Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menkumham Sebut KUHP Baru Atur Hukum yang Hidup di Masyarakat Tetap Berlaku

Kompas.com - 26/07/2023, 05:18 WIB
Syakirun Ni'am,
Novianti Setuningsih

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang baru disebut mengatur terkait hukum yang hidup di masyarakat.

Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna Laoly mengatakan, KUHP berupaya menggabungkan hukum yang terpisah antara hukum positif dan hukum yang hidup di masyarakat.

“Selama ini, dalam hukum pidana dikenal sistem unifikasi hukum. Dalam hal ini, hanya hukum pidana tertulis yang berlaku," ujar Yasonna dalam keterangan tertulis yang diterima Kompas.com, Selasa (25/7/2023).

Adapun hukum yang hidup dalam masyarakat yang menentukan bahwa seseorang patut dipidana adalah hukum pidana adat.

Dalam Buku Kesatu Pasal 2 ayat (1) KUHP baru disebutkan bahwa pemberlakuan hukum yang berlaku di masyarakat itu tidak dikurangi meskipun perbuatan terkait tidak diatur dalam undang-undang tersebut.

Baca juga: Uji Materi KUHP Baru soal Pidana Mati, Lambang Negara, dan Unjuk Rasa Kandas di MK

Sementara itu, hukum positif merupakan hukum yang berlaku saat ini dan berlaku mengikat.

Yasonna mengatakan, upaya menggabungkan lingkungan hukum yang berbeda itu perlu menjadi bahan yang dipikirkan saat mengadopsi norma pidana adat yang bakal dituangkan dalam peraturan pemerintah.

Peraturan Pemerintah itu nantinya akan menjadi petunjuk dalam implementasi KUHP baru.

"KUHP nantinya dapat diimplementasikan juga oleh aparat penegak hukum di lapangan,” ujar Yasonna.

Politikus PDI-P ini juga menyebut bahwa hukum yang hidup di masyarakat merupakan hukum yang diakui oleh masyarakat. Sumber aturan itu adalah kebiasaan sehari-hari masyarakat di akar rumput.

Baca juga: Wamenkumham: KUHP Baru Menghadirkan Keadilan Korektif Bagi Pelaku

Menurut Yasonna, norma hukum yang hidup di tengah masyarakat juga menjadi bagian pembentukan hukum.

"Hukum yang hidup dalam masyarakat sebagai dasar untuk menentukan seseorang dapat dipidana atas dasar penuntutan," ujarnya.

Sementara itu, Wakil Menteri Hukum dan HAM, Edward Omar Sharif Hiariej atau Eddy mengatakan, kehidupan masyarakat tidak boleh bertentangan dengan Pancasila, Undang-Undang Dasar (UUD) 1945, HAM, dan prinsip yang diakui bangsa-bangsa di dunia.

Selain itu, Eddy mengungkapkan, harus terdapat aturan yang ketat yang mengatur kehidupan masyarakat.

Terkait hukum yang hidup di masyarakat, menurut Eddy, bisa menjadi dasar pembenaran hingga pemaaf bagi hakim.

“Bisa digunakan sebagai alasan pembenaran atau alasan, maaf, agar hakim tidak menjatuhkan pidana," kata Eddy.

Baca juga: Tim Ahli Ungkap KUHP Baru Atur Pidana soal Rekayasa Kasus seperti di Kasus Ferdy Sambo

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Duet Khofifah-Emil Dardak di Pilkada Jatim Baru Disetujui Demokrat, Gerindra-Golkar-PAN Belum

Duet Khofifah-Emil Dardak di Pilkada Jatim Baru Disetujui Demokrat, Gerindra-Golkar-PAN Belum

Nasional
Panglima TNI Kunjungi Markas Pasukan Khusus AD Australia di Perth

Panglima TNI Kunjungi Markas Pasukan Khusus AD Australia di Perth

Nasional
Spesifikasi Rudal Exocet MM40 dan C-802 yang Ditembakkan TNI AL saat Latihan di Bali

Spesifikasi Rudal Exocet MM40 dan C-802 yang Ditembakkan TNI AL saat Latihan di Bali

Nasional
Dubes Palestina Yakin Dukungan Indonesia Tak Berubah Saat Prabowo Dilantik Jadi Presiden

Dubes Palestina Yakin Dukungan Indonesia Tak Berubah Saat Prabowo Dilantik Jadi Presiden

Nasional
Gambarkan Kondisi Terkini Gaza, Dubes Palestina: Hancur Lebur karena Israel

Gambarkan Kondisi Terkini Gaza, Dubes Palestina: Hancur Lebur karena Israel

Nasional
Ada Isu Kemensos Digabung KemenPPPA, Khofifah Menolak: Urusan Perempuan-Anak Tidak Sederhana

Ada Isu Kemensos Digabung KemenPPPA, Khofifah Menolak: Urusan Perempuan-Anak Tidak Sederhana

Nasional
DPR Disebut Dapat KIP Kuliah, Anggota Komisi X: Itu Hanya Metode Distribusi

DPR Disebut Dapat KIP Kuliah, Anggota Komisi X: Itu Hanya Metode Distribusi

Nasional
Komisi II DPR Sebut Penambahan Kementerian Perlu Revisi UU Kementerian Negara

Komisi II DPR Sebut Penambahan Kementerian Perlu Revisi UU Kementerian Negara

Nasional
Pengamat Dorong Skema Audit BPK Dievaluasi, Cegah Jual Beli Status WTP

Pengamat Dorong Skema Audit BPK Dievaluasi, Cegah Jual Beli Status WTP

Nasional
Maju Nonpartai, Berapa KTP yang Harus Dihimpun Calon Wali Kota dan Bupati Independen?

Maju Nonpartai, Berapa KTP yang Harus Dihimpun Calon Wali Kota dan Bupati Independen?

Nasional
Pengamat: Status WTP Diperjualbelikan karena BPK Minim Pengawasan

Pengamat: Status WTP Diperjualbelikan karena BPK Minim Pengawasan

Nasional
DKPP Terima 233 Aduan Pelanggaran Etik Penyelenggara Pemilu hingga Mei

DKPP Terima 233 Aduan Pelanggaran Etik Penyelenggara Pemilu hingga Mei

Nasional
DKPP Keluhkan Anggaran Minim, Aduan Melonjak Jelang Pilkada 2024

DKPP Keluhkan Anggaran Minim, Aduan Melonjak Jelang Pilkada 2024

Nasional
Jawab Prabowo, Politikus PDI-P: Siapa yang Klaim Bung Karno Milik Satu Partai?

Jawab Prabowo, Politikus PDI-P: Siapa yang Klaim Bung Karno Milik Satu Partai?

Nasional
Pengamat Sarankan Syarat Pencalonan Gubernur Independen Dipermudah

Pengamat Sarankan Syarat Pencalonan Gubernur Independen Dipermudah

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com