BANDA ACEH, KOMPAS.com - Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD menegaskan bahwa Rumoh Geudong di Pidie, Aceh, tidak dibongkar menjelang kick-off penyelesaian kasus pelanggaran HAM berat jalur non-yudisial.
“Jadi tidak ada yang dibongkar, yang dibuang di sini. Sebelumnya itu lanjutan yang sisa-sisa saja,” kata Mahfud dalam tinjauannya ke Rumoh Geudong, Senin (26/6/2023).
Baca juga: Rumoh Geudong Dihancurkan Jelang Kedatangan Jokowi, Keseriusan Negara Jadi Tanda Tanya
Mahfud menyebutkan, sisa bangunan seperti, tangga rumah dan sumur dari Rumoh Geudong masih terawat.
“Itu akan disisakan, kan dirawat, masih ada dan sumur dua kan, yang lain-lain itu sudah dirusak oleh masyakat sendiri, sudah dibongkar,” ucap Mahfud.
Kemenko Polhukam juga menjelaskan alasan Rumoh Geudong diratakan menjelang kick-off penyelesaian kasus pelanggaran HAM berat jalur non-yudisial.
Deputi V Bidang Koordinasi Keamanan dan Ketertiban Masyarakat Kemenko Polhukam Rudolf Alberth mengatakan, narasi “pembongkaran” adalah keliru.
“Kami sudah melihat langsung di saat awal kami datang, itu hanya berupa tangga dan dua bidang tembok, dengan tinggi kurang lebih 1,60 meter dan ditumbuhi oleh hutan (semak) belukar dan pohon-pohon kelapa yang ada di sana,” kata Rudolf dalam keterangannya, dikutip pada Senin ini.
“Narasi bahwa kami membongkar bangunan tersebut adalah tidak benar,” ujar dia.
Rudolf mengatakan, pada 1998, Rumoh Geudong dibongkar sendiri oleh masyarakat dengan maksud tidak mengenang lagi kejadian masa lalu.
“Sehingga yang sekarang tersisa adalah tembok-tembok yang ada di sana dan ada rangka yang tersisa. Walaupun itu adalah rumah panggung, namun tangganya terbuat dari semen, jadi tidak rusak,” kata Rudolf.
“Dan juga di sana ada buah sumur, sumurnya masih ada air dan kami tidak menutup sumur itu,” ucap Rudolf lagi.
Rudolf menyebutkan, tangga rumah tersebut masih ada dan akan dijadikan simbol kick-off penyelesaian kasus pelanggaran HAM berat jalur non-yudisial.
“Ini sudah didesain oleh panitia sehingga tangga ini menjadi simbol, simbol akan terus bergerak naik meningkat ke level pemahaman dan penghormatan terhadap nilai dan prinsip hak asasi manusia,” kata Rudolf.
Baca juga: Penghancuran Rumoh Geudong Rendahkan Korban, Suara Mereka Diabaikan
Sebelumnya, Koalisi Masyarakat Sipil menilai penghancuran situs sejarah pelanggaran HAM, yaitu Rumoh Geudong merendahkan martabat masyarakat Aceh.
Anggota Koalisi Masyarakat Sipil dari LSM Pengembangan Aktivitas Sosial Ekonomi Masyarakat (Paska) Aceh Farida Haryani mengatakan, penghancuran tersebut menegaskan pemerintah bertelinga tebal terhadap suara-suara para korban.