Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Hanif Sofyan
Wiraswasta

Pegiat literasi di walkingbook.org

Nasib Honorer, Tetap Jadi "Siluman" atau Dimanusiawikan?

Kompas.com - 19/07/2023, 13:53 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Opsi tambahan penghasilan menjadi semacam cara pemerintah melepas status mereka yang selama ini bergantung pada pemerintahan daerah, agar menjadi tanggung jawab masing-masing.

Meskipun muncul peluang bisa mendapat tambahan pendapatan baru dari hasil kerja paruh waktu tersebut, tapi hanya menunda "kematian" dan opsi dari tidak adanya kebijakan penghapusan tenaga honorer.

Situasi ini juga membingungkan para tenaga honorer karena selanjutnya pemerintah tidak akan sepenuhnya bertanggungjawab pada nasib mereka. Kekuatan atau kemampuan mereka bertahan dengan cara masing-masing yang bisa membuat mereka tetap bisa hidup.

Pilihan Pemerintah saat ini adalah do something atau do nothing.

Aturan Undang-undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara dan Peraturan Pemerintah Nomor 49 Tahun 2018 tentang Manajemen Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja sebenarnya adalah momentum yang baik bagi Pemerintah untuk memutus mata rantai persoalan sistemik kepegawaian yang telah terjadi menahun dari masa ke masa.

Pascaditerbitkannya kebijakan Menpan tersebut, diharapkan sistem kepegawaian yang berkeadilan bagi pegawai yang mengabdi pada negara dapat tertata dengan baik.

Namun, yang akan menjadi tantangan adalah bagaimana Pemerintah mampu mengakhiri atau menghapuskan tenaga honorer tanpa merugikan hak-haknya yang bahkan tidak diatur secara jelas di dalam aturan kepegawaian.

Inilah masalah paling membingungkan para tenaga honorer yang merasa hanya ditunda dan digantung nasibnya sesaat sebelum hilang sama sekali nantinya, dan mungkin dianggap kebijakan tanpa kejelasan dan kepastian.

Jika melihat surat Menpan RB Nomor: B/185/M.SM.02.03/2022, maka PPK perlu menyusun langkah strategis penyelesaian kepegawaian non-ASN yang tidak memenuhi syarat. Arahan tersebut cukup rentan, apabila PPK tidak bertindak bijaksana (wisdom) dalam mengatasi persoalan tersebut.

Memang tak ada jaminan semua kebijakan telah berjalan akan timbul masalah atau tidak bagi Pemerintah dalam memutus mata rantai tenaga honorer, terutama bagi tenaga honorer yang tidak memenuhi syarat untuk menjadi ASN/PPPK.

Salah satu solusinya adalah pemetaan bagi tenaga honorer, mana yang tidak memenuhi syarat agar tahu potensi tuntutan yang bisa dideteksi sejak awal.

Opsi lain yang ditawarkan melalui surat Menpan RB, yakni melalui pengisian outsourcing bagi tenaga lain (tertentu).

Alasan yang cukup rasional untuk penerapan ini adalah adanya jaminan sosial yang lebih pasti, karena disandarkan kepada Hukum Ketenagakerjaan dan aturan turunannya, tapi semua itu butuh biaya.

Pemerintah harus berhitung lagi untuk memastikan berapa keperluannya agar kebijakan tersebut dapat memberikan efisiensi atau justru menciptakan inefisiensi anggaran.

Bagaimana mekanisme mengganti tenaga honorer dengan tenaga outsourcing tidak merugikan hak para honorer termasuk jika mereka dialihkan menjadi pengisinya tersebut sebagai jaminan kelangsungan pekerjaan mereka.

Sinyal kebijakan afirmatif pengalihan tenaga honorer ke ASN/PPPK memang masih dilematis.

Problem anggaran dan aturan kebijakan yang belum siap agaknya menjadi dasar kebijakan Pemerintah ketika memutuskan untuk menghapus tenaga honorer dan menyiapkan opsi yang serba tanggung untuk dijalankan.

Apalagi sejak awal pemerintah mengatakan tak akan ada penghapusan tenaga honorer yang dikhawatirkan bisa menimbukan gejolak.

