Salin Artikel

Ponpes Al-Zaytun, Disebut Terafiliasi NII tapi Tetap Beroperasi Selama 30 Tahun

Sorotan pertama yang muncul di sosial media adalah ketika shaf shalat Idul Fitri 1444 Hijriah yang bercampung antara laki-laki dan perempuan. Bahkan, ada satu orang perempuan sendiri berada di depan kerumunan shaf laki-laki.

Kontroversi itu kemudian berlanjut dengan beragam pernyataan pimpinan Al-Zaytun, Panji Gumilang. Ia disorot lantaran menyebut seorang wanita boleh menjadi khatib (pengkhutbah) dalam ibadah shalat Jumat.

Selain itu, Panji juga menyebut kitab suci umat Islam, Alquran sebagai kalam Nabi, bukan kalam Tuhan.

Isu lain kemudian muncul, Panji diduga melakukan beragam tindak pidana, mulai dari tindak asusila, perkosaan hingga tindak pidana pencucian uang.

Banyak yang bertanya, sebenarnya seperti apa lembaga pendidikan yang memiliki jenjang tingkat pendidikan anak usia dini (PAUD) hingga Madrasah Aliyah SMA ini?

30 tahun berdiri

Meski mengundang kontroversi, laman resmi Al-Zaytun, www.al-zaytun.sch.id masih bisa diakses secara umum.

Dalam profil yang dipampang di laman tersebut, pondok pesantren itu sudah berdiri selama 30 tahun.

Al-Zaytun resmi didirikan pada 1 Juni 1993 bertepatan dengan 10 Dzu al-Hijjah 1413 H di bawah naungan Yayasan Pesantren Indonesia (YPI).

Pemilik dan pendiri secara perorangan tidak disebutkan. Al-Zaytun mengklaim, pemilik mereka adalah semua umat Islam di seluruh dunia dan Indonesia.

Sedangkan untuk pendirian pembangunan Al-Zaytun dimulai pada 13 Agustus 1996 dengan pembukaan awal pembelajaran dimulai pada 1 Juli 1999.

Masih dalam laman resminya, Al-Zaytun menyebut peresmian secara umum dilakukan oleh Presiden Ketiga RI BJ Habibie pada 27 Agustus 1999.

Ken yang dulunya merupakan bagian dari Al-Zaytun mengatakan, pesantren yang berada di Indramayu, Jawa Barat itu berkaitan erat dengan NII.

Ia bahkan menyebut, Al-Zaytun adalah alat yang dibuat untuk mewujudkan mimpi NII menjadi nyata.

Pesantren Al-Zaytun merupakan produk dari gerakan NII yang diwariskan oleh Sekarmadji Maridjan Kartosoewirjo atau SM Kartosoewirjo kepada dua pengikutnya, yaitu Ahmad Musadeq dan Panji Gumilang.

"Dari awal memang ini (Al-Zaytun) untuk mewujudkan NII ya. Dulu ada dua nama keren (di NII) namanya Ahmad Musadeq dan Panji Gumilang, (keduanya) sama-sama komando wilayah 9 (dalam pergerakan NII)," kata Ken saat dihubungi melalui telepon, Kamis (22/6/2023).

Ken mengungkapkan, kedua pengikut Kartosoewirjo itu memiliki dua jalan yang berbeda.

Ahmad Musadeq keluar dari gerakan yang dibentuk Panji Gumilang dan membentuk gerakan baru, yaitu Al-Qiyadah Al-Islamiyah.

Musadeq bergerak dengan ajaran yang sama melalui pendekatan pertanian dan kedaulatan pangan. Sedangkan Panji Gumilang bergerak di dunia pendidikan.

"Kami menganggap ini seperti merekrut kader (untuk gerakan NII), Panji Gumilang memanfaatkan dengan cover pesantren," ujar Ken.

Ken mengatakan, Panji Gumilang sangat lihai memanfaatkan nama pesantren untuk menumbuhkan gerakan NII.

Karena dengan cover pesantren tersebut, menurut Ken, pemerintah dan Majelis Ulama Indonesia (MUI) akan berpikir dua kali menindak gerakan yang dilakukan oleh Panji Gumilang.

"Dan dengan (cover) pesantren, dana-dana di luar jaringan NII itu masuk lebih enak, dana-dana money laundry yang masuk ke sana tidak berani diaudit karena atas nama pesantren," katanya.

Penelitian 21 tahun lalu itu sudah mengungkapkan bahwa Al-Zaytun adalah produk dari NII.

"Hasil penelitian MUI sudah jelas bahwa itu (Al Zaytun) terindikasi atau terafiliasi dengan gerakan NII. Sudah sangat jelas," ujar Wakil Sekretaris Jenderal bidang Hukum dan HAM MUI Pusat Ichsan Abdullah.

Ia mengatakan, afiliasi tersebut bisa dilihat dari pola rekrutmen yang dilakukan Al-Zaytun, dari segi penghimpunan dan penarikan dana yang dilakukan ke anggota dan masyarakat.

"Tidak terbantahkan, artinya penelitian MUI tahun 2002 itu sangat valid, dia (Al Zaytun) adalah penyimpangan dalam paham keagamaan, kemudian dari paham kenegaraan dia terafiliasi dengan gerakan NII," katanya.

Ichsan juga menilai, pemerintah wajib mengambil andil terkait penyimpangan paham kenegaraan di Al-Zaytun.

