Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Hanif Sofyan
Wiraswasta

Pegiat literasi di walkingbook.org

Nasib Honorer, Tetap Jadi "Siluman" atau Dimanusiawikan?

Kompas.com - 19/07/2023, 13:53 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

DI SEKOLAHNYA, Hendra adalah seorang teknisi sekaligus programmer di laboratorium sekolah.

Ketika tak ada dia, sekolah akan kelimpungan mencarinya, apalagi saat urusan internet ngadat dan data sekolah harus di-input segera karena dinas meminta secepatnya. Namun, ia hanya seorang tenaga honorer.

Meskipun jasanya dianggap selangit bagi sekolah, ia tetap harus berjuang menghidupi keluarganya. Ia juga bekerja menjadi driver online sepulang sekolah atau kala malam hingga pukul 22.00. Semua itu dilakoni selama bertahun-tahun hingga saat ini.

Tak sedikit tenaga honorer seperti Hendra ada di antara kita. Mereka adalah sosok yang dibutuhkan, namun belum mendapatkan pengakuan dan penghargaan yang memadai dari Pemerintah. Tentu saja banyak faktor mengapa ia belum diangkat sebagai ASN.

Padahal jika tenaga honorer guru nantinya berkurang, maka bisa menjadi bom waktu ancaman bagi negara kekurangan tenaga pengajar. Apakah mungkin Pemerintah mengejar kekurangan tersebut?

Pemerintah terbatas setiap tahunnya untuk membuka alokasi penerimaan ASN baru, karena semuanya tergantung pada alokasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang tersedia.

Sementara di daerah, pemerintah daerah juga tak mengalokasikan secara khusus dana untuk para tenaga honorer. Jika mengandalkan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) sudah punya alokasi tertentu untuk pengeluaran operasional sekolah. Jadi tak bisa berharap dari sana.

Satu-satunya jalan adalah menggunakan dana taktis atau dana swadaya yang diperoleh sekolah dari jalur tertentu. Bisa berasal dari sisihan sukarela atau dana dari pengelolaan usaha yang dimiliki sekolah.

Semua tak ada ukuran dan aturan tertentu. Sehingga penghasilan yang diterimanya juga berbeda-beda setiap tenaga honorer.

Fakta temuan dari Kementerian masih terdapat kejanggalan data yang menjadi sumber kegundahan dan kecurigaan. Masih ada 360.950 tenaga honorer yang belum diangkat menjadi ASN, padahal masa kerjanya sudah 11-15 tahun. Mereka sudah dianggap kedaluwarsa karena semestinya mereka diangkat sejak 2015 lalu (kategori TH 2).

Jumlah tenaga honorer "siluman" yang diragukan BKN, totalnya ada 580.004 tenaga honorer dengan rincian masa kerja 11-15 tahun sebanyak 360.950 dan masa kerja 15 tahun sebanyak 219.054. Rentang usia terbesar antara 51 tahun-60 tahun.

Lebih aneh lagi, selain masa jabatan, ternyata ada temuan 5.943 tenaga honorer dengan gaji lebih dari Rp 10 juta per bulan. Sedangkan sebanyak 261.023 orang lainnya justru tidak mendapatkan gaji resmi sama sekali.

Dengan kesemrawutan itu, maka pengelolaan kepegawaian oleh Pemerintah terhadap tenaga honorer masih menyisakan problematika sistemik.

Hal ini terbukti belum adanya formulasi yang berkeadilan bagi para tenaga honorer di Indonesia, mulai dari dasar penetapan, penggajian/pengupahan, hingga pemutusan kerja (termasuk jaminan sosial).

Ruang kosong dari pemerintah

Pengangkatan tenaga honorer baik di pusat maupun di daerah sebenarnya dilatarbelakangi masih adanya kekosongan di dalam pengisian sumber daya manusia di lingkungan pemerintahan, baik untuk pelayanan publik, administratif atau tenaga lainnya.

Kekosongan itu tidak dapat dipenuhi Pemerintah melalui mekanisme perekrutan Calon Aparatur Sipil Negara (CASN) atau Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK), termasuk para tenaga honorer guru.

Bahkan kekosongan itu juga termasuk di daerah-daerah yang memang tak terjangkau oleh Pemerintah di wilayah terpencil.

Pada praktiknya juga tak ada standar khusus bagaimana tenaga honorer direkrut, tak ada keseragaman sehingga menimbulkan disinformasi dan mindset yang salah dari sistem kepegawaian.

Hal ini diperparah dengan sikap Pemerintah yang seakan-akan tidak segera mengakhiri kondisi tersebut dari masa ke masa.

Berbagai praktik terselubung juga menjadikan masalah tenaga honorer semakin berlarut-larut tanpa penyelesaian jelas.

Meskipun sebagian besar tenaga honorer telah mengetahui konsekuensi yang diambil dari jalur perekrutan honorer, tentunya merasa masih memiliki harapan jika suatu saat akan diangkat.

Dengan pengalaman masa kerja yang sebagian sangat lama, mungkin bisa menjadi alasan untuk segera diangkat menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN) atau PPPK atas pengabdian yang telah diberikan.

Terlebih, ekosistem yang ada menuntut mereka untuk mengerjakan tugas yang tidak terlalu jauh berbeda dengan para ASN atau PPPK.

Namun, kondisi yang ada terkadang tidak selalu sesuai dengan harapan karena beberapa batasan seperti umur, pendidikan, dan kemampuan bersaing dalam proses seleksi.

Akhirnya tuntutan akan bermuara kepada pemerintah yang dianggap membiarkan semua proses ketidakadilan di dalam sistem kepegawaian terjadi pada mereka.

Kekurangan tenaga di dalam instansi pemerintahan yang kosong dari tahun ketahun memang tak bisa ditutupi dengan cepat oleh pemerintah karena keterbatasan anggaran.

Berdasarkan data Badan Kepegawaian Negara pada 31 Desember 2021, tercatat jumlah ASN berstatus aktif adalah 3.995.634 orang dan PPPK sebanyak 50.553 orang.

Di balik itu, data belanja pegawai pusat dan daerah provinsi tak termasuk kabupaten/kota justru meningkat. Ini menjadi fakta yang aneh.

Apakah ada pola distribusi anggaran yang tidak merata pada sistem belanja kepegawaian kita?

Namun fakta itu bisa menjelaskan bahwa naiknya belanja pegawai tanpa disertai dengan bertambahnya jumlah tenaga kepegawaian patut menjadi kajian tersendiri.

Apakah alokasi itu masuk ke dalam porsi para tenaga honorer yang statusnya masih dianggap sebagai pelengkap dalam kerja-kerja layanan pemerintahan?

Pengelolaan kepegawaian tanpa memperhatikan jumlah dapat berpotensi menimbulkan disparitas antara rasio penduduk dengan rasio kepegawaian yang semakin menjauh.

Saat ini, Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK) di pusat dan daerah masih bingung mana yang harus didahulukan antara penguatan kualitas atau menambah jumlah ASN/PPPK ketika menjalankan birokrasi dan pelayanan publik.

JIka berpandangan jumlah, maka perlu didahulukan karena masih banyak posisi kosong yang belum diisi oleh pegawai dan harus diisi untuk mendukung kerja birokrasi dan layanan publik.

Sedangkan, mereka yang berpandangan bahwa kualitas perlu didahulukan karena menganggap porsi ASN terlalu besar dalam birokrasi sehingga tidak efisien dari segi jumlah maupun anggaran.

Kondisi ini menjadi sumber masalah yang semakin membingungkan, seperti kasus masih adanya tenaga honorer yang semestinya diangkat pada 2015, tapi nyatanya mereka masih berstatus tenaga honorer.

Mereka masih menanti harapan diangkat oleh pemerintah setelah sekian lama berharap dan mengabdi di pemerintahan.

Momentum pemerintah dan nasib pegawai honorer

Kini para tenaga honorer dihadapkan pada masalah baru. Meskipun sejatinya mereka telah menyadari segala konsekuensi sebagai tenaga honorer, namun dengan pengabdiannya yang besar layaknya pegawai biasa, mereka tetap berharap banyak pada "kebaikan hati " pemerintah.

Dengan diterbitkannya Surat Menpan RB Nomor: B/185/M.SM.02.03/2022 tanggal 31 Mei 2022 perihal Status Kepegawaian di Lingkungan Instansi Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, maka PPK di masing-masing instansi pusat maupun daerah harus segera berbenah atau dibenahi.

Pertama, melakukan pemetaan bagi pegawai non ASN. Bagi yang memenuhi syarat diikutsertakan/diberikan kesempatan mengikuti seleksi ASN/PPPK.

Kedua, menghapuskan jenis kepegawaian selain ASN dan PPPK dan tidak diperkenankan melakukan perekrutan non-ASN (dibatasi sampai tahun 2023).

Ketiga, opsi outsourcing bagi jenis tenaga pendukung lain.

Keempat, menyusun langkah strategis penyelesaian kepegawaian non-ASN yang tidak memenuhi syarat.

Kelima, konsekuensi sanksi bagi PPK yang tidak mengindahkan aturan tersebut.

Tentu saja terbitnya surat Menpan itu tidak saja menjadi semacam ultimatum, tapi juga "ancaman" bagi harapan mereka selama ini berharap pemerintah akan mengakomodasi nasibnya menjadi lebih jelas.

Meskipun opsi seperti PPPK Paruh waktu kini diterbitkan, namun tetap saja menjadi sinyal akan hilangnya harapan menjadi ASN seperti sebelumnya.

Opsi tambahan penghasilan menjadi semacam cara pemerintah melepas status mereka yang selama ini bergantung pada pemerintahan daerah, agar menjadi tanggung jawab masing-masing.

Meskipun muncul peluang bisa mendapat tambahan pendapatan baru dari hasil kerja paruh waktu tersebut, tapi hanya menunda "kematian" dan opsi dari tidak adanya kebijakan penghapusan tenaga honorer.

Situasi ini juga membingungkan para tenaga honorer karena selanjutnya pemerintah tidak akan sepenuhnya bertanggungjawab pada nasib mereka. Kekuatan atau kemampuan mereka bertahan dengan cara masing-masing yang bisa membuat mereka tetap bisa hidup.

Pilihan Pemerintah saat ini adalah do something atau do nothing.

Aturan Undang-undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara dan Peraturan Pemerintah Nomor 49 Tahun 2018 tentang Manajemen Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja sebenarnya adalah momentum yang baik bagi Pemerintah untuk memutus mata rantai persoalan sistemik kepegawaian yang telah terjadi menahun dari masa ke masa.

Pascaditerbitkannya kebijakan Menpan tersebut, diharapkan sistem kepegawaian yang berkeadilan bagi pegawai yang mengabdi pada negara dapat tertata dengan baik.

Namun, yang akan menjadi tantangan adalah bagaimana Pemerintah mampu mengakhiri atau menghapuskan tenaga honorer tanpa merugikan hak-haknya yang bahkan tidak diatur secara jelas di dalam aturan kepegawaian.

Inilah masalah paling membingungkan para tenaga honorer yang merasa hanya ditunda dan digantung nasibnya sesaat sebelum hilang sama sekali nantinya, dan mungkin dianggap kebijakan tanpa kejelasan dan kepastian.

Jika melihat surat Menpan RB Nomor: B/185/M.SM.02.03/2022, maka PPK perlu menyusun langkah strategis penyelesaian kepegawaian non-ASN yang tidak memenuhi syarat. Arahan tersebut cukup rentan, apabila PPK tidak bertindak bijaksana (wisdom) dalam mengatasi persoalan tersebut.

Memang tak ada jaminan semua kebijakan telah berjalan akan timbul masalah atau tidak bagi Pemerintah dalam memutus mata rantai tenaga honorer, terutama bagi tenaga honorer yang tidak memenuhi syarat untuk menjadi ASN/PPPK.

Salah satu solusinya adalah pemetaan bagi tenaga honorer, mana yang tidak memenuhi syarat agar tahu potensi tuntutan yang bisa dideteksi sejak awal.

Opsi lain yang ditawarkan melalui surat Menpan RB, yakni melalui pengisian outsourcing bagi tenaga lain (tertentu).

Alasan yang cukup rasional untuk penerapan ini adalah adanya jaminan sosial yang lebih pasti, karena disandarkan kepada Hukum Ketenagakerjaan dan aturan turunannya, tapi semua itu butuh biaya.

Pemerintah harus berhitung lagi untuk memastikan berapa keperluannya agar kebijakan tersebut dapat memberikan efisiensi atau justru menciptakan inefisiensi anggaran.

Bagaimana mekanisme mengganti tenaga honorer dengan tenaga outsourcing tidak merugikan hak para honorer termasuk jika mereka dialihkan menjadi pengisinya tersebut sebagai jaminan kelangsungan pekerjaan mereka.

Sinyal kebijakan afirmatif pengalihan tenaga honorer ke ASN/PPPK memang masih dilematis.

Problem anggaran dan aturan kebijakan yang belum siap agaknya menjadi dasar kebijakan Pemerintah ketika memutuskan untuk menghapus tenaga honorer dan menyiapkan opsi yang serba tanggung untuk dijalankan.

Apalagi sejak awal pemerintah mengatakan tak akan ada penghapusan tenaga honorer yang dikhawatirkan bisa menimbukan gejolak.

Dan pada tahun politik, kebijakan itu sangat tidak populer dan "berbahaya" untuk dijalankan. Layaknya suatu hukuman atas kelalaian pemerintah daerah yang mempertahankan para tenaga honorer tanpa melewati mekanisme dan menyalahi aturan Kemendagri soal larangan adanya tenaga honorer di pemerintahan daerah.

Jadi salah siapa sebenarnya dan bagaimana memastikan tak akan timbul gejolak nantinya?

Kita masih akan menunggu bagaimana tawaran solusi seperti marketplace guru dan P3K paruh waktu dijalankan untuk meredam masalah yang berlarut dan menjadi sengkarut saat ini.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Istri di Minahasa Dibunuh karena Mengigau, Komnas Perempuan Sebut Fenomena Femisida

Istri di Minahasa Dibunuh karena Mengigau, Komnas Perempuan Sebut Fenomena Femisida

Nasional
Kabaharkam Siapkan Strategi Pengamanan Khusus di Akses Masuk Pelabuhan Jelang WWF ke-10 di Bali

Kabaharkam Siapkan Strategi Pengamanan Khusus di Akses Masuk Pelabuhan Jelang WWF ke-10 di Bali

Nasional
Ketua KPU Sebut Caleg Terpilih Tak Harus Mundur jika Maju Pilkada, Pakar: Jangan-jangan Pesanan...

Ketua KPU Sebut Caleg Terpilih Tak Harus Mundur jika Maju Pilkada, Pakar: Jangan-jangan Pesanan...

Nasional
Sebut Caleg Terpilih Tak Wajib Mundur jika Maju Pilkada, Ketua KPU Dinilai Ingkari Aturan Sendiri

Sebut Caleg Terpilih Tak Wajib Mundur jika Maju Pilkada, Ketua KPU Dinilai Ingkari Aturan Sendiri

Nasional
Minta La Nyalla Kembali Pimpin DPD RI, Fahira Idris: Penguatan DPD RI Idealnya Dipimpin Sosok Pendobrak

Minta La Nyalla Kembali Pimpin DPD RI, Fahira Idris: Penguatan DPD RI Idealnya Dipimpin Sosok Pendobrak

Nasional
Sejumlah Bantuan Jokowi ke Prabowo Siapkan Pemerintahan ke Depan...

Sejumlah Bantuan Jokowi ke Prabowo Siapkan Pemerintahan ke Depan...

Nasional
Amankan World Water Forum 2024 di Bali, Korlantas Kirim 1.532 Polantas Gabungan

Amankan World Water Forum 2024 di Bali, Korlantas Kirim 1.532 Polantas Gabungan

Nasional
Sudirman Said Angkat Bicara soal Isu Mau Maju Cagub Independen di Pilgub Jakarta

Sudirman Said Angkat Bicara soal Isu Mau Maju Cagub Independen di Pilgub Jakarta

Nasional
Soal Revisi UU Kementerian Negara, Yusril Sebut Prabowo Bisa Keluarkan Perppu Usai Dilantik Jadi Presiden

Soal Revisi UU Kementerian Negara, Yusril Sebut Prabowo Bisa Keluarkan Perppu Usai Dilantik Jadi Presiden

Nasional
“Oposisi” Masyarakat Sipil

“Oposisi” Masyarakat Sipil

Nasional
Soal Pernyataan Prabowo, Pengamat: Ada Potensi 1-2 Partai Setia pada Jalur Oposisi

Soal Pernyataan Prabowo, Pengamat: Ada Potensi 1-2 Partai Setia pada Jalur Oposisi

Nasional
Pakar Nilai Ide KPU soal Caleg Terpilih Dilantik Usai Kalah Pilkada Inkonstitusional

Pakar Nilai Ide KPU soal Caleg Terpilih Dilantik Usai Kalah Pilkada Inkonstitusional

Nasional
Pakar Pertanyakan KPU, Mengapa Sebut Caleg Terpilih Tak Harus Mundur jika Maju Pilkada

Pakar Pertanyakan KPU, Mengapa Sebut Caleg Terpilih Tak Harus Mundur jika Maju Pilkada

Nasional
Prabowo Sebut Jangan Ganggu jika Ogah Kerja Sama, Gerindra: Upaya Rangkul Partai Lain Terus Dilakukan

Prabowo Sebut Jangan Ganggu jika Ogah Kerja Sama, Gerindra: Upaya Rangkul Partai Lain Terus Dilakukan

Nasional
Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Gerindra Pastikan Tetap Terbuka untuk Kritik

Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Gerindra Pastikan Tetap Terbuka untuk Kritik

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com