Dan pada tahun politik, kebijakan itu sangat tidak populer dan "berbahaya" untuk dijalankan. Layaknya suatu hukuman atas kelalaian pemerintah daerah yang mempertahankan para tenaga honorer tanpa melewati mekanisme dan menyalahi aturan Kemendagri soal larangan adanya tenaga honorer di pemerintahan daerah.

Jadi salah siapa sebenarnya dan bagaimana memastikan tak akan timbul gejolak nantinya?

Kita masih akan menunggu bagaimana tawaran solusi seperti marketplace guru dan P3K paruh waktu dijalankan untuk meredam masalah yang berlarut dan menjadi sengkarut saat ini.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Presiden Jokowi Bertolak ke Sultra, Resmikan Inpres Jalan Daerah dan Bendungan Ameroro

Presiden Jokowi Bertolak ke Sultra, Resmikan Inpres Jalan Daerah dan Bendungan Ameroro

Nasional
Jokowi Bersepeda di CFD Sudirman-Thamrin sambil Menyapa Warga Jakarta

Jokowi Bersepeda di CFD Sudirman-Thamrin sambil Menyapa Warga Jakarta

Nasional
KPK Kantongi Data Kerugian Ratusan Miliar dalam Kasus PT Taspen, tapi Masih Tunggu BPK dan BPKP

KPK Kantongi Data Kerugian Ratusan Miliar dalam Kasus PT Taspen, tapi Masih Tunggu BPK dan BPKP

Nasional
4 Kapal Perang Angkut Puluhan Rantis Lapis Baja demi Pengamanan WWF ke-10 di Bali

4 Kapal Perang Angkut Puluhan Rantis Lapis Baja demi Pengamanan WWF ke-10 di Bali

Nasional
Prabowo Pilih Rahmat Mirzani Djausal sebagai Bacagub Lampung

Prabowo Pilih Rahmat Mirzani Djausal sebagai Bacagub Lampung

Nasional
KPK Masih Telusuri Pemberi Suap Izin Tambang Gubernur Maluku Utara

KPK Masih Telusuri Pemberi Suap Izin Tambang Gubernur Maluku Utara

Nasional
Menhub Budi Karya Diminta Jangan Cuma Bicara soal Sekolah Kedinasan Tanggalkan Atribut Militer

Menhub Budi Karya Diminta Jangan Cuma Bicara soal Sekolah Kedinasan Tanggalkan Atribut Militer

Nasional
Potret 'Rumah Anyo' Tempat Singgah Para Anak Pejuang Kanker yang Miliki Fasilitas Bak Hotel

Potret 'Rumah Anyo' Tempat Singgah Para Anak Pejuang Kanker yang Miliki Fasilitas Bak Hotel

Nasional
Logo dan Moto Kunjungan Paus Fransiskus Dirilis, Ini Maknanya

Logo dan Moto Kunjungan Paus Fransiskus Dirilis, Ini Maknanya

Nasional
Viral Pengiriman Peti Jenazah Dipungut Bea Masuk, Ini Klarifikasi Bea Cukai

Viral Pengiriman Peti Jenazah Dipungut Bea Masuk, Ini Klarifikasi Bea Cukai

Nasional
Pemilihan Calon Pimpinan KPK yang Berintegritas Jadi Kesempatan Jokowi Tinggalkan Warisan Terakhir

Pemilihan Calon Pimpinan KPK yang Berintegritas Jadi Kesempatan Jokowi Tinggalkan Warisan Terakhir

Nasional
Saat 'Food Estate' Jegal Kementan Raih 'WTP', Uang Rp 5 Miliar Jadi Pelicin untuk Auditor BPK

Saat "Food Estate" Jegal Kementan Raih "WTP", Uang Rp 5 Miliar Jadi Pelicin untuk Auditor BPK

Nasional
Usai Prabowo Nyatakan Tak Mau Pemerintahannya Digangggu...

Usai Prabowo Nyatakan Tak Mau Pemerintahannya Digangggu...

Nasional
Kloter Pertama Jemaah Haji Berangkat, Menag: Luruskan Niat Jaga Kesehatan

Kloter Pertama Jemaah Haji Berangkat, Menag: Luruskan Niat Jaga Kesehatan

Nasional
Ketua KPU yang Tak Jera: Perlunya Pemberatan Hukuman

Ketua KPU yang Tak Jera: Perlunya Pemberatan Hukuman

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com