JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Yudisial (KY) menghormati penegakan hukum yang dilakukan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap Sekretaris nonaktif Mahkamah Agung (Sekma), Hasbi Hasan terkait dugaan suap jual beli perkara di MA.
Juru Bicara KY Miko Ginting menegaskan, pihaknya terus mendorong dan mendukung KPK untuk fokus pada persoalan korupsi di sektor peradilan atau judicial corruption.
“Terkait dengan tugas KY, sekalipun HH (Hasbi Hasan) menjabat posisi struktural sebagai Sekretaris MA, tetapi yang bersangkutan menyandang status sebagai hakim,” kata Miko kepada Kompas.com, Kamis (13/7/2023).
“Dengan demikian, sesuai dengan kewenangan yang dimiliki, KY akan melakukan pemeriksaan etik terhadap yang bersangkutan,” kata dia.
Baca juga: Sekretaris MA Hasbi Hasan Ditahan, MA: Kami Hormati Proses Hukum di KPK
Miko menyampaikan, pemeriksaan etik terhadap Hasbi Hasan akan dilakukan pada waktu yang tepat.
Saat ini, KY menghormati dan memberikan ruang bagi KPK untuk melakukan tugas-tugasnya dalam proses penyidikan.
KY berpandangan, Mahkamah Agung cukup responsif terkait perkara dugaan suap penanganan perkara di lingkungan MA.
Untuk itu, KY mendukung semua langkah pembenahan yang dilakukan oleh MA.
“KY bertanggung jawab untuk memberikan dukungan dan berkontribusi pada upaya pembenahan itu,” ucap Miko.
Dalam kasus ini, KPK menduga Hasbi Hasan menerima uang pelicin sebesar Rp 3 miliar dalam skandal jual beli perkara di MA.
Baca juga: Firli Bahuri Bantah KPK Targetkan Sekretaris MA Hasbi Hasan Jadi Tersangka
Ketua KPK Firli Bahuri mengatakan, uang itu diduga merupakan bagian Hasbi Hasan yang diperoleh dari pengusaha Dadan Tri Yudianto.
Dadan merupakan tersangka yang menjadi perantara suap pengurusan kasasi pidana Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Intidana di MA.
“DTY (Dadan Tri Yudianto) kemudian membagi dan menyerahkannya pada Hasbi Hasan sesuai komitmen yang disepakati keduanya,” papar Firli dalam konferensi pers di Gedung Juang KPK, Rabu (12/7/2023) sore.
"Dengan besaran yang diterima Hasbi Hasan sejumlah sekitar Rp 3 miliar," kata Ketua KPK itu.
Firli mengatakan, perkara ini bermula saat debitur KSP Intidana, Heryanto Tanaka tidak puas dengan putusan Pengadilan Negeri (PN) Semarang yang membebaskan Ketua Pengurus KSP Intidana, Budiman Gandi Suparman.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.