Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

MK Sebut Politik Uang Bisa Dikurangi dengan Penegakan Hukum hingga Pembubaran Parpol

Kompas.com - 15/06/2023, 19:30 WIB
Vitorio Mantalean,
Novianti Setuningsih

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Mahkamah Konstitusi (MK) menegaskan bahwa sistem pemilu legislatif (pileg) proporsional daftar calon terbuka yang saat ini berlaku di Indonesia bukan penyebab politik uang.

Mahkamah dalam putusannya menilai bahwa untuk menumpas politik uang dalam kompetisi elektoral, setidaknya ada tiga cara yang perlu dilakukan secara simultan.

Pertama, penegakan hukum secara tegas, termasuk pembubaran partai politik (parpol).

"Bahkan untuk efek jera, partai politik yang terbukti membiarkan berkembangnya praktik politik uang dapat dijadikan alasan oleh pemerintah untuk mengajukan permohonan pembubaran partai politik yang bersangkutan," kata Wakil Ketua MK, Saldi Isra saat membacakan bagian pertimbangan putusan perkara nomor 114/PUU-XX/2022, Kamis (15/6/2023).

Baca juga: Hormati Putusan MK, PDI-P Tetap Nilai Sistem Proporsional Tertutup yang Tepat

Di sisi lain, untuk menegakkan hukum tersebut, calon anggota legislatif (caleg) yang terlibat politik uang harus dibatalkan kandidasinya dan dipidana.

Kedua, di luar penegakan hukum, Mahkamah berpendapat bahwa politik uang dapat diminimalkan dengan adanya komitmen dari para peserta pemilu.

"Ketiga, masyarakat perlu diberikan kesadaran dan pendidikan politik untuk tidak menerima dan mentolerir praktik money politics karena jelas-jelas merusak prinsip-prinsip pemilihan umum yang demokratis," ujar Saldi.

"Peningkatan kesadaran dimaksud tidak saja menjadi tanggung jawab pemerintah dan negara serta penyelenggara pemilihan umum, namun juga tanggung jawab kolektif partai politik, civil society, dan pemilih," katanya lagi.

Baca juga: Tanggapi Putusan MK, KPU Konsisten dengan Sistem Pemilu Proporsional Terbuka

Dalam putusan perkara nomor 114/PUU-XX/2022, majelis hakim konstitusi berpendapat bahwa potensi terjadinya politik uang ada di berbagai sistem pileg, termasuk proporsional daftar calon tertutup sebagaimana diinginkan pemohon.

Saldi memberi contoh, dalam sistem proporsional tertutup, praktik politik uang tetap mungkin terjadi di antara elite partai dengan para caleg dengan jual-beli kandidasi. Sebab, parpol memegang kendali penuh atas kandidasi caleg.

"Dengan kata lain, pembelian nomor urut calon DPR, DPRD atau jual beli kandidasi dan nomor urut, juga merupakan salah satu bentuk praktik politik uang yang juga potensial terjadi dalam sistem proporsional dengan daftar tertutup," ujar Saldi Isra.

Baca juga: MK Ungkap 5 Hal yang Perlu Dipikirkan DPR dan Pemerintah jika Ingin Ganti Sistem Pemilu

Sebelumnya diberitakan, MK menolak gugatan untuk penerapan pileg sistem proporsional daftar calon tertutup.

Oleh karenanya, pileg yang diterapkan di Indonesia, sejauh Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu tidak diubah, tetap menggunakan sistem proporsional daftar calon terbuka seperti yang telah diberlakukan sejak 2004.

"Menyatakan menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya,” ujar Ketua MK Anwar Usman didampingi 7 hakim konstitusi lain, minus Wahiduddin Adams, dalam sidang pembacaan putusan, Kamis (15/6/2023).

Mahkamah menyatakan, berdasarkan pertimbangan terhadap implikasi dan implementasi sistem pileg daftar calon terbuka, serta original intent dan penafsiran konstitusi, dalil-dalil para pemohon tidak beralasan menurut hukum untuk seluruhnya.

