JAKARTA, KOMPAS.com - Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menargetkan seluruh wilayah di Indonesia memiliki kawasan tanpa rokok (KTR) pada tahun 2023. Sedangkan, saat ini, baru 86 persen daerah yang memiliki KTR.
Wakil Menteri Kesehatan (Wamenkes) Dante Saksono menyampaikan, target tersebut telah disampaikannya kepada Direktorat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular Kemenkes.
"Saat ini sudah 86 persen daerah yang mempunyai aturan KTR. Kita harapkan di 2023, saya barusan (bicara) ke Ibu Direktur PTM, nanti akan 100 persen targetnya untuk semua daerah untuk kawasan tanpa rokok," kata Dante saat ditemui di Gedung Kemenkes, Jakarta Selatan, Kamis (8/6/2023).
Selain itu, Kemenkes juga berencana menerbitkan regulasi baru soal produk tembakau yang selama ini belum teregulasi dengan baik, yaitu rokok elektrik.
Baca juga: Lemahnya Pengendalian Rokok, Rawan Ketahanan Makanan Pokok
Menurut Dante, regulasi tersebut penting, termasuk untuk mengendalikan suplai rokok yang semakin lama semakin meningkat.
Namun, ia meminta dukungan semua pihak tidak terkecuali kepala daerah untuk mendukung upaya penerbitan regulasi tersebut.
"Rokok elektrik aturannya, kita nanti akan lakukan sebagai salah satu bentuk implementasi aturan baru. Berbagai macam percepatan tersebut, tentu tidak akan berhasil tanpa dukungan kepala daerah yang sudah berkomitmen," ujar Dante.
Lebih lanjut, Dante mengungkapkan, beberapa bahaya rokok mengacu pada data Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO).
WHO melaporkan, 8,2 juta kematian berhubungan langsung dengan penggunaan tembakau.
Baca juga: DPRD DKI Sebut Raperda Kawasan Tanpa Rokok Baru Akan Dibahas Tahun Depan, Ini Alasannya
Tingginya angka penggunaan tembakau berhubungan erat dengan kejadian penyakit tidak menular (PTM) yang menyebabkan angka kematian dan pembiayaan yang tinggi.
Beberapa penyakit tersebut, yaitu jantung, stroke, dan kanker.
"Jadi bukan soal merokoknya saja, dan tidak ada keluhan saat itu. Tapi jangka panjang dan internal metabolisme yang terjadi di dalamnya berpengaruh terhadap kesehatan manusia yang ditunjukan terhadap angka survei itu," kata Dante.
Sebagai informasi, sebelumnya Dirjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit dr. Maxi Rein Rondonuwu mengungkapkan bahwa konsumsi rokok dan hasil tembakau mempunyai dampak terhadap sosial ekonomi dan Kesehatan.
Baca juga: Kawasan Tanpa Rokok dan Aturan Iklan Rokok Dinilai Belum Optimal
Data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) 2021 menjelaskan bahwa pengeluaran keluarga untuk konsumsi rokok tiga kali lebih banyak daripada pengeluaran untuk kebutuhan protein di keluarga.
Rokok, menurut Maxi, jadi persentase pengeluaran keluarga terbesar kedua sebanyak 11,9 persen baik di perkotaan maupun di pedesaan dibandingkan untuk mereka yang mengkonsumsi makanan bergizi seperti telur, daging, dan ayam.
''Berdasarkan data tersebut belanja rokok merupakan belanja terbesar kedua di keluarga dan tiga kali lebih tinggi daripada beli telur,'' katanya beberapa waktu lalu.
Baca juga: Kemen PPPA Sebut Implementasi Kawasan Tanpa Rokok di Daerah Rendah
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.