JAKARTA, KOMPAS.com - Pakar otonomi daerah (otda) Djohermansyah Djohan menilai, tata kelola pemerintahan desa perlu dibenahi sebelum merealisasikan rencana perpanjangan masa jabatan kepala desa (kades) dari 6 tahun menjadi 9 tahun.
Sebab, dengan masa jabatan yang demikian panjang, kepala desa berpotensi melakukan penyalahgunaan jika tanpa pengawasan yang memadai.
“Kalau mau melakukan langkah-langkah perubahan bukan untuk sekadar kekuasaan kades, tapi masyarakat desa yang membuat dia lebih sejahtera, itu piranti-piranti pemerintahannya harus diberesin dulu,” kata Djohan kepada Kompas.com, Rabu (5/7/2023).
Baca juga: Draf Revisi UU Desa Selesai Disusun, Seorang Kades Berpotensi Jabat hingga 21 Tahun
Penguatan pengawasan itu misalnya, menempatkan pegawai negeri sipil (PNS) sebagai sekretaris desa (sekdes).
Biasanya, sekdes dipilih dari orang dekat yang membantu kepala desa saat pemilihan. Menurut Djohan, hal demikian menutup celah pengawasan, utamanya dalam hal penggunaan anggaran.
Sekdes umumnya tak kuasa menolak perintah kades, sekalipun hal itu menyalahi aturan. Sebab, menolak perintah kades bisa berujung pada pencopotan jabatan sekdes.
“Jadi harus kasih sekdes yang profesional, kompeten, yaitu PNS,” ujar Djohan.
Baca juga: Masa Jabatan Kades Diperpanjang Jadi 9 Tahun, Ketua Baleg DPR: Untuk Jaga Stabilitas Desa
Bersamaan dengan itu, kata Djohan, pengawasan kepala desa oleh lembaga di atasnya harus diperkuat. Secara struktural, pengelolaan pemerintahan desa mestinya diawasi oleh inspektorat di pemerintah kecamatan dan kabupaten.
Namun, fungsi itu kerap tak berjalan maksimal karena beban inspektorat yang begitu besar dalam mengawasi lembaga-lembaga pemerintahan lainnya.
Sementara, Djohan menyebutkan, Badan Permusyawaratn Desa (BPD) yang sedianya bisa menjadi pengawas jalannya pemerintah desa justru dikooptasi oleh pemerintahan desa itu sendiri.
“Perkuat itu dulu, bikin inspektorat itu punya perangkat sampai ke kecamatan, taruh pengawas keuangan desa di kecamatan. Setiap kecamatan ada pengawas keuangan desa yang mengerjakan tugas, termasuk memeriksa keuangan kepala desa,” katanya.
Oleh karena kepala desa adalah jabatan politis yang ditentukan oleh rakyat, lanjut Djohan, tak heran jika kompetensinya dalam mengelola administrasi daerah cenderung minim.
Demikian pula dengan perangkat desa yang umumnya adalah orang-orang yang sebelumnya turut menyukseskan kepala desa dalam pemilihan.
Dengan masa jabatan kepala desa yang begitu panjang dan orang-orang yang kurang kompeten, pengelolaan desa dinilai rawan penyalahgunaan, bahkan cenderung koruptif.
Untuk itu, diperlukan pembenahan internal pemerintah desa serta penguatan pengawasan terhadap kades dan perangkatnya.