Baca juga: Pasca-Putusan MK, PDI-P Wacanakan Dialog untuk Kaji dan Evaluasi Sistem Pemilu 2024

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Sebut Jokowi Kader 'Mbalelo', Politikus PDI-P: Biasanya Dikucilkan

Sebut Jokowi Kader "Mbalelo", Politikus PDI-P: Biasanya Dikucilkan

Nasional
[POPULER NASIONAL] PDI-P Harap Putusan PTUN Buat Prabowo-Gibran Tak Bisa Dilantik | Menteri 'Triumvirat' Prabowo Diprediksi Bukan dari Parpol

[POPULER NASIONAL] PDI-P Harap Putusan PTUN Buat Prabowo-Gibran Tak Bisa Dilantik | Menteri "Triumvirat" Prabowo Diprediksi Bukan dari Parpol

Nasional
Tanggal 5 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 5 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Sempat Berkelakar Hanif Dhakiri Jadi Menteri, Muhaimin Bilang Belum Ada Pembicaraan dengan Prabowo

Sempat Berkelakar Hanif Dhakiri Jadi Menteri, Muhaimin Bilang Belum Ada Pembicaraan dengan Prabowo

Nasional
PKS Janji Fokus Jika Gabung ke Prabowo atau Jadi Oposisi

PKS Janji Fokus Jika Gabung ke Prabowo atau Jadi Oposisi

Nasional
Gerindra Ungkap Ajakan Prabowo Buat Membangun Bangsa, Bukan Ramai-ramai Masuk Pemerintahan

Gerindra Ungkap Ajakan Prabowo Buat Membangun Bangsa, Bukan Ramai-ramai Masuk Pemerintahan

Nasional
PKB Terima Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Kalimantan, Salah Satunya Isran Noor

PKB Terima Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Kalimantan, Salah Satunya Isran Noor

Nasional
ICW Sebut Alasan Nurul Ghufron Absen di Sidang Etik Dewas KPK Tak Bisa Diterima

ICW Sebut Alasan Nurul Ghufron Absen di Sidang Etik Dewas KPK Tak Bisa Diterima

Nasional
Nasdem Kaji Duet Anies-Sahroni di Pilkada Jakarta

Nasdem Kaji Duet Anies-Sahroni di Pilkada Jakarta

Nasional
PDI-P Tuding KPU Gelembungkan Perolehan Suara PAN di Dapil Kalsel II

PDI-P Tuding KPU Gelembungkan Perolehan Suara PAN di Dapil Kalsel II

Nasional
Demokrat Tak Ingin Ada 'Musuh dalam Selimut' di Periode Prabowo-Gibran

Demokrat Tak Ingin Ada "Musuh dalam Selimut" di Periode Prabowo-Gibran

Nasional
Maju di Pilkada Jakarta atau Jabar, Ridwan Kamil: 1-2 Bulan Lagi Kepastiannya

Maju di Pilkada Jakarta atau Jabar, Ridwan Kamil: 1-2 Bulan Lagi Kepastiannya

Nasional
Demokrat Harap Tak Semua Parpol Merapat ke Prabowo Supaya Ada Oposisi

Demokrat Harap Tak Semua Parpol Merapat ke Prabowo Supaya Ada Oposisi

Nasional
Bingung dengan Objek Gugatan PDI-P di PTUN, KPU Belum Tahu Mau Jawab Apa

Bingung dengan Objek Gugatan PDI-P di PTUN, KPU Belum Tahu Mau Jawab Apa

Nasional
Gugat Dewas ke PTUN hingga 'Judicial Review' ke MA, Wakil Ketua KPK: Bukan Perlawanan, tapi Bela Diri

Gugat Dewas ke PTUN hingga "Judicial Review" ke MA, Wakil Ketua KPK: Bukan Perlawanan, tapi Bela Diri

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com