JAKARTA, KOMPAS.com - Pihak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menduga, Gubernur nonaktif Papua, Lukas Enembe mengalokasikan dana operasional gubernur senilai Rp 400 miliar per tahun untuk belanja makan dan minum.
Karena dalam setahun ada 365 hari, maka rata-rata biaya makan dan minum yang dialokasikan Enembe mencapai Rp 1 miliar per hari.
“Padahal kita tahu bahwa 1 tahun itu adalah 365 hari. Artinya, bahwa satu hari itu bisa Rp 1 miliar nah itu bisa menjadi kejanggalan bagi kami, apa iya makan minum itu menghabiskan 1 hari Rp 1 miliar,” ujar Pelaksana Tugas (Plt) Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu saat ditemui awak media di Gedung Juang KPK, Jakarta Selatan, Selasa (27/6/2023).
Baca juga: KPK Sudah Sita Aset Lukas Enembe Rp 144,5 M dan Bakal Terus Bertambah
Menurut dia, dana itu diambil dari operasional Lukas Enembe sebagai Gubernur yang mencapai Rp 1 triliun dalam setahun.
Meski demikian, kata Asep, KPK memang menemukan pertanggungjawaban pembelian makan dan minum yang mencapai Rp 400 miliar setahun berbentuk kuitansi.
KPK sedang berupaya mengklarifikasi kebenaran kuitansi itu ke banyak rumah makan di wilayah di Papua.
“Berapa banyaknya, jumlahnya, kalaupun memang benar apakah benar sampai Rp 1 miliar satu hari itu kan yang perlu kita klarifikasi terus,” ujar Asep.
Ia pun belum bisa menuturkan berapa jumlah rumah makan tersebut.
Sebab, kegiatan-kegiatan yang dicantumkan dalam pertanggungjawaban itu ada di satu Provinsi Papua sebelum ada pemekaran beberapa bulan lalu.
Baca juga: KPK Duga Uang Korupsi Lukas Enembe Mengalir ke OPM, tapi Kesulitan Membuktikan
Sebelumnya, Wakil Ketua KPK Alexander Marwata mengungkap Lukas diduga menyelewengkan dana operasional gubernur.
Selain jumlahnya yang terlalu besar, KPK menemukan kejanggalan alokasi anggaran itu yang banyak digunakan untuk membeli makan dan minum namun diduga fiktif.
“Belanja makan minum, bayangkan kalau Rp 1 triliun itu sepertiganya digunakan untuk belanja makan minum itu satu hari berarti Rp 1 miliar untuk belanja makan minum,” ujar Alex dalam konferensi pers di Gedung Juang KPK, Jakarta, Senin (26/6/2023).
Lukas Enembe mulanya ditetapkan sebagai tersangka dugaan suap dan gratifikasi terkait proyek infrastruktur yang bersumber dari APBD pada September 2022.
Awalnya, KPK hanya menemukan bukti aliran suap Rp 1 miliar dari Direktur PT Tabi Bangun Papua, Rijatono Lakka.
Namun, dalam persidangan Rijatono Lakka yang digelar di Pengadilan Tipikor Jakarta, terungkap jumlah suap yang diberikan kepada Lukas Enembe mencapai Rp 35.429.555.850 atau Rp 35,4 miliar.
Baca juga: KPK Pamerkan Tumpukan Uang Ratusan Miliar Rupiah Sitaan Kasus TPPU Lukas Enembe
Belakangan, KPK menyebut Lukas Enembe diduga menerima suap dan gratifikasi sebesar Rp 46,8 miliar dari berbagai pihak swasta.
Dalam proses penyidikan, KPK kemudian menemukan berbagai informasi dan menetapkan Lukas sebagai tersangka TPPU.
Ia diduga secara sengaja menyembunyikan kekayaannya yang bersumber dari tindak pidana korupsi.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.