JAKARTA, KOMPAS.com - Presiden Joko Widodo mengatakan, dirinya segera memanggil Menteri Pertahanan (Menhan) Prabowo Subianto untuk membahas perihal proposal mediasi Ukraina dengan Rusia.
Hal itu disampaikan Presiden saat memberi keterangan pers di Lanud Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur, Rabu (7/6/2023).
"Secepatnya (bertemu). Tapi belum, belum ketemu," ujar Jokowi.
Baca juga: Respons Jokowi dan Menlu Retno soal Proposal Perdamaian Prabowo yang Disebut Aneh
Adapun keterangan pers pada Rabu pagi dilakukan sebelum Presiden Jokowi bertolak ke Singapura Malaysia dalam rangka kunjungan kerja.
Saat media bertanya apakah Prabowo Subianto akan hadir di Singapura, Jokowi menyatakan tidak.
"Enggak (tidak ada di Singapura)," tegas Jokowi.
Sebelumnya, Jokowi menyampaikan bahwa proposal mediasi Ukraina dan Rusia yang disampaikan Menhan Prabowo Subianto di forum internasional merupakan inisiatif Prabowo sendiri.
Jokowi mengaku baru akan meminta penjelasan soal proposal tadi kepada Ketua Umum Partai Gerindra itu.
"Itu (proposal) dari Pak Prabowo sendiri, tetapi saya belum bertemu dengan Pak Prabowo," kata Jokowi dalam jumpa pers di acara Rapat Kerja Nasional (Rakernas) ketiga PDI-P, Selasa (6/6/2023).
"Nanti hari ini atau besok mungkin akan saya undang, meminta penjelasan dari apa yang Pak Menhan sampaikan," sambungnya.
Baca juga: Jokowi Bakal Panggil Prabowo, Minta Penjelasan soal Proposal Perdamaian Ukraina-Rusia
Adapun, proposal perdamaian yang dimaksud disampaikan Prabowo pada forum IISSS Shangri-La Dialogue ke-20 di Singapura, konferensi keamanan antarnegara yang dihadiri para menteri dan delegasi dari 50 negara lebih.
Dalam pidatonya, Prabowo mengemukakan sejumlah usul untuk menghentikan perang antara Rusia dan Ukraina.
Beberapa di antaranya, pertama, gencatan senjata antara kedua kubu.
Kedua, penarikan pasukan masing-masing negara dengan penerapan zona demiliterisasi dalam radius 15 kilometer dari titik gencatan senjata.
Zona demiliterisasi ini, menurut Prabowo, mesti diamankan dan dipantau oleh pasukan penjaga perdamaian Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
Ketiga, Prabowo mengusulkan agar PBB memfasilitasi referendum bagi warga di zona demiliterisasi untuk menentukan pilihan: ingin bergabung dengan Ukraina atau Rusia.
Belakangan, Kiev menolak proposal Prabowo. Proposal Prabowo dinilai lebih condong menguntungkan Rusia sebagai pihak yang pertama kali melakukan invasi.
"Terdengar seperti usulan Rusia, bukan usulan Indonesia. Kami tidak butuh mediator seperti ini datang ke kami (dengan) rencana aneh ini," kata Menteri Pertahanan Ukraina, Oleksii Reznikov, seperti dikutip AFP.
Baca juga: Media Rusia: Pejabat Indonesia Sempat Temui Diplomat Rusia Bahas Proposal Perdamaian
Sementara itu, Duta Besar Rusia untuk RI, Lyudmila Vorobieva, menyebutkan bahwa Rusia mengapresiasi proposal mediasi yang disampaikan Prabowo di forum internasional.
Sikap ini bertolak belakang dengan sikap Ukraina yang menolak mentah-mentah proposal itu.
"Kami sangat mengapresiasi upaya pihak Indonesia yang ditujukan untuk mengatasi krisis di Ukraina," kata Vorobieva kepada Kompas.com, Selasa (6/6/2023).
Namun demikian, menurut dia, Kiev dan pihak "Barat" enggan mempertimbangkan "solusi perdamaian" apa pun dari konflik bersenjata ini.
"Hal ini sekali lagi terkonfirmasi dari penolakan mentah-mentah atas inisiatif dari Indonesia," ujar Vorobieva.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.