Pesantren Al-Zaytun merupakan produk dari gerakan NII yang diwariskan oleh Sekarmadji Maridjan Kartosoewirjo atau SM Kartosoewirjo kepada dua pengikutnya, yaitu Ahmad Musadeq dan Panji Gumilang.
"Dari awal memang ini (Al-Zaytun) untuk mewujudkan NII ya. Dulu ada dua nama keren (di NII) namanya Ahmad Musadeq dan Panji Gumilang, (keduanya) sama-sama komando wilayah 9 (dalam pergerakan NII)," kata Ken saat dihubungi melalui telepon, Kamis (22/6/2023).
Baca juga: Soal Ponpes Al-Zaytun, Mahfud: Kami Akan Pilah Mana yang Hukum, Politik, dan yang Politisasi
Ken mengungkapkan, kedua pengikut Kartosoewirjo itu memiliki dua jalan yang berbeda.
Ahmad Musadeq keluar dari gerakan yang dibentuk Panji Gumilang dan membentuk gerakan baru, yaitu Al-Qiyadah Al-Islamiyah.
Musadeq bergerak dengan ajaran yang sama melalui pendekatan pertanian dan kedaulatan pangan. Sedangkan Panji Gumilang bergerak di dunia pendidikan.
"Kami menganggap ini seperti merekrut kader (untuk gerakan NII), Panji Gumilang memanfaatkan dengan cover pesantren," ujar Ken.
Ken mengatakan, Panji Gumilang sangat lihai memanfaatkan nama pesantren untuk menumbuhkan gerakan NII.
Karena dengan cover pesantren tersebut, menurut Ken, pemerintah dan Majelis Ulama Indonesia (MUI) akan berpikir dua kali menindak gerakan yang dilakukan oleh Panji Gumilang.
"Dan dengan (cover) pesantren, dana-dana di luar jaringan NII itu masuk lebih enak, dana-dana money laundry yang masuk ke sana tidak berani diaudit karena atas nama pesantren," katanya.
Baca juga: Polri Akan Dalami Dugaan Pelanggaran Pidana Terkait Kontroversi Ponpes Al-Zaytun
Majelis Ulama Indonesia (MUI) sebenarnya sudah mengeluarkan hasil penelitian mengenai keterkaitan Al-Zaytun dengan NII sejak lama, yaitu tahun 2002.
Penelitian 21 tahun lalu itu sudah mengungkapkan bahwa Al-Zaytun adalah produk dari NII.
"Hasil penelitian MUI sudah jelas bahwa itu (Al Zaytun) terindikasi atau terafiliasi dengan gerakan NII. Sudah sangat jelas," ujar Wakil Sekretaris Jenderal bidang Hukum dan HAM MUI Pusat Ichsan Abdullah.
Ia mengatakan, afiliasi tersebut bisa dilihat dari pola rekrutmen yang dilakukan Al-Zaytun, dari segi penghimpunan dan penarikan dana yang dilakukan ke anggota dan masyarakat.
"Tidak terbantahkan, artinya penelitian MUI tahun 2002 itu sangat valid, dia (Al Zaytun) adalah penyimpangan dalam paham keagamaan, kemudian dari paham kenegaraan dia terafiliasi dengan gerakan NII," katanya.
Ichsan juga menilai, pemerintah wajib mengambil andil terkait penyimpangan paham kenegaraan di Al-Zaytun.