Indonesia 2022 mencatatkan penurunan terburuk sejak indeks ini diluncurkan pertama kali pada 1995.

Dibanding 2021, IPK Indonesia 2022 turun 4 poin, dengan skor 34 dari 100. 

Baca juga: IPK Indonesia Turun, Janji Jokowi Lawan Korupsi Dinilai Tak Bermakna

Posisi Indonesia dalam IPK global pun ada di setengah belakang, yaitu di posisi 110 dari 180 negara yang dipantau Transparency International (TI). Rekor "terbaik" Indonesia dalam salah satu indeks global ini hanya mencatatkan poin 32 dari 100, yaitu pada 2012. 

Sebagai catatan, IPK memberikan poin 0-100, dengan 0 berarti bersih dari korupsi dan 100 sebagai total korup. 

Persekongkolan lelang sebagai modus dominan dalam korupsi terpotret pula dari data Indonesian Corruption Watch (ICW). Lembaga ini menyitir, 134 dari 252 kasus korupsi yang terjadi pada semester I 2022 saja merupakan perkara di lingkup pengadaan barang dan jasa instansi pemerintah. 

Baca juga: INFOGRAFIK: Modus Korupsi yang Marak di Indonesia Berdasarkan Data ICW

Sekretaris Jenderal TII, J Danang Widoyoko, mengatakan, turun drastisnya skor IPK Indonesia 2022 membuktikan bahwa strategi dan program pemberantasan korupsi tidak efektif. Sejumlah klaim dan revisi regulasi yang disebut bertujuan memberantas korupsi melalui pencegahan pun karenanya disebut tidak efektif berjalan.

Strategi dan revisi regulasi itu, sebut Danang, mencakup revisi UU KPK pada 2019, digitalisasi pelayanan publik, dan bahkan UU Cipta Kerja. Respons terhadap praktik korupsi masih cenderung lambat.

Riset Kudu pada 2022 mendapati pula bahwa IPK punya korelasi kuat dengan sejumlah indeks global yang berdampak pada kualitas kehidupan. Korelasi tidak selalu berarti hubungan sebab akibat, tetapi korelasi kuat mengindikasikan kemungkinan adanya relasi kausalitas itu.

Baca juga: Presidensi G20 Indonesia dan Indeks Persepsi Korupsi dalam 7 Klaster

Pemetaan Kudu atas lima indeks global, termasuk IPK, menempatkan Indonesia di posisi rendah dibanding negara-negara sesama anggota G20 dan Uni Eropa. Di antara hasil pemetaan, Indonesia terlihat relatif tertinggal dalam sejumlah capaian indeks, terutama ketika dianalisis menggunakan perspektif pemberantasan korupsi.

Apakah dugaan kasus korupsi di Basarnas ini merupakan momentum bagi kita untuk menyatakan bahwa korupsi sejatinya adalah juga bencana besar di negeri ini? 

Naskah: KOMPAS.com/PALUPI ANNISA AULIANI

 

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Kunker ke Sultra, Presiden Jokowi Tiba di Pangkalan TNI AU Haluoleo

Kunker ke Sultra, Presiden Jokowi Tiba di Pangkalan TNI AU Haluoleo

Nasional
ICW Kritik Komposisi Pansel Capim KPK: Rentan Disusupi Konflik Kepentingan

ICW Kritik Komposisi Pansel Capim KPK: Rentan Disusupi Konflik Kepentingan

Nasional
Sekjen Gerindra Sebut Ada Nama Eksternal Dikaji untuk Bacagub DKI 2024

Sekjen Gerindra Sebut Ada Nama Eksternal Dikaji untuk Bacagub DKI 2024

Nasional
Soal Rencana Pertemuan Prabowo-Megawati, Sekjen Gerindra: Tak Ada Komunikasi yang Mandek

Soal Rencana Pertemuan Prabowo-Megawati, Sekjen Gerindra: Tak Ada Komunikasi yang Mandek

Nasional
KPK Diharapkan Tetap Ada meski Dilanda Isu Negatif

KPK Diharapkan Tetap Ada meski Dilanda Isu Negatif

Nasional
Tren Pemberantasan Korupsi Buruk, Jokowi Diwanti-wanti soal Komposisi Pansel Capim KPK

Tren Pemberantasan Korupsi Buruk, Jokowi Diwanti-wanti soal Komposisi Pansel Capim KPK

Nasional
Burhanuddin Muhtadi: KPK Ibarat Anak Tak Diharapkan, Maka Butuh Dukungan Publik

Burhanuddin Muhtadi: KPK Ibarat Anak Tak Diharapkan, Maka Butuh Dukungan Publik

Nasional
Gerindra Kaji Sejumlah Nama untuk Dijadikan Bacagub Sumut, Termasuk Bobby Nasution

Gerindra Kaji Sejumlah Nama untuk Dijadikan Bacagub Sumut, Termasuk Bobby Nasution

Nasional
Presiden Jokowi Bertolak ke Sultra, Resmikan Inpres Jalan Daerah dan Bendungan Ameroro

Presiden Jokowi Bertolak ke Sultra, Resmikan Inpres Jalan Daerah dan Bendungan Ameroro

Nasional
Jokowi Bersepeda di CFD Sudirman-Thamrin sambil Menyapa Warga Jakarta

Jokowi Bersepeda di CFD Sudirman-Thamrin sambil Menyapa Warga Jakarta

Nasional
KPK Kantongi Data Kerugian Ratusan Miliar dalam Kasus PT Taspen, tapi Masih Tunggu BPK dan BPKP

KPK Kantongi Data Kerugian Ratusan Miliar dalam Kasus PT Taspen, tapi Masih Tunggu BPK dan BPKP

Nasional
4 Kapal Perang Angkut Puluhan Rantis Lapis Baja demi Pengamanan WWF ke-10 di Bali

4 Kapal Perang Angkut Puluhan Rantis Lapis Baja demi Pengamanan WWF ke-10 di Bali

Nasional
Prabowo Pilih Rahmat Mirzani Djausal sebagai Bacagub Lampung

Prabowo Pilih Rahmat Mirzani Djausal sebagai Bacagub Lampung

Nasional
KPK Masih Telusuri Pemberi Suap Izin Tambang Gubernur Maluku Utara

KPK Masih Telusuri Pemberi Suap Izin Tambang Gubernur Maluku Utara

Nasional
Menhub Budi Karya Diminta Jangan Cuma Bicara soal Sekolah Kedinasan Tanggalkan Atribut Militer

Menhub Budi Karya Diminta Jangan Cuma Bicara soal Sekolah Kedinasan Tanggalkan Atribut Militer

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com