"Maka pemerintah dan MUI sangat ideal dalam rangka membenahi kembali Al-Zaytun agar tidak lagi terpapar sebagai bibit radikal yang menjadi bom waktu bagi negara nanti," ujar Ichsan.

Diduga punya "backing" oknum pejabat

Selama 30 tahun, sudah disebut terafiliasi gerakan radikal dan gerakan makar NII, tapi Al-Zaytun masih megah berdiri.

Sekolah itu masih menjalankan aktivitas, merekrut siswa dan izin pesantren mereka belum juga dibekukan.

Ken Setiawan menduga di balik tebalnya tembok pertahanan Al-Zaytun, ada orang-orang kuat di pemerintahan yang menjadi pelindung.

"Sebenarnya banyak fakta (dugaan ajaran sesat) yang terjadi di sana, tapi kita tau ada oknum-oknum pemerintah di negara ini ada yang terlibat sehingga dia terkesan ini lambat, bahkan seperti ada pembiaran," ujar Ken.

Namun, Ken tidak menyebut oknum tersebut berasal dari lembaga pemerintahan apa.

"Di situ kita lihat sebenarnya (Al-Zaytun) bukan gerakan keagamaan, ini gerakan politik yang dibungkus dengan agama," katanya.

Diketahui, saat ini pemerintah pusat dimotori Kementeri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Kemenko Polhukam) tengah mendalami atau mengkaji soal posisi, peran hingga oknum-oknum yang terlibat dalam pengurusan Ponpes Al-Zaytun.

Hasil kajian bakal dibahas bersama dengan kementerian atau lembaga terkait guna menyelesaikan polemik hingga kontroversi di Al-Zaytun.

https://nasional.kompas.com/read/2023/06/23/09422081/ponpes-al-zaytun-disebut-terafiliasi-nii-tapi-tetap-beroperasi-selama-30

Terkini Lainnya

Hormati Jika PDI-P Pilih di Luar Pemerintahan, Prabowo: Kita Tetap Bersahabat

Hormati Jika PDI-P Pilih di Luar Pemerintahan, Prabowo: Kita Tetap Bersahabat

Nasional
Setiap Hari, 100-an Jemaah Haji Tersasar di Madinah

Setiap Hari, 100-an Jemaah Haji Tersasar di Madinah

Nasional
PDI-P Sebut Anies Belum Bangun Komunikasi Terkait Pilkada Jakarta

PDI-P Sebut Anies Belum Bangun Komunikasi Terkait Pilkada Jakarta

Nasional
KPK: Ada Upaya Perintangan Penyidikan dalam Kasus TPPU SYL

KPK: Ada Upaya Perintangan Penyidikan dalam Kasus TPPU SYL

Nasional
Prabowo Koreksi Istilah 'Makan Siang Gratis': Yang Tepat, Makan Bergizi Gratis untuk Anak-anak

Prabowo Koreksi Istilah "Makan Siang Gratis": Yang Tepat, Makan Bergizi Gratis untuk Anak-anak

Nasional
Giliran Cucu SYL Disebut Turut Menikmati Fasilitas dari Kementan

Giliran Cucu SYL Disebut Turut Menikmati Fasilitas dari Kementan

Nasional
Kinerja dan Reputasi Positif, Antam Masuk 20 Top Companies to Watch 2024

Kinerja dan Reputasi Positif, Antam Masuk 20 Top Companies to Watch 2024

Nasional
KPK Sita 1 Mobil Pajero Milik SYL yang Disembunyikan di Lahan Kosong di Makassar

KPK Sita 1 Mobil Pajero Milik SYL yang Disembunyikan di Lahan Kosong di Makassar

Nasional
Tak Setuju Kenaikan UKT, Prabowo: Kalau Bisa Biaya Kuliah Gratis!

Tak Setuju Kenaikan UKT, Prabowo: Kalau Bisa Biaya Kuliah Gratis!

Nasional
Lantik Pejabat Pimpinan Tinggi Pratama, Menaker Minta Percepat Pelaksanaan Program Kegiatan

Lantik Pejabat Pimpinan Tinggi Pratama, Menaker Minta Percepat Pelaksanaan Program Kegiatan

Nasional
Akbar Faizal Sebut Jokowi Memberangus Fondasi Demokrasi jika Setujui RUU Penyiaran

Akbar Faizal Sebut Jokowi Memberangus Fondasi Demokrasi jika Setujui RUU Penyiaran

Nasional
Tidak Euforia Berlebihan Setelah Menang Pilpres, Prabowo: Karena yang Paling Berat Jalankan Mandat Rakyat

Tidak Euforia Berlebihan Setelah Menang Pilpres, Prabowo: Karena yang Paling Berat Jalankan Mandat Rakyat

Nasional
Korban Dugaan Asusila Ketua KPU Bakal Minta Perlindungan LPSK

Korban Dugaan Asusila Ketua KPU Bakal Minta Perlindungan LPSK

Nasional
Pemerintah Belum Terima Draf Resmi RUU Penyiaran dari DPR

Pemerintah Belum Terima Draf Resmi RUU Penyiaran dari DPR

Nasional
Akui Cita-citanya adalah Jadi Presiden, Prabowo: Dari Kecil Saya Diajarkan Cinta Tanah Air

Akui Cita-citanya adalah Jadi Presiden, Prabowo: Dari Kecil Saya Diajarkan Cinta Tanah Air

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke