Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

WNA AS Divonis 12 Tahun Penjara di Kasus Korupsi Satelit Kemenhan

Kompas.com - 17/07/2023, 18:20 WIB
Irfan Kamil,
Sabrina Asril

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Majelis Hakim Koneksitas menjatuhkan vonis terhadap Senior Advisor PT Dini Nusa Kusuma (DNK) yang berkewarganegaraan Amerika Serikat (AS), Thomas Anthony van der Heyden selama 12 tahun penjara.

Adapun, Majalis Koneksitas ini terdiri dari Hakim Pengadilan Negeri (PN) dan Hakim Peradilan Militer. Hal ini terjadi lantaran ada satu terdakwa yang merupakan mantan anggota TNI.

Thomas dinilai terbukti melakukan tindak pidana korupsi bersama mantan Direktur Jenderal Kekuatan Pertahanan (Dirjen Kuathan) Kementerian Pertahanan (Kemenhan) RI, Laksamana Muda TNI (Purn) Agus Purwoto; Komisaris Utama DNK Arifin Wiguna; dan Direktur Utama PT DNK, Surya Cipta Witoelar.

Keempatnya merupakan terdakwa kasus dugaan korupsi proyek pengadaan satelit slot orbit 123 derajat Bujur Timur (BT) kontrak sewa dengan satelit Artemis Avanti di Kemenhan RI tahun 2015.

Baca juga: Eks Dirjen Kemenhan Divonis 12 Tahun Penjara di Kasus Korupsi Satelit

“Mengadili, menyatakan terdakwa Thomas Anthony Van Der Heyden telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama sebagaimana dalam dakwaan primer penuntut koneksitas," kata Ketua Majelis Hakim Koneksitas Fahzal Henri dalam sidang di ruang Prof M Hatta Ali, Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Senin (17/7/2023).

“Menjatuhkan pidana atas diri terdakwa Thomas Anthony Van Der Heyden dengan pidana penjara selama 12 tahun,” lanjut Hakim Fahzal.

Selain pidana badan, WN AS itu juga dijatuhi pidana denda sebesar Rp 500 juta subsider 3 bulan penjara. Ia juga turut turut dijatuhi pidana tambahan berupa pembayaran uang pengganti sebesar Rp 100 miliar.

Baca juga: Dituntut 18,5 Tahun Penjara, 4 Terdakwa Kasus Satelit Kemenhan Dinilai Rugikan Negara Rp 453 Miliar

“Jika terpidana tidak membayar uang pengganti paling lama dalam satu bulan sesudah keputusan memperoleh kekuatan hukum tetap maka harta bendanya dapat disita oleh jaksa dan dilelah untuk menutupi uang pengganti,” kata Hakim Fahzal.

“Kemudian dalam hal terpidana tidak mempunyai harta yang mencukupi untuk membayar uang pengganti tersebut maka dipidana dengan pidana penjara selama 3 tahun,” imbuh dia.

Dalam perkara ini, Laksda TNI Purnawirawan Agus Purwoto, Arifin Wiguna dan Surya Cipta Witoelar juga divonis 12 tahun penjara. Ketiganya dijatuhidijatuhi pidana denda sebesar Rp 500 juta subsider pidana kurungan selama 3 bulan.

Selain itu, eks Dirjen Kemenhan turut dijatuhi pidana tambahan berupa pembayaran uang pengganti kepada terdakwa sebesar Rp 153 miliar. Sementara Arifin dan Surya Cipta dijatuhi pidana tambahan berupa pembayaran uang pengganti sebesar Rp 100 miliar.

Keempat terdakwa itu dinilai terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi yang menimbulkan kerugian negara mencapai Rp 453.094.059.540,68 dari proyek pengadaan satelit slot orbit 123° BT tersebut.

Adapun kerugian negara tersebut didapatkan dari laporan hasil audit penghitungan kerugian keuangan negara oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Nomor: PE.03.03/SR-607/D5/02/2022 tanggal 12 Agustus 2022.

Para terdakwa dinilai telah melanggar Pasal 2 Ayat 1 Jo. Pasal 18 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 Ayat (1) ke 1 KUHP.

Dalam perkara ini, Agus Purwoto diminta oleh Arifin Wiguna dan Surya Cipta Witoelar untuk menandatangani kontrak sewa satelit floater antara Satelit Artemis antara Kemenhan dengan Avanti Communication Limited. Padahal, menyewat satelit floater yaitu Satelit Artemis tidak diperlukan.

Baca juga: Saksi: Tak Ada Anggaran, Pengadaan Satelit Kemenhan Hanya Perintah Lisan Ryamizard

Agus Purwoto saat itu tidak berkedudukan selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dalam pengadaan satelit tersebut. Sehingga tindakannya tidak sesuai dengan tugas pokok dan tidak memiliki kewenangan untuk menandatangani kontrak.

Eks Dirjen Kuathan itu juga tidak pernah mendapat penunjukan sebagai PPK dari Pengguna Anggaran (PA) dalam penandatanganan kontrak tersebut.

Dalam pertimbangannya, majelis hakim koneksitas juga memaparkan bahwa anggaran dalam Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) di Kemenhan tentang pengadaan satelit tersebut juga belum tersedia.

Kemudian, pengadaan satelit ini juga belum dibuat Rencana Umum Pengadaan Barang/Jasa dan belum ada Kerangka Acuan Kerja (KAK) atau Term of Reference (TOR) serta belum ada Harga Perkiraan Sendiri (HPS).

Selain itu, tidak ada proses pemilihan penyedia barang/jasa, dan wilayah cakupan layanan Satelit Artemis tidak sesuai dengan filing Satelit di Slot Orbit 123° BT.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Nasional
Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Nasional
Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

Nasional
7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

Nasional
Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

Nasional
Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

Nasional
Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

Nasional
BPK Buka Suara usai Auditornya Disebut Peras Kementan Rp 12 Miliar

BPK Buka Suara usai Auditornya Disebut Peras Kementan Rp 12 Miliar

Nasional
Chappy Hakim: Semua Garis Batas NKRI Punya Potensi Ancaman, Paling Kritis di Selat Malaka

Chappy Hakim: Semua Garis Batas NKRI Punya Potensi Ancaman, Paling Kritis di Selat Malaka

Nasional
Prabowo Diminta Cari Solusi Problem Rakyat, Bukan Tambah Kementerian

Prabowo Diminta Cari Solusi Problem Rakyat, Bukan Tambah Kementerian

Nasional
Zulhas: Anggota DPR dan Gubernur Mana yang PAN Mintai Proyek? Enggak Ada!

Zulhas: Anggota DPR dan Gubernur Mana yang PAN Mintai Proyek? Enggak Ada!

Nasional
Usul Prabowo Tambah Kementerian Dianggap Sinyal Kepemimpinan Lemah

Usul Prabowo Tambah Kementerian Dianggap Sinyal Kepemimpinan Lemah

Nasional
Dubes Palestina Sindir Joe Biden yang Bersimpati Dekat Pemilu

Dubes Palestina Sindir Joe Biden yang Bersimpati Dekat Pemilu

Nasional
Di Hadapan Relawan, Ganjar: Politik Itu Ada Moral, Fatsun dan Etika

Di Hadapan Relawan, Ganjar: Politik Itu Ada Moral, Fatsun dan Etika

Nasional
Ide Prabowo Tambah Kementerian Dianggap Tak Sejalan dengan Pemerintahan Efisien

Ide Prabowo Tambah Kementerian Dianggap Tak Sejalan dengan Pemerintahan Efisien

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com