Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Penasihat Hukum Korban Gagal Ginjal Klaim Pemerintah Enggan Bayar Ganti Rugi

Kompas.com - 23/06/2023, 17:27 WIB
Fika Nurul Ulya,
Bagus Santosa

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Penasihat Hukum salah satu korban gagal ginjal akibat keracunan obat sirup, Rusdianto Matulatuwa mengeklaim bahwa pemerintah enggan membayar ganti rugi atas peristiwa tersebut.

Sebab, dalam dua kali sidang mediasi di Pengadilan Jakarta Selatan, pihak-pihak tergugat kompak menyampaikan tidak memiliki kewenangan untuk membayarkan uang kompensasi terhadap korban pasien anak yang menderita penyakit ginjal kronik.

Adapun pihak tergugat dalam perkara ini adalah Kementerian Kesehatan (tergugat 1), Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) (tergugat II), PT Afi Farma (tergugat III), dan Puskesmas Kecamatan Pasar Rebo (tergugat IV).

Baca juga: Ayah Ibnu Jamil Alami Stroke dan Gagal Ginjal Sebelum Meninggal Dunia

Juga turut tergugat Kemenkes Cq Rumah Sakit Anak Dan Bunda Harapan Kita (turut tergugat I). Kepala Kepolisian Republik Indonesia Cq. Kepala Pusat Kedokteran dan Kesehatan Polri Cq Rumah Sakit Bhayangkara Tk I R.Said Sukanto (turut tergugat II), Kementerian Keuang (turut tergugat III).

Penggugatnya merupakan Eko Rachmat Saputro, orang tua korban dari seorang balita berusia 19 tahun, Raina Rahmawati. Ia meminta pihak tergugat untuk memberikan bantuan uang sejumlah Rp 4,9 juta per-bulan.

Dalam petitum gugatannya, korban juga meminta uang kompensasi dari biaya yang ditimbulkan di luar ketentuan BPJS Kesehatan.

“Seperti obat yang tidak tercover dengan BPJS dan di luar anggaran. Intinya adalah anggaran yang menunjang kesehatan korban anak gagal ginjal untuk hidup lebih baik,” kata Rusdianto dalam siaran pers, dikutip Kompas.com, Jumat (23/6/2023).

Rusdianto menyampaikan, nominal uang yang diminta ini akan dipergunakan untuk mencukupi kebutuhan pengobatan korban.

Misalnya, uang tersebut akan dibelikan kebutuhan kesehatan anak seperti pembelian kasa steril, obat-obatan, dan biaya akomodasi ke rumah sakit sebanyak 2-3 kali dalam rangka melakukan proses hemodialisis atau cuci darah rutin.

Namun demikian, gagalnya mediasi, kata Rusdianto, telah memperlihatkan secara gamblang bagaimana negara abai dan tidak mau bertanggung jawab dalam kasus gagal ginjal akut pada anak.

Baca juga: Sidang Class Action Gagal Ginjal Akut Lanjut ke Pokok Perkara jika Mediasi Gagal

Padahal menurutnya, peredaran obat sirup beracun tidak lepas dari kelalaian yang dilakukan pemerintah.

“Sebagai contoh, peredaran obat-obatan tersebut ditangani langsung oleh BPOM dan Kementerian Kesehatan,” ujarnya.

Rusdianto menyampaikan, lalainya pemerintah ini diperkuat dengan argumentasi Komnas HAM yang telah mengeluarkan rekomendasi. Dalam rekomendasi tersebut, Komnas HAM menyebut terjadi kelalaian dari Kemenkes dan BPOM.

Oleh karena itu, ia berharap majelis hakim memberi putusan yang adil bagi korban dan pihak keluarga.

“Namun ketika itu diajukan, sepertinya semakin menegaskan di negeri ini bahwa orang miskin dilarang sakit. Akhirnya persoalan uang Rp 4,9 juta ini yang bisa menyelamatkan kehiduan nyawa anak manusia menjadi terabaikan hanya gara-gara persoalan birokrasi,” jelasnya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 14 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 14 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Soal Prabowo Tak Ingin Diganggu Pemerintahannya, Zulhas: Beliau Prioritaskan Bangsa

Soal Prabowo Tak Ingin Diganggu Pemerintahannya, Zulhas: Beliau Prioritaskan Bangsa

Nasional
Kemendesa PDTT Apresiasi Konsistensi Pertamina Dukung Percepatan Pertumbuhan Ekonomi Masyarakat Wilayah Transmigrasi

Kemendesa PDTT Apresiasi Konsistensi Pertamina Dukung Percepatan Pertumbuhan Ekonomi Masyarakat Wilayah Transmigrasi

Nasional
Pospek Kinerja Membaik, Bank Mandiri Raih Peringkat AAA dengan Outlook Stabil dari Fitch Ratings

Pospek Kinerja Membaik, Bank Mandiri Raih Peringkat AAA dengan Outlook Stabil dari Fitch Ratings

Nasional
Refly Harun Anggap PKB dan Nasdem 'Mualaf Oposisi'

Refly Harun Anggap PKB dan Nasdem "Mualaf Oposisi"

Nasional
Berharap Anies Tak Maju Pilkada, Refly Harun: Levelnya Harus Naik, Jadi 'King Maker'

Berharap Anies Tak Maju Pilkada, Refly Harun: Levelnya Harus Naik, Jadi "King Maker"

Nasional
Perkara Besar di Masa Jampidum Fadil Zumhana, Kasus Sambo dan Panji Gumilang

Perkara Besar di Masa Jampidum Fadil Zumhana, Kasus Sambo dan Panji Gumilang

Nasional
Refly Harun: Anies Tak Punya Kontrol Terhadap Parpol di Koalisi Perubahan

Refly Harun: Anies Tak Punya Kontrol Terhadap Parpol di Koalisi Perubahan

Nasional
Verifikasi Bukti Dukungan Calon Kepala Daerah Nonpartai, Warga Akan Didatangi Satu-satu

Verifikasi Bukti Dukungan Calon Kepala Daerah Nonpartai, Warga Akan Didatangi Satu-satu

Nasional
Indonesia Dorong Pemberian Hak Istimewa ke Palestina di Sidang PBB

Indonesia Dorong Pemberian Hak Istimewa ke Palestina di Sidang PBB

Nasional
Beban Melonjak, KPU Libatkan PPK dan PPS Verifikasi Dukungan Calon Kepala Daerah Nonpartai

Beban Melonjak, KPU Libatkan PPK dan PPS Verifikasi Dukungan Calon Kepala Daerah Nonpartai

Nasional
Peran Kritis Bea Cukai dalam Mendukung Kesejahteraan Ekonomi Negara

Peran Kritis Bea Cukai dalam Mendukung Kesejahteraan Ekonomi Negara

Nasional
Refly Harun Ungkap Bendera Nasdem Hampir Diturunkan Relawan Amin Setelah Paloh Ucapkan Selamat ke Prabowo

Refly Harun Ungkap Bendera Nasdem Hampir Diturunkan Relawan Amin Setelah Paloh Ucapkan Selamat ke Prabowo

Nasional
UU Pilkada Tak Izinkan Eks Gubernur Jadi Cawagub, Wacana Duet Anies-Ahok Buyar

UU Pilkada Tak Izinkan Eks Gubernur Jadi Cawagub, Wacana Duet Anies-Ahok Buyar

Nasional
Jemaah Haji Tak Punya 'Smart Card' Terancam Deportasi dan Denda

Jemaah Haji Tak Punya "Smart Card" Terancam Deportasi dan Denda